A. Pengertian Metode, Metodologi
Merode berasal dari bahasa yunai, meta, metedos, dan logos. Meta berarti menuju, melalui, dan mengikuti. Metodos berarti jalan atau cara. Maka metodos
(metoda) berarti jalan atau cara yang harus dilalui untuk mencapai sesuatu. Metode merupakan langkah-langkah praktis dan sistematis yang ada dalam ilmu-ilmu tertentu yang sudah dipertanyakan lagi karena sudah bersifat aplikatif. Ketika metode digabungkan dengan kata logos maknanya berubah. Logos berarti “studi tentang” atau “teori tentang”. Oleh karena itu, metodologi tidak lagi sekedar kumpulan cara yang sudah diterima (well received) tetapi berupa kajian tentang metode. Dalam metodologi dibicarakan kajian tentang cara kerja ilmu pengetahuan. Pendek kata, bila dalam metode tidak ada perdebatan, refleksi dan kajian atas cara kerja ilmu pengetahuan, sebaliknya dalam metodologi terbuka luas untuk mengkaji, mendebat, dan merefleksi cara kerja suatu ilmu. Maka dari itu, metodologi menjadi bagian dari sistematika filsafat, sedangkan metode tidak.
Istilah metodologi studi islam digunakan ketika seseorang ingin membahas kajian-kajian seputar ragam metode yang bisa digunakan dalam studi islam. Sebut saja misalnya kajian atas metode normative, historis, filosofis, sosiologis, komparatif dan lain sebagainya. Metodologi studi islam mengenalkan metode-metode itu sebatas teoritis. Seseorang yang mempelajarinya juga belum menggunakannya dalam praktik. Ia masih dalam tahap mempelajari secara teoritis bukan praktis.
Berbeda dengan metodologi studi islam, istilah metode studi islam ketika seseorang telah menetapkan sebuah metode dan akan menggunakannya secara konsisten dalam kajian keislamannya.
B. Urgensi Mempelajari Metodologi Studi Islam
Metodologi studi islsm merupakan solusi agar islam tidak mudah disalah pahami oleh outsider (non muslim). salah satu penyebab seiringnya islam disalah pahami barat karena mereka tidak memiliki instrument secara ilmiah bisa dibenarkan tidak hanya insider (muslim) tetapi juga oleh outsider. Bila insider tidak merumuskan pemahaman yang bisa dimengerti oleh outsider akan terus berlangsung seperti yang dialami oleh Salman Rushdie, Kurt Wester, Goard dan Geertz Wilder yang menghebohkan itu.
Urgensi studi islasm yang demikian dapat dipahami dan diuraikan sebagai berikut:
1. Umat islam saat ini pada kondisi yang problematis
Saat ini umat islam masih berada dalam posisi pinggiran (marginal) dan lemah dalam segala bidang kehidupan sosial budaya. Dalam kondisi ini, umat islam harus bisa melakukan gerakan pemikiran yang dapat menghasilkan konsep pemikiran yang cemerlang dan oprasional untuk mengantisipasi perkembangan dan kemajuan tersebut.
Dalam posisi problematis itui, jika mereka hanya berpegang pada ajaran-ajaran islam hasil penafsirsn ulama terdahulu yang merupakan warisan doktriner turun-temurun dan dianggapnya sebagai ajaran, maka berarti mereka mengalami kemandegan intelektual yang pada gilirannya akan menghadapi masa depan yang suram. Disisi lain, jika mereka melakukan usaha pembaharuan dan pemikiran kembali secara kritis dan rasional terhadap ajaran-ajaran islam, maka akan dituduh sebagai umat yang meninggalkan atau tidak setia lagi terhadap ajaran islam yang dianggapnya sudah matang dan sempurna.
Melalui pendekatan yang rasional-objektif, studi islam diharapkan memberikan alternatif pemecahan masalah atau jalan keluar dari kondisi yang problematis tersebut.
