BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Persoalan Zakat adalah sesuatu yang tidak pernah habis dibicarakan, wacana tersebut terus bergulir mengikuti
Semestinya zakat adalah menjadi sebuah gerakan kesadaran kolektif, Karena Zakat bukan hanya sekedar kewajiban yang mengandung nilai teologis, tetapi juga kewajiban finansial yang mengandung nilai sosial yang tinggi. Persoalan ini, tidak lepas juga dari pamahaman umat (yang wajib zakat) terhadap makna subsansi zakat. Zakat hanya sebagai suatu kewajiban agama (teologis) untuk membersihkan harta milik dari kekotoran.
Pemahaman masyarakat seperti itu tentang zakat, akhirnya zakat di berikan tanpa melihat sisi kemanfaatan ke depan bagi yang berhak menerimanya (Mustahiq). Tanpa melihat, bahwa Zakat memainkan peran penting dan signifikan dalam distribusi pendapatan dan kekayaan serta berpengaruh nyata pada tingkah laku konsumen. Dengan zakat distibusi lancar dan kekayaan tidak melingkar di sekitar golongan elit (konglomerat). Namun akhir-akhir ini kesadaran di kalangan umat Islam menengah atas lainnya makin membaik. Selain membayar pajak mereka juga membayar zakat. Kedua, meningkatnya kesadaran umat Islam dalam membayar zakat tidak disertai dengan pengumpulan dan penyaluran yang terencana secara komprehensif. Bagaimana zakat yang punya peran sangat penting dalam menentukan ekonomi umat bisa dapat terkelola dengan baik dan professional-produktif. Pengelolaan yang tidak baik dan profesional menjadikan zakat tidak produktif dalam ikut andil mengembangkan ekonomi umat. Kita dulu punya BAZIS (Badan Amil Zakat dan Shodaqah) yang semi-pemerintah, sekarang kita punya Badan Amil Zakat (BAZ) dan Lembaga Amil Zakat (LAZ) yang dibina oleh pemerintah atas keinginan masyarakat. Hanya saja, system kelembagaan zakat tidak sama dengan lembaga pajak yang sudah dinilai kuat, tampaknya BAZIS/ BAZ/ LAZ masih terkesan lemah dan tidak mudah menetapkan target. Ditambah lagi dengan persoalan amanah yang kurang dimiliki oleh penyelenggara zakat. Sebenarnya, ada tiga kata kunci yang harus dipegang oleh organisasi pengelola zakat agar menjadi good organization governance, yaitu Amanah, Professional dan Transparan. Ketiga, sisi pendukung Legal-formal kita kurang proaktif dalam melihat potensi zakat yang sekaligus sebagai aplikasi dari ketaatan kepada agama bagi umat Islam. Potensi zakat secara finansial dalam setahun di Indonesia bisa terkumpul mencapai 2 trilliun rupiah. Jumlah itu baru yang bisa di hitung dari jumlah orang kaya (muzakki) yang terdeteksi. Tapi kenyataannya, pengumpulan zakat, masih dibawah standar rasio rata-rata jumlah umat Islam yang kena kewajiban zakat (muzakki). Semestinya sebagai negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam, negara proaktif dalam menyikapi kebutuhan umat, dimana ajaran Islam yang asasi seperti zakat menjadi tulang punggung perekonomian umat dengan melahirkan Undang-undang zakat dari sejak kemerdekaan.
Lahirnya Undang-undang No. 38 Tahun 1999 tentang pengelolaan Zakat yang disahkan pada tanggal 23 September 1999, walau tidak ada kata terlambat, tidak begitu banyak memberikan angin segar kepada umat Islam dalam mewujudkan suatu tatanan perekonomian yang kuat. Tetapi kita masih bisa bersyukur, dengan lahirnya Undang-undang tersebut, walau terjadi tarik menarik kepentingan (penguasa dan rakyat) dalam lahirnya Undang-undang tersebut. Ditambah lagi dengan adanya perubahan atas Undang-undang PPh No. 17 Tahun 2000 yang disahkan tanggal 2 Agustus 2000 dimana zakat menjadi pengurang pembayaran pajak.penghasilan. Kedua undang-undang tersebut memberikan jaminan kepada umat Islam bahwa zakat akan terkelola dengan baik, walau tidak sedikit kekhawatiran bahwa undang-undang itu hanya sebuah gerakan yang setengah hati yang hanya membesarkan hati umat Islam dan akan berhenti di tengah jalan.
