head

Breaking News
Loading...
Saturday, March 18, 2017

Pengertian Syirkah, dasar, rukun, syarat dan jenis syirkah

10:52 AM
A. Pengertian Syirkah

Kata syirkah dalam bahasa Arab berasal dari kata syarika (fi’il mâdhi), yasyraku (fi’il mudhâri’), syarikan/syirkatan/syarikatan (mashdar/kata dasar); artinya menjadi sekutu atau temannya.
Menurut bahasa Arab (etimologis), syirkah berarti
campur. Kata dasarnya boleh dibaca syirkah, boleh juga dibaca syarikah. Akan tetapi, menurut Al-Jaziri dalam Al-Fiqh ‘alâ al-Madzâhib al-Arba’ah, dibaca syirkah lebih fasih (afshah).
Menurut hukum syara’, syirkah adalah suatu akad antara dua pihak atau lebih, yang bersepakat untuk melakukan suatu usaha dengan tujuan memperoleh keuntungan. 

Menurut istilah syirkah adalah akad perjanjian yang menetapkan adanya hak milik bersama antara dua orang atau lebih yang bersekutu/ bersero.
Definisi syirkah:
  1. Menurut mazhab Maliki adalah suatu izin bertasharruf (pengelolaan harta) bagi masing-masing pihak yang bersertifikat.
  2. Menurut mazhab Hambali, syirkah adalah persekutuan dalam hal hak dan tasharruf (pengelolaan harta).
  3. Menurut Syafi'i, syirkah adalah berlakunya hak atas sesuatu bagi dua pihak atau lebih dengan tujuan persekutuan.
  4. Sayyid Sabiq mengatakan bahwa syirkah adalah akad antara orang  Arab yang berserikat dalam hal modal dan keuntungan.
  5. M. Ali Hasan mengatakan bahwa syirkah adalah suatu perkumpulan  atau organisasi yang beranggotakan orang-orang atau badan hukum yang bekerja sama dengan penuh kesadaran untuk meningkatkan kesejahteraan anggota atas dasar sukarela secara kekeluargaan.
Berdasarkan pengertian syirkah diatas, syirkah adalah kerjasama antara dua orang atau lebih dalam suatu usaha perjanjian guna melakukan usaha secara bersama-sama serta keuntungan dan kerugian juga ditentukan sesuai dengan perjanjian.

B. Dasar Syirkah

Ada beberapa dasar hukum syirkah yang menjadi pegangan bagi para ulama, yaitu:

1.    Al-Qur'an
"… maka mereka bersekutu dalam yang sepertiga …" (QS. An-Nisa': 12).
Dan
"Dan sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang berserikat itu sebagian mereka berbuat zalim kepada sebagian yang lain, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh" (QS. Shad: 24) 

Kedua ayat diatas menunjukkan perkenan dan pengakuan Allah SWT, akan adanya perserikatan dalam kepemilikan harta, hanya saja dalam surah An-Nisa': 12 perkongsian terjadi secara otomatis (jabr) karena waris, sedangkan dalam surah Shad: 24 terjadi atas dasar akad (ikhtiyar).
2.    Hadits
Hadits yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dan disahkan oleh Hakim. 

"Dari Abu Hurairah RA menceritakan, bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Allah SWT berfirman: Aku jadi yang ketiga dari dua orang yang berserikat, selama tidak berkhianat terhadap temannya, jika ia berkhianat, maka aku harus keluar dari mereka berdua itu". (HR. Abu Dawud dan disahkan oleh Hakim).
Hadits ini menerangkan, bahwa jika dua orang bekerja sama dalam satu usaha, maka Allah ikut menemani dan memberikan berkah-Nya, selama tidak ada teman yang mengkhianatinya. Koperasi akan jatuh nilainya jika terjadi penyelewengan oleh pengurusnya. Inilah yang diperingatkan Allah SWT, bahwa dalam berkoperasi masih banyak jalan dan cara yang memungkinkan untuk berkhianat terhadap sesama anggotanya. Itulah koperasi yang dijauhi atau diangkat berkahnya oleh Allah SWT, maka kejujuran harus diterapkan kembali.
Hadits lain yang diriwayatkan oleh Ahmad dan Ibnu Majah.
"Dari Saib Al-Makhzumi sekutu Nabi Muhammad SAW sejak Sebelum jadi Rasul, ia datang pada hari penaklukan Makah, maka ia berkata, dipersilahkan selamat datang saudaraku dan sekutuku". (HR. Ahmad dan Abu Daud dan Ibnu Majah)
Dan dari riwayat yang sama
"Dan dari Saib bin Abi Saib, sesungguhnya ia berkata kepada Nabi SAW: engkau pernah menjadi kongsiku pada (zaman) jahiliyah, (ketika itu) engkau adalah kongsiku yang paling baik. Engkau tidak mencegah aku, dan tidak mengatai-ngatai kepadaku". (HR. Abu Daud dan Ibnu Majah).
Dengan melihat hadis tersebut diketahui bahwa masalah serikat (koperasi) sudah dikenal sejak sebelum Islam datang, dan dimuat dalam buku-buku ilmu fiqh Islam. Dimana koperasi termasuk usaha ekonomi yang diperbolehkan dan termasuk salah satu cabang usaha.
3.    Ijma'
Ibnu Qudamah dalam kitabnya Al Mughni yang dikutip oleh Muhammad Syafi'i Antonio dalam bukunya Bank Syari'ah dari Teori ke Praktik, telah berkata: "Kaum muslimin telah berkonsesus terhadap legitimasi musyarokah secara global walaupun terdapat perbedaan dalam beberapa elemen darinya. 