1. Umat islam saat ini pada kondisi yang problematis
Saat ini umat islam masih berada dalam posisi pinggiran (marginal) dan lemah dalam segala bidang kehidupan sosial budaya. Dalam kondisi ini, umat islam harus bisa melakukan gerakan pemikiran yang dapat menghasilkan konsep pemikiran yang cemerlang dan oprasional untuk mengantisipasi perkembangan dan kemajuan tersebut.
Dalam posisi problematis itui, jika mereka hanya berpegang pada ajaran-ajaran islam hasil penafsirsn ulama terdahulu yang merupakan warisan doktriner turun-temurun dan dianggapnya sebagai ajaran, maka berarti mereka mengalami kemandegan intelektual yang pada gilirannya akan menghadapi masa depan yang suram. Disisi lain, jika mereka melakukan usaha pembaharuan dan pemikiran kembali secara kritis dan rasional terhadap ajaran-ajaran islam, maka akan dituduh sebagai umat yang meninggalkan atau tidak setia lagi terhadap ajaran islam yang dianggapnya sudah matang dan sempurna.
Melalui pendekatan yang rasional-objektif, studi islam diharapkan memberikan alternatif pemecahan masalah atau jalan keluar dari kondisi yang problematis tersebut.
2. Umat manusia dan peradabannya berada dalam suasana problematis tersebut.
Pesatnya perkembangan dan imu pengetahuan dan teknologi modern telah membuka era baru dalam perkembangan budaya dan peradaban umat manusia, yang dikenal dengan era globalisasi. Pada era ini ditandai dengan semakin dekatnya jarak hubungan komunikasi antar bangsa dan budaya umat manusia. Pada suasana semacam ini tentuny aumat manusia membutuhkan adanya aturan-aturan, nilai-nilai dan norma-norma serta pedoman dan pandangan hidup yang universal dan diakui atau diterima oleh semua bangsa. Masalahnya adalah “dari mana sumber aturan ini dan norma serta pedoman hidup yang universal itu diperoleh?” umat manusis dalam peradaaban dan kebudayaaan memang telah berhasil menemukan aturan, nilai dan norma sebagai pedoman dan pegangan hidup, yang berupa agama, filsafat serta ilmu pengetahuan dan teknologi.
Pesatnya perkembangan dan imu pengetahuan dan teknologi modern telah membuka era baru dalam perkembangan budaya dan peradaban umat manusia, yang dikenal dengan era globalisasi. Pada era ini ditandai dengan semakin dekatnya jarak hubungan komunikasi antar bangsa dan budaya umat manusia. Pada suasana semacam ini tentuny aumat manusia membutuhkan adanya aturan-aturan, nilai-nilai dan norma-norma serta pedoman dan pandangan hidup yang universal dan diakui atau diterima oleh semua bangsa. Masalahnya adalah “dari mana sumber aturan ini dan norma serta pedoman hidup yang universal itu diperoleh?” umat manusis dalam peradaaban dan kebudayaaan memang telah berhasil menemukan aturan, nilai dan norma sebagai pedoman dan pegangan hidup, yang berupa agama, filsafat serta ilmu pengetahuan dan teknologi.
Dengan demikian, manusia modern pun berada dalam kondisi yang serba problematis. Harold, H. Titus dan beberapa filosofis dewasa ini, dalam menjelaskan situasi problematis tersebut menyatakan bahwa “filosofis sekarang telah mencapai kekuatan besar tetapi tanpa kebijaksanaan, kita hidup dalam suatu periode yang mirip dengan tahap-tahap terakhir dari kebudayaan Greeko-Romawi, renaissance, reformasi dan revolusi industri dimana terjadi perubahan dalam cara manusia berfikir. Dalam hal ini peraktik, atau terjadi perubahan-perubahan yang menyentuh kehidupan manusia dan masyarakat.