Kekhawatiran itu tenyata terbukti dengan adanya stagnanisasi dalam usaha sosialisasi dan realisasi kedua undang-undang tersebut. Terjadinya banyak kendala dalam sosialisasi, realisasi dan tekhnis menjadi faktor yang sangat dominan dalam terjadinya stagnan undang-undang tersebut. Kenapa hal ini bisa terjadi ? kita mungkin melihat dengan kaca mata sinis terhadap pemerintah dalam menerapkan konsep zakat, dengan mengatakan, bahwa Undang-undang zakat yang ada hanya sebagai gerakan setengah hati. Atau kita bisa melihat dengan beragam kelemahan yang ada pada Undang-undang No. 38/99 tentang Pengelolaan Zakat dan UU No. 7/83 Jo.UU No.10/94 Jo.UU No. 17/2000 tentang Pajak Penghasilan sebagai pengurang pembayaran pajak apabila sudah membayar zakat bagi umat Islam. kelemahan Undang-undang: “metode Prepaid Tax lebih baik ketimbang metode Deductible Expenses yang digunakan dalam UU No. 38/99, karena sebetulnya hanya merupakan usaha excuse dari aparat ditjen pajak untuk menunjukkan toleransi birokrasi terhadap ketentuan berzakat umat Islam.”
B. Rumusan Masalah
Dari latar belaakng tersebut dapat ditarik permasalahan yaitu:
B. Rumusan Masalah
Dari latar belaakng tersebut dapat ditarik permasalahan yaitu:
- Apa sajakah permasalahan yang terdapat pada manajemen zakat di Indonesia?
- Bagaimana solusinya untuk permasalahan manajemen zakat tersebut?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Beberapa Permasalahan Zakat di IndonesiaMakin hari makin besar harapan umat Islam di Indonesia agar pelaksanaan pemungutan zakat dapat dilakukan dengan sebaik-baiknya. Harapan ini dalam berbagai kesempatan oleh para pemimipin Islam, baik yang mempunyai kedudukan formal maupun informal (Pedoman Zakat (9), 1982). Berbagai usaha telah dilakukan untuk mewujudkannya, baik oleh badan-badan resmi seperti Departemen Agama, Pemerintah Daerah maupun oleh organisasi-organisasi Islam swasta.
Yang mendorong masyarakat Islam melaksanakan pemungutan zakat di tanah air/di Indonesia:
1. Keinginan umat Islam di Indonesia untuk menyempurnakan pelaksanaan ajaran agama. Setelah mendirikan shalat, berpuasa selama bulan ramadhan dan bahkan menunaikan ibadah haji ke Mekkah, umat Islam semakin menyadari perlunya penunaian zakat sebagai kewajiban agama. Kewajiban yang harus dilaksanakan oleh setiap orang yang mampu melaksanakannya karena telah memenuhi syarat-syarat yang ditentukan.
2. Kesadaran yang semakin meningkat di kalangan umat Islam tentang potensi zakat jika dimanfaatkan sebaik-baiknya, akan dapat memecahkan berbagai masalah social di Indonesia, seperti pemeliharaan anak-anak terlantar, yatim piatu, penyelenggaraan pendidikan, dan lain-lain
3. Di dalam sejarah Islam, lembaga zakat ini telah mampu antara lain
- Melindungi manusia dari kehinaan dan kemelaratan
- Menumbuhkan solidaritas social antara sesama antara anggotaa masyarakat.