C. Hukum Syirkah
Syirkah hukumnya jâ'iz (mubah), berdasarkan dalil Hadis Nabi saw. berupa taqrîr (pengakuan) beliau terhadap syirkah. Pada saat beliau diutus sebagai nabi, orang-orang pada saat itu telah bermuamalah dengan cara ber-syirkah dan Nabi saw. membenarkannya. Nabi saw. bersabda, sebagaimana dituturkan Abu Hurairah ra:

Allah SWT Berfirman, ”aku adalah yang ketiga pada dua orang yang bersekutu selama salah seorang dari keduanya tidak menghianati temannya, aku akan keluar dari persekutuan tersebut apabila salah seorang menghianatinya.” (HR. Abu Dawud dan Hakim dan menyahihkan sanadnya).

D. Rukun syirkah
  1. Ada sighotnya (lafadz akad/ijab qabul)
  2. Ada orang yang berakad (‘âqidâni), syaratnya harus memiliki kecakapan (ahliyah) melakukan tasharruf (pengelolaan harta)
  3. Adanya obyek akad (mahal), disebut juga ma’qûd ‘alayhi, Yakni yang mencakup pekerjaan (amal) dan modal (mâl)

E. Syarat Syirkah
 
syarat syirkah masih dibagi menjadi tiga yaitu:
  1. syarat  lafadz, syarat menjadi anggota, dan syarat  modal perkongsian.Syarat lafadz. Kalimat akad hendaklah mengandung arti izin buat menjalankan barang perserikatan. Umpamanya salah seorang diantara keduanya berkata: “kita berserikat pada barang ini, dan saya izinkan engkau menjalankannya dengan jalan jual beli dan lain-lain” jawab yang lainnya, “ saya seperti yang engkau katakan itu”.
  2. Syarat menjadi anggota perserikatan: Berakal, Baligh dan Merdeka.
  3. Syarat modal perkongsian:
  • Modal hendaknya berupa uang ( emas atau perak) atau barang yang dapat ditimbang atau ditakar. Misalnya beras, gula dll.
  • Dua barang itu hendaknya dicampurkan sebelum akad sehingga antara kedua barang tidak dapat dibedakan lagi.

F. Macam Syirkah

Ulama fiqih membagi syirkah dalam dua bentuk, yaitu syirkah amlak dan syirkah uqud.
1.    Syirkah Amlak (perserikatan dalam kepemilikan)
Syirkah Amlak adalah pemilikan suatu jenis barang oleh lebih dari satu orang. Syirkah ini terjadi pada harta warisan, atau hibah kepada lebih dari satu orang. Harta ini menjadi milik mereka bersama dan diusahakan bersama. Syirkah dalam kategori terbagi menjadi dua bentuk:

a.    Syirkah Ikhtiari,
bahwa dua orang dihibahkan atau diwasiatkan sesuatu, lalu mereka berdua. Demikian pula halnya jika mereka memberi sesuatu yang mereka bayar berdua, maka barang yang mereka beli itu sebagai syirkah milik.
b.    Syirkah jabari,
adalah sesuatu yang berstatus sebagai milik lebih dari satu orang, karena mau tak mau harus demikian, artinya tanpa adanya usaha mereka dalam proses pemilikan barang tersebut, misalnya harta warisan tanpa adanya usaha dari pemilik, barang menjadi mereka berdua.