SEJARAH STUDI ISLAM DIBARAT
Islam pernah mengalami kemegahan sains disaat dunia Barat mengalami kegagalan. Namun seringkali pertanyaan kedua yang cukup ideologis yang menjebak penolakan umat Islam terhadap sains. Bahwa sains adalah produk Barat dan apapun yang datang dari Barat adalah tercela. Jika demikian tidaklah berlebihan apabila muncul sains Islam, sains dunia ketiga dan sains lainnya sebagai penolakan atas sains Barat. Sepintas memang kehadiran sains dalam Islam lebih mudah diamati daripada diperdebatkan. Seradikal apapun salah satu golongan yang menolak sains modern dalam kesehariannya tidak bisa dilepaskan dengan saran sains.
Dalam sejarah Islam, awalnya berkembang pemikiran rasional. Tetapi kemudiaan berkembang pemikiran tradisional. Pemikiran rasional berkembang pada Zaman Klasik Islam (650-1250 M) sedangkan pemikiran tradisional berkembang pada Zaman Pertengahan Islam (1250-1800 M).
Pemikiran rasional dipengaruhi oleh persepsi tentang bagaimana tingginya kedudukan akal seperti terdapat dalam Al-Quran dan hadis. Persepsi ini bertemu dengan persepsi yang sama dari Yunani melalui filsafat dan sains Yunani yang berada dikota-kota pusat peradaban Yunani di Dunia Islam Zaman Klasik, seperti Aleksandria (Mesir), Jundisyapur (Irak), Antakia (Syria), dan Bactra (Persia). Disana memang telah berkembang pemikiran rasional Yunani.
Pertemuan Islam dan Peradaban Yunani ini melahirkan pemikiran rasional dikalangan ulama Islam Zaman Klasik. Di Yunani tidak dikenal dengan agama samawi, maka pemikiran bebas, tanpa terikat pada ajaran-ajaran agama, tumbuh dan berkembang. Sementara pada Zaman Islam Klasik, pemikiran rasional agama terikat pada ajaran-ajaran agama Islam sebagaimana yang terdapat pada Al-Quran dan hadis.
Oleh karena itu, kalau di Yunani berkembang pemikiran rasional yang sekular, maka dalam Zaman Islam Klasik berkembang pemikiran rasional yang agamis. Pemikiran ulama filsafat dan ulama sains, sebagaimana halnya pada para ulama dibidang agama sendiri, terikat pada ajaran-ajaran yang terdapat dalam kedua sumber utama tersebut. Dalam sejarah peradaban Islam, pemikiran para filosof dan penemuan-penemuan ulama sains tidak ada yang bertentangan dengan Al-Quran dan hadis. Filsafat dan sains berkembang dengan pesat di Dunia Zaman Islam Klasik ini disamping ilmu-ilmu agama seperti tefsir, hadis, akidah, ibadah, muamalah, tasawuf dan sebagainya. Perkembangan yang pesat ini bukan hanya di Dunia Islam bagian Timur yang berpusat di Baghdad, tetapi juga di Dunia Islam bagian Barat, yakni Andalusia (Spanyol Islam) dengan kedua kotanya; Cordoba dan Sevilla.
Di Zaman Islam Klasik, Eropa sedang berada pada Zaman Pertengahan yang terbelakang. Tidak mengherankan jika orang-orang Eropa dari Italia, Prancis, Inggris dan lain-lain berdatangan ke Andalusia untuk mempelajari sains dan filsafat yang berkembang dalam Islam. Kemudian mereka pulang ketempat masing-masing membawa ilmu yang mereka peroleh. Buku-buku ilmiah Islam mereka terjemahkan kedalam bahasa Latin.
Melalui mereka, pemikiran rasional Islam yang agamis itu beserta sains dan filsafatnya dibawa ke Eropa, tetapi disana menghadapi tantangan dari gereja. Pertentangan itu membuat ulama sains dan filsafat Eropa melepaskan diri dari gereja dan pemikiran rasional disana berkembang terlepas dari ikatan agama. Pemikiran rasional di Eropa pada Zaman Renaisans dan Zamn modern kembali menjadi sekular seperti di Zaman Yunani sebelum filsafat, sains dan teknologi di Eropa sebagaimana yang kita saksikan sekarang ini.