- Mempermudah pelaksanaan tugas-tugas kemasyarakatan yang berhubungan dengan kepentingan umum
- Mencegah akumulasi kekayaan pada golongan atau beberapa golongan orang tertentu.
Usaha-usah untuk mewujudkan pengembangan dan pengelolaan zakat di Indonesia ini makin lama makin tumbuh dan berkembang. Selain dari dilakukan oleh masyarakat sendiri, juga didorong pengembangannya oleh Pemerintah Daerah.
Walaupun dorongan untuk merealisasikan zakat itu cukup besar, namun masih terdapat masalah-masalah tertentu yang menjadi hambatan pelaksanaanya. Di antaranya adalah :
1. Pemahaman Zakat
Yang dimaksud dengan pemahaman di sini adalah pengertian umat Islam tentang lembaga zakat itu. Pengertian mereka sangat terbatas kalau dibandingkan dengan pengertian mereka tentang shalat dan puasa. Hal ini disebabkan karena pendidikan keagamaan Islam di masa yang lampau kurang menjelaskan pengertian dan masalah zakat. Akibatnya karena kurang paham, umat Islam kurang pula melaksanakannya (Pedoman Zakat (2), 1982 :9).
1. Pemahaman Zakat
Yang dimaksud dengan pemahaman di sini adalah pengertian umat Islam tentang lembaga zakat itu. Pengertian mereka sangat terbatas kalau dibandingkan dengan pengertian mereka tentang shalat dan puasa. Hal ini disebabkan karena pendidikan keagamaan Islam di masa yang lampau kurang menjelaskan pengertian dan masalah zakat. Akibatnya karena kurang paham, umat Islam kurang pula melaksanakannya (Pedoman Zakat (2), 1982 :9).
2. Konsepsi Fiqih Zakat
Yang dimaksud dengan konsepsi fikih zakat adalah konsep pengertian dan pemahaman mengenai zakat hasil ijtihad manusia. Di dalam al-Quran hanya disebutkan pokok-pokoknya saja yang kemudian dijelaskan oleh sunnah Nabi Muhammad. Penjabarannya, yang tercantum dalam kitab-kitab fikih lama, namun tidak sesuai lagi dengan keadaan sekarang. Fikih zakat yang ada yang diajarkan pada lembaga-lembaga pendidikan Islam di Indonesia hampir seluruhnya hasil perumusan para ahli beberapa abad yang lalu, yang dipengaruhi oleh situasi dan kondisi masa itu. Perumusan tersebut banyak yang tidak tepat lagi untuk dipergunakan mengatur zakat dalam masyarakat modern sekarang. Pertumbuhan ekonomi Indonesia yang sekarang mempunyai sektor-sektor industri, pelayanan jasa. Dalam fikih zakat yang ada sekarang yang wajib dizakati hanya emas, perak, barang-barang niaga, makanan yang mengenyangkan, binatang peliharaan seperti unta, sapi, domba, dan sebagainya. Disebut juga barang-barang tambang dan temuan, tetapi hanya terbatas pada emas dan perak saja. (Pedoman Zakat (1), 1982:15). Selain dari itu tidak disebutkan lagi. Yang demikian, memang sesuai dengan perkembangan masyarakat Islam di masa yang lalu, tetapi tidak cocok lagi dengan keadaaan sekarang.
3. Pembenturan Kepentingan
Yang dimaksud dengan pembenturan kepentingan adalah pembenturan kepentingan organisasi-organisasi atau lembaga-lembaga sosial Islam yang memungut zakat selama ini, misalnya BAZIS atau BAZ sebagai lembaga atau organisasi amil zakat baru. Kalau pengumpulan zakat dilakukan secara terkoordinasi dalam badan-badan baru itu, lembaga yang lama merasa khawatir kepentingannya akan terganggu (Pedoman Zakat (1), 1982:16). Sesungguhnya kekhawatiran ini tidak perlu ada asal saja semua dilaksanakan dengan tertib dan berencana, baik mengenai pengumpulan maupun tentang pendayagunaanya.