2.    Syirkah Uqud
Syirkah uqud yaitu, bahwa dua orang atau lebih melakukan akad untuk bergabung dalam suatu kepentingan harta dan hasilnya berupa keuntungan.
Ulama fiqih berbeda pendapat tentang bentuk-bentuk serikat yang termasuk dalam syirkah uqud ini.
  • An-Nabhani berpendapat bahwa semua itu adalah syirkah yang dibenarkan syariah Islam, sepanjang memenuhi syarat-syaratnya.
  • Menurut ulama Hanafiyah, yang sah hanya empat macam, yaitu: syirkah inân, abdan, mudhârabah, dan wujûh.
  • Menurut ulama Malikiyah, yang sah hanya tiga macam, yaitu: syirkah inân, abdan, dan mudhârabah.
  • Menurut ulama Syafi’iyah, Zahiriyah, dan Imamiyah, yang sah hanya syirkah inân dan mudhârabah.
Macam macam syirkah uqud:
a)    Syirkah Inân
adalah syirkah antara dua pihak atau lebih yang masing-masing memberi konstribusi kerja (‘amal) dan modal (mâl). Syirkah ini hukumnya boleh berdasarkan dalil as-Sunnah dan Ijma Sahabat.
Contoh syirkah inân: A dan B insinyur teknik sipil. A dan B sepakat menjalankan bisnis properti dengan membangun dan menjual belikan rumah. Masing-masing memberikan konstribusi modal sebesar Rp 500 juta dan keduanya sama-sama bekerja dalam syirkah tersebut.
Dalam syirkah ini, disyaratkan modalnya harus berupa uang (nuqûd); sedangkan barang (‘urûdh), misalnya rumah atau mobil, tidak boleh dijadikan modal syirkah, kecuali jika barang itu dihitung nilainya (qîmah al-‘urûdh) pada saat akad.
Keuntungan didasarkan pada kesepakatan, sedangkan kerugian ditanggung oleh masing-masing mitra usaha (syarîk) berdasarkan besarnya modal. Jika, misalnya, masing-masing modalnya 50%, maka masing-masing menanggung kerugian sebesar 50%.
Diriwayatkan oleh Abdur Razaq dalam kitab Al-Jâmi’, bahwa Ali bin Abi Thalib ra. pernah berkata,”Kerugian didasarkan atas besarnya modal, sedangkan keuntungan didasarkan atas kesepakatan mereka (pihak-pihak yang bersyirkah”. 

b)    Syirkah ‘Abdan
adalah syirkah antara dua pihak atau lebih yang masing-masing hanya memberikan konstribusi kerja (‘amal), tanpa konstribusi modal (mâl). Konstribusi kerja itu dapat berupa kerja pikiran (seperti pekerjaan arsitek atau penulis) ataupun kerja fisik (seperti pekerjaan tukang kayu, tukang batu, sopir dan sebagainya).  Syirkah ini disebut juga syirkah ‘amal.
Contohnya: Pemborong ikan memberikan modal (perahu ,bahan bakar dan alat penangkap ikan) kepada A dan B yang keduanya adalah nelayan, setalah itu kedua nelayan mendapatkan upahnya yang akan dibagi rata atau berdasarkan kesepakatan bersama.

Dalam syirkah ini tidak disyaratkan kesamaan profesi atau keahlian, tetapi boleh berbeda profesi. Jadi, boleh saja syirkah‘abdan terdiri dari beberapa tukang kayu dan tukang batu. Namun  disyaratkan bahwa pekerjaan yang dilakukan merupakan pekerjaan halal.  tidak boleh berupa pekerjaan haram, misalnya, beberapa pemburu sepakat berburu babi hutan (celeng).
Keuntungan yang diperoleh dibagi berdasarkan kesepakatan; nisbahnya boleh sama dan boleh juga tidak sama di antara mitra-mitra usaha (syarîk).