Ketika pemikiran rasional Islam pindah ke Eropa dan berkembang disana, di Dunia Islam Zaman Pertengahan berkembang pemikiran tradisional, menggantikan pemikiran rasional tersebut. Dalam pemikiran tradisional ini, para ulama bukan hanya terikat pada Al-Quran dan hadis, tetapi juga pada ajaran hasil ijtihad ulama Zaman Klasik yang amat banyak jumlahnya. Oleh karena itu, ruang lingkup pemikiran ulama Zaman Pertengahan amat sempit. Mereka tidak punya kebebasan berfikir. Akibatnya sains dan filsafat bahkan juga ilmu-ilmu agama tidak berkembang di Dunia Islam Zaman Pertengahan. Filsafat dan sains hilang dari peredaran. Ini bertentangan sekali dengan keadaan di Eropa Zaman Modern seperti yang telah disinggung diatas, filsafat dan sains amat pesat berkembang dan jauh melampaui capaian Dunia Islam.
Ketika Umat Islam Timur Tengah menjalin kontak dengan Barat pada abad kedelapan belas M. Mereka sangat terkejut dengan kemajuan Eropa. Mereka tidak menyangka bahwa Eropa yang belajar dari mereka pada abad kedua belas dan abad ketiga belas telah maju bahkan mengalahkan mereka dalam peperangan-peperangan seperti yang terjadi antara Kerajaan Turki’Utsmani dan Eropa Timur.
Hal ini membuat ulama-ulama abad kesembilan belas merenungkan apa yang perlu dilakukan umat Islam untuk mencapai kemajuan kembali sebagaimana kemajuan umat Islam Zaman Klasik dulu. Maka lahirlah pembaruan Islam di Mesir seperti Al-Tahthawi, Muhammad Abduh dan Jamaluddin Al-Afghani; di Turki dengan tokoh-tokohnya seperti Mehmet Sedik Rifat, Nemik Kamal dan Zia Gokalp; di India seperti Ahmad Khan, Ameer Ali, dan Muhammad Iqbal. Semua pembaru ini berpendapat bahwa untuk mengejar ketinggalan itu, umat Islam harus menghidupkan kembali pemikiran rasional agamis Zaman Islam Klasik dengan perhatian yang besar pada sains dan teknologi. Abad kesembilan belas ini dianggap sebagai permulaan Zaman Modern Dunia Islam.
Sejak abad kesembilan belas ini kembali tumbuh di Dunia Islam pemikiran rasional yang agamis dengan perhatian pada filsafat, sains dan teknologi. Diabad kedua puluh perkembangan itu lebih maju lagi, lahir interpretasi rasional dan baru atas Al-Quran dan hadis. Pemikiran tradisional Islam segera mendapat tantangan dari pemikiran rasional agamis ini.
Dalam pemikiran rasional agamis manusia punya kebebasan dan akal punya kedudukan tinggi dalam memahami ajaran-ajaran Al-Quran dan hadis. Kebebasan hanya terikat pada ajaran-ajaran absolut kedua sumber utama itu,yakni ajaran-ajaran yang disebut dalam istilah qath’iy al-wurud dan qath’iy al-dalalah. Maksudnya ayat Al-Quran dan hadis ditangkap sesuai dengan pendapat akal. Dengan demikian timbullah interpretasi yang bercorak majazi atau metaforis dari teks ajaran-ajaran dasar yang terdapat dalam kedua sumber itu. Dengan kata lain, dalam pemikiran rasional agamis diusahakan pemahaman ayat dan hadis sedemikian sehingga sesuai dengan pendapat akal dengan syarat tidak bertentangan dengan ajaran absolut tersebut.
Dalam pemikiran tradisional, peran akal tidak begitu menentukan dalam memahami ajaran Al-Quran dan hadis. Seperti telah disinggung diatas, pemikiran tidak hanya terikat pada Al-Quran dan hadis, tetapi juga pada ajaran-ajaran hasil ijtihad ulama Zaman Klasik yang jumlahnya sangat banyak. Disamping itu, pemikiran tradisional terikat pada arti lafzbi dari teks ayat Al-Quran dan hadis. Pemikiran tradisional itu sulit menyesuaikan diri dengan perkembangan modern sebagai hasil dari filsafat, sains dan teknologi.
STUDI ISLAM DI TIMUR TENGAH DAN DUNIA MUSLIM
1800-2000 (MASA KEBANGKITAN ISLAM)
• Islam bangkit dengan melihat Barat sebagai Cermin kemajuan Peradaban
• Wilayah-wilayah Islam menjadi negara-negara merdeka dari Penjajahan Barat.
• Tahun 1991 Muncul Ide Oksidentalisme (Lawan Orientalisme) yang dikemukakan oleh Hasan Hanafi Ilmuwan Mesir
• 1991 Gerakan Islamisasi Ilmu pengetahuan Ismail R al-Faruqi, Naquib al- Attas dll.
1. “Studi Islam” diwilayah Islam dilakukan oleh para ulama Baik yang berpendidikan Barat maupun Berpendidikan Timur Tengah
2. Pendekatan yang digunakan Pendekatan Normatif, Pendekatan pendekatan yang diimpor dari barat, dan Pendekatan-pendekatan “Modifikasi” ilmuwan Islam.
3. Keilmuan yang Berkembang; Keilmuwan Keagamaan warisan Era klasik, Keilmuwan Barat (karya Orientalis), dan Karya-karya ilmuwan Islam.
4. Lembaga Kajian Islam; Universitas di Timur Tengah, Universitas dunia Muslim, Lembaga-lembaga kajian Islam.
Contoh Gerakan Kebangkitan Keilmua Islam;
1. Oksidentalisme;
a. Cultural Shock, ditandai kesenjangan Keilmuwan
b. Era Revolusi, bangkitnya timur melawan kolonialisme
c. Reformasi, mengapa Umat Islam mundur, sedangkan yang lain maju.
d. Mengirim Pelajar-pelajar ke Luar Negeri (Barat khususnya)
e. Gerakan penerjemahan-penerjemahan buku-buku Barat
f. Penulisan Buku-buku baik bersifat auto kritik islam maupun mengkritik Barat
g. Menjamurnya Madzhab-madzhab keilmuwan Barat di Dunia Muslim
h. Timbul Kesadaran “Ketercerabutan diri” dan muncul kesadaran Oksidentalisme
_ Sikap Oksidentalisme melawan barat;
a. Penguasaan tradisi dan budaya Eropa (barat)
b. Menyadari bahwa Eropa (barat) merupakan bagian dari sejarah manusia yang tak terpisah
c. Mengembalikan tradisi dan budaya barat ke asalnya semula dan mengakhiri ghazwul fikri dan ghazwu al-tsaqafah
d. Menghapuskan mitos “budaya Internasional”
e. Penulisan Kembali bsejarah dengan meletakkan barat pada proporsi yang sebenarnya.
f. Usaha yang lebih aktif untuk meraih kebebasan sebagaimana amanah Syahadat la ilaha Illalah
g. Studi Islam di Timur Tengah
2. Islamisasi Ilmu Pengetahuan Ismail R al-Faruqi, Naguib al-Attas.
a. Menumbuhkan kesadaran diri dengan menunjukkan bahwa kekurangan-kekurangan sistem Pengetahuan Barat dan Produk-produknya di Dunia islam, Kelemahan kelemahan buku barat, dan menawarkan kemungkinan kemungkinan penyelesaian yang ditempuh.
b. Pendirian universitas-universitas islam (islami) sebagai alternatif universitas-universitas Barat.