Syirkah ‘abdan hukumnya boleh berdasarkan dalil as-Sunnah. Ibnu Mas’ud ra. pernah berkata, "Aku pernah berserikat dengan Ammar bin Yasir dan Sa’ad bin Abi Waqash mengenai harta rampasan perang pada Perang Badar. Sa’ad membawa dua orang tawanan, sementara aku dan Ammar tidak membawa apa pun." [HR. Abu Dawud dan al-Atsram].
Hal itu diketahui Rasulullah Saw dan beliau membenarkannya dengan taqrîr beliau.
c)    Syirkah Mudhârabah
adalah syirkah antara dua pihak atau lebih dengan ketentuan, satu pihak memberikan konstribusi kerja (‘amal), sedangkan pihak lain memberikan konstribusi modal (mâl). Istilah mudhârabah dipakai oleh ulama Irak, sedangkan ulama Hijaz menyebutnya qirâdh.
Contoh: A sebagai pemodal (shâhib al-mâl/rabb al-mâl) memberikan modalnya sebesar Rp 10 juta kepada B yang bertindak sebagai pengelola modal (‘âmil/mudhârib) dalam usaha perdagangan umum (misal, usaha toko kelontong).
Hukum syirkah mudhârabah adalah jâ’iz (boleh) berdasarkan dalil as-Sunnah (taqrîr Nabi Saw) dan Ijma Sahabat. Dalam syirkah ini, kewenangan melakukan tasharruf hanyalah menjadi hak pengelola (mudhârib/‘âmil). Pemodal tidak berhak turut campur dalam tasharruf. Namun demikian, pengelola terikat dengan syarat-syarat yang ditetapkan oleh pemodal.
Jika ada keuntungan, ia dibagi sesuai kesepakatan di antara pemodal dan pengelola modal, sedangkan kerugian ditanggung hanya oleh pemodal. Sebab, dalam mudhârabah berlaku hukum wakalah (perwakilan), sementara seorang wakil tidak menanggung kerusakan harta atau kerugian dana yang diwakilkan kepadanya. Namun demikian, pengelola turut menanggung kerugian, jika kerugian itu terjadi karena kesengajaannya atau karena melanggar syarat-syarat yang ditetapkan oleh pemodal.
d)    Syirkah Wujûh
adalah syirkah antara dua pihak (misal A dan B) yang sama-sama memberikan konstribusi kerja (‘amal), dengan pihak ketiga (misalnya C) yang memberikan konstribusi modal (mâl). Dalam hal ini, pihak A dan B adalah tokoh masyarakat. Syirkah semacam ini hakikatnya termasuk dalam syirkah mudhârabah sehingga berlaku ketentuan-ketentuan syirkah mudhârabah padanya.

Bentuk kedua syirkah wujûh adalah syirkah antara dua pihak atau lebih yang ber-syirkah dalam barang yang mereka beli secara kredit, atas dasar kepercayaan pedagang kepada keduanya, tanpa konstribusi modal dari masing-masing pihak (An-Nabhani, 1990: 154). Misal: A dan B adalah tokoh yang dipercaya pedagang. Lalu A dan B ber-syirkah wujûh, dengan cara membeli barang dari seorang pedagang (misalnya C) secara kredit. A dan B bersepakat, masing-masing memiliki 50% dari barang yang dibeli. Lalu keduanya menjual barang tersebut dan keuntungannya dibagi dua, sedangkan harga pokoknya dikembalikan kepada C (pedagang).
Dalam syirkah wujûh kedua ini, keuntungan dibagi berdasarkan kesepakatan, bukan berdasarkan prosentase barang dagangan yang dimiliki; sedangkan kerugian ditanggung oleh masing-masing mitra usaha berdasarkan prosentase barang dagangan yang dimiliki, bukan berdasarkan kesepakatan. Syirkah wujûh kedua ini hakikatnya termasuk dalam syirkah ‘abdan.
Hukum kedua bentuk syirkah di atas adalah boleh, karena bentuk pertama sebenarnya termasuk syirkah mudhârabah, sedangkan bentuk kedua termasuk syirkah ‘abdan.
e)    Syirkah Mufâwadhah
adalah syirkah antara dua pihak atau lebih yang menggabungkan semua jenis syirkah di atas (syirkah inân, ‘abdan, mudhârabah, dan wujûh). Syirkah mufâwadhah dalam pengertian ini, menurut An-Nabhani adalah boleh. Sebab, setiap jenis syirkah yang sah ketika berdiri sendiri, maka sah pula ketika digabungkan dengan jenis syirkah lainnya.

Keuntungan yang diperoleh dibagi sesuai dengan kesepakatan, sedangkan kerugian ditanggung sesuai dengan jenis syirkah-nya; yaitu ditanggung oleh para pemodal sesuai banyak modal (jika berupa syirkah inân), atau ditanggung pemodal saja (jika berupa syirkah mudhârabah) atau ditanggung mitra-mitra usaha berdasarkan persentase barang dagangan yang dimiliki (jika berupa syirkah wujûh).
G.    Hal yang Membatalkan atau MENGAKHIRI SYIRKAH
  1. Setiap pihak boleh mengakhiri perjanjian kapan saja.
  2. Perjanjian dapat juga diakhiri karena suatu batas waktu tertentu.
  3. Perjanjian berakhir dengan kematian salah seorang dari pihak pihak tersebut. Jika anggota lebih dari dua orang maka anggota lain dapat melanjutkan perjanjian.
  4. Modal para anggota syirkah lenyap sebelum dibelanjakan atas nama  syirkah.

versi doc. Syirkah
Newer Post
Previous
This is the last post.
 
Toggle Footer