SEJARAH STUDI ISLAM DIBARAT
Islam pernah mengalami kemegahan sains disaat dunia Barat mengalami kegagalan. Namun seringkali pertanyaan kedua yang cukup ideologis yang menjebak penolakan umat Islam terhadap sains. Bahwa sains adalah produk Barat dan apapun yang datang dari Barat adalah tercela. Jika demikian tidaklah berlebihan apabila muncul sains Islam, sains dunia ketiga dan sains lainnya sebagai penolakan atas sains Barat. Sepintas memang kehadiran sains dalam Islam lebih mudah diamati daripada diperdebatkan. Seradikal apapun salah satu golongan yang menolak sains modern dalam kesehariannya tidak bisa dilepaskan dengan saran sains.
Dalam sejarah Islam, awalnya berkembang pemikiran rasional. Tetapi kemudiaan berkembang pemikiran tradisional. Pemikiran rasional berkembang pada Zaman Klasik Islam (650-1250 M) sedangkan pemikiran tradisional berkembang pada Zaman Pertengahan Islam (1250-1800 M).
Pemikiran rasional dipengaruhi oleh persepsi tentang bagaimana tingginya kedudukan akal seperti terdapat dalam Al-Quran dan hadis. Persepsi ini bertemu dengan persepsi yang sama dari Yunani melalui filsafat dan sains Yunani yang berada dikota-kota pusat peradaban Yunani di Dunia Islam Zaman Klasik, seperti Aleksandria (Mesir), Jundisyapur (Irak), Antakia (Syria), dan Bactra (Persia). Disana memang telah berkembang pemikiran rasional Yunani.
Pertemuan Islam dan Peradaban Yunani ini melahirkan pemikiran rasional dikalangan ulama Islam Zaman Klasik. Di Yunani tidak dikenal dengan agama samawi, maka pemikiran bebas, tanpa terikat pada ajaran-ajaran agama, tumbuh dan berkembang. Sementara pada Zaman Islam Klasik, pemikiran rasional agama terikat pada ajaran-ajaran agama Islam sebagaimana yang terdapat pada Al-Quran dan hadis.
Oleh karena itu, kalau di Yunani berkembang pemikiran rasional yang sekular, maka dalam Zaman Islam Klasik berkembang pemikiran rasional yang agamis. Pemikiran ulama filsafat dan ulama sains, sebagaimana halnya pada para ulama dibidang agama sendiri, terikat pada ajaran-ajaran yang terdapat dalam kedua sumber utama tersebut. Dalam sejarah peradaban Islam, pemikiran para filosof dan penemuan-penemuan ulama sains tidak ada yang bertentangan dengan Al-Quran dan hadis. Filsafat dan sains berkembang dengan pesat di Dunia Zaman Islam Klasik ini disamping ilmu-ilmu agama seperti tefsir, hadis, akidah, ibadah, muamalah, tasawuf dan sebagainya. Perkembangan yang pesat ini bukan hanya di Dunia Islam bagian Timur yang berpusat di Baghdad, tetapi juga di Dunia Islam bagian Barat, yakni Andalusia (Spanyol Islam) dengan kedua kotanya; Cordoba dan Sevilla.
Di Zaman Islam Klasik, Eropa sedang berada pada Zaman Pertengahan yang terbelakang. Tidak mengherankan jika orang-orang Eropa dari Italia, Prancis, Inggris dan lain-lain berdatangan ke Andalusia untuk mempelajari sains dan filsafat yang berkembang dalam Islam. Kemudian mereka pulang ketempat masing-masing membawa ilmu yang mereka peroleh. Buku-buku ilmiah Islam mereka terjemahkan kedalam bahasa Latin.
Melalui mereka, pemikiran rasional Islam yang agamis itu beserta sains dan filsafatnya dibawa ke Eropa, tetapi disana menghadapi tantangan dari gereja. Pertentangan itu membuat ulama sains dan filsafat Eropa melepaskan diri dari gereja dan pemikiran rasional disana berkembang terlepas dari ikatan agama. Pemikiran rasional di Eropa pada Zaman Renaisans dan Zamn modern kembali menjadi sekular seperti di Zaman Yunani sebelum filsafat, sains dan teknologi di Eropa sebagaimana yang kita saksikan sekarang ini.
Ketika pemikiran rasional Islam pindah ke Eropa dan berkembang disana, di Dunia Islam Zaman Pertengahan berkembang pemikiran tradisional, menggantikan pemikiran rasional tersebut. Dalam pemikiran tradisional ini, para ulama bukan hanya terikat pada Al-Quran dan hadis, tetapi juga pada ajaran hasil ijtihad ulama Zaman Klasik yang amat banyak jumlahnya. Oleh karena itu, ruang lingkup pemikiran ulama Zaman Pertengahan amat sempit. Mereka tidak punya kebebasan berfikir. Akibatnya sains dan filsafat bahkan juga ilmu-ilmu agama tidak berkembang di Dunia Islam Zaman Pertengahan. Filsafat dan sains hilang dari peredaran. Ini bertentangan sekali dengan keadaan di Eropa Zaman Modern seperti yang telah disinggung diatas, filsafat dan sains amat pesat berkembang dan jauh melampaui capaian Dunia Islam.
Ketika Umat Islam Timur Tengah menjalin kontak dengan Barat pada abad kedelapan belas M. Mereka sangat terkejut dengan kemajuan Eropa. Mereka tidak menyangka bahwa Eropa yang belajar dari mereka pada abad kedua belas dan abad ketiga belas telah maju bahkan mengalahkan mereka dalam peperangan-peperangan seperti yang terjadi antara Kerajaan Turki’Utsmani dan Eropa Timur.
Hal ini membuat ulama-ulama abad kesembilan belas merenungkan apa yang perlu dilakukan umat Islam untuk mencapai kemajuan kembali sebagaimana kemajuan umat Islam Zaman Klasik dulu. Maka lahirlah pembaruan Islam di Mesir seperti Al-Tahthawi, Muhammad Abduh dan Jamaluddin Al-Afghani; di Turki dengan tokoh-tokohnya seperti Mehmet Sedik Rifat, Nemik Kamal dan Zia Gokalp; di India seperti Ahmad Khan, Ameer Ali, dan Muhammad Iqbal. Semua pembaru ini berpendapat bahwa untuk mengejar ketinggalan itu, umat Islam harus menghidupkan kembali pemikiran rasional agamis Zaman Islam Klasik dengan perhatian yang besar pada sains dan teknologi. Abad kesembilan belas ini dianggap sebagai permulaan Zaman Modern Dunia Islam.
Sejak abad kesembilan belas ini kembali tumbuh di Dunia Islam pemikiran rasional yang agamis dengan perhatian pada filsafat, sains dan teknologi. Diabad kedua puluh perkembangan itu lebih maju lagi, lahir interpretasi rasional dan baru atas Al-Quran dan hadis. Pemikiran tradisional Islam segera mendapat tantangan dari pemikiran rasional agamis ini.
Dalam pemikiran rasional agamis manusia punya kebebasan dan akal punya kedudukan tinggi dalam memahami ajaran-ajaran Al-Quran dan hadis. Kebebasan hanya terikat pada ajaran-ajaran absolut kedua sumber utama itu,yakni ajaran-ajaran yang disebut dalam istilah qath’iy al-wurud dan qath’iy al-dalalah. Maksudnya ayat Al-Quran dan hadis ditangkap sesuai dengan pendapat akal. Dengan demikian timbullah interpretasi yang bercorak majazi atau metaforis dari teks ajaran-ajaran dasar yang terdapat dalam kedua sumber itu. Dengan kata lain, dalam pemikiran rasional agamis diusahakan pemahaman ayat dan hadis sedemikian sehingga sesuai dengan pendapat akal dengan syarat tidak bertentangan dengan ajaran absolut tersebut.
Dalam pemikiran tradisional, peran akal tidak begitu menentukan dalam memahami ajaran Al-Quran dan hadis. Seperti telah disinggung diatas, pemikiran tidak hanya terikat pada Al-Quran dan hadis, tetapi juga pada ajaran-ajaran hasil ijtihad ulama Zaman Klasik yang jumlahnya sangat banyak. Disamping itu, pemikiran tradisional terikat pada arti lafzbi dari teks ayat Al-Quran dan hadis. Pemikiran tradisional itu sulit menyesuaikan diri dengan perkembangan modern sebagai hasil dari filsafat, sains dan teknologi.
STUDI ISLAM DI TIMUR TENGAH DAN DUNIA MUSLIM
1800-2000 (MASA KEBANGKITAN ISLAM)
• Islam bangkit dengan melihat Barat sebagai Cermin kemajuan Peradaban
• Wilayah-wilayah Islam menjadi negara-negara merdeka dari Penjajahan Barat.
• Tahun 1991 Muncul Ide Oksidentalisme (Lawan Orientalisme) yang dikemukakan oleh Hasan Hanafi Ilmuwan Mesir
• 1991 Gerakan Islamisasi Ilmu pengetahuan Ismail R al-Faruqi, Naquib al- Attas dll.
1. “Studi Islam” diwilayah Islam dilakukan oleh para ulama Baik yang berpendidikan Barat maupun Berpendidikan Timur Tengah
2. Pendekatan yang digunakan Pendekatan Normatif, Pendekatan pendekatan yang diimpor dari barat, dan Pendekatan-pendekatan “Modifikasi” ilmuwan Islam.
3. Keilmuan yang Berkembang; Keilmuwan Keagamaan warisan Era klasik, Keilmuwan Barat (karya Orientalis), dan Karya-karya ilmuwan Islam.
4. Lembaga Kajian Islam; Universitas di Timur Tengah, Universitas dunia Muslim, Lembaga-lembaga kajian Islam.
Contoh Gerakan Kebangkitan Keilmua Islam;
1. Oksidentalisme;
a. Cultural Shock, ditandai kesenjangan Keilmuwan
b. Era Revolusi, bangkitnya timur melawan kolonialisme
c. Reformasi, mengapa Umat Islam mundur, sedangkan yang lain maju.
d. Mengirim Pelajar-pelajar ke Luar Negeri (Barat khususnya)
e. Gerakan penerjemahan-penerjemahan buku-buku Barat
f. Penulisan Buku-buku baik bersifat auto kritik islam maupun mengkritik Barat
g. Menjamurnya Madzhab-madzhab keilmuwan Barat di Dunia Muslim
h. Timbul Kesadaran “Ketercerabutan diri” dan muncul kesadaran Oksidentalisme
_ Sikap Oksidentalisme melawan barat;
a. Penguasaan tradisi dan budaya Eropa (barat)
b. Menyadari bahwa Eropa (barat) merupakan bagian dari sejarah manusia yang tak terpisah
c. Mengembalikan tradisi dan budaya barat ke asalnya semula dan mengakhiri ghazwul fikri dan ghazwu al-tsaqafah
d. Menghapuskan mitos “budaya Internasional”
e. Penulisan Kembali bsejarah dengan meletakkan barat pada proporsi yang sebenarnya.
f. Usaha yang lebih aktif untuk meraih kebebasan sebagaimana amanah Syahadat la ilaha Illalah
g. Studi Islam di Timur Tengah
2. Islamisasi Ilmu Pengetahuan Ismail R al-Faruqi, Naguib al-Attas.
a. Menumbuhkan kesadaran diri dengan menunjukkan bahwa kekurangan-kekurangan sistem Pengetahuan Barat dan Produk-produknya di Dunia islam, Kelemahan kelemahan buku barat, dan menawarkan kemungkinan kemungkinan penyelesaian yang ditempuh.
b. Pendirian universitas-universitas islam (islami) sebagai alternatif universitas-universitas Barat.