Yang dimaksud dengan konsepsi fikih zakat adalah konsep pengertian dan pemahaman mengenai zakat hasil ijtihad manusia. Di dalam al-Quran hanya disebutkan pokok-pokoknya saja yang kemudian dijelaskan oleh sunnah Nabi Muhammad. Penjabarannya, yang tercantum dalam kitab-kitab fikih lama, namun tidak sesuai lagi dengan keadaan sekarang. Fikih zakat yang ada yang diajarkan pada lembaga-lembaga pendidikan Islam di Indonesia hampir seluruhnya hasil perumusan para ahli beberapa abad yang lalu, yang dipengaruhi oleh situasi dan kondisi masa itu. Perumusan tersebut banyak yang tidak tepat lagi untuk dipergunakan mengatur zakat dalam masyarakat modern sekarang. Pertumbuhan ekonomi Indonesia yang sekarang mempunyai sektor-sektor industri, pelayanan jasa. Dalam fikih zakat yang ada sekarang yang wajib dizakati hanya emas, perak, barang-barang niaga, makanan yang mengenyangkan, binatang peliharaan seperti unta, sapi, domba, dan sebagainya. Disebut juga barang-barang tambang dan temuan, tetapi hanya terbatas pada emas dan perak saja. (Pedoman Zakat (1), 1982:15). Selain dari itu tidak disebutkan lagi. Yang demikian, memang sesuai dengan perkembangan masyarakat Islam di masa yang lalu, tetapi tidak cocok lagi dengan keadaaan sekarang.
3. Pembenturan Kepentingan
Yang dimaksud dengan pembenturan kepentingan adalah pembenturan kepentingan organisasi-organisasi atau lembaga-lembaga sosial Islam yang memungut zakat selama ini, misalnya BAZIS atau BAZ sebagai lembaga atau organisasi amil zakat baru. Kalau pengumpulan zakat dilakukan secara terkoordinasi dalam badan-badan baru itu, lembaga yang lama merasa khawatir kepentingannya akan terganggu (Pedoman Zakat (1), 1982:16). Sesungguhnya kekhawatiran ini tidak perlu ada asal saja semua dilaksanakan dengan tertib dan berencana, baik mengenai pengumpulan maupun tentang pendayagunaanya.
4. Hambatan Politis
Terdapat pula hambatan politis dalam penyelenggaraan pengumpulan zakat ini, sebab di dalam masyarakat masih terdapat kelompok-kelompok yang menghubungkan ibadah zakat tentang Piagam Jakarta (Pedoman Zakat (1), 1982:16). Pandangan ini tentu saja tidak dapat dibenarkan, karena pasal 29 ayat 2 UUD 1945 menjamin kebebasan penduduk untuk beribadah menurut agamanya. Zakat adalah ibadah yang wajib ditunaikan oleh setiap muslim yang memenuhi syarat, sama halnya dengan kewajiban melakukan ibadah shalat, puasa dan haji yang merupakan bagian dari syari’at Islam. Dengan atau tanpa Piagam Jakarta umat islam berkewajiban menjalankan syari’at agama. Zakat yang secara mikro merupakan ibadah umat Islam, secara makro dapat dimanfaatkan untuk memajukan kesejahteraan umum bangsa Indonesia.
Terdapat pula hambatan politis dalam penyelenggaraan pengumpulan zakat ini, sebab di dalam masyarakat masih terdapat kelompok-kelompok yang menghubungkan ibadah zakat tentang Piagam Jakarta (Pedoman Zakat (1), 1982:16). Pandangan ini tentu saja tidak dapat dibenarkan, karena pasal 29 ayat 2 UUD 1945 menjamin kebebasan penduduk untuk beribadah menurut agamanya. Zakat adalah ibadah yang wajib ditunaikan oleh setiap muslim yang memenuhi syarat, sama halnya dengan kewajiban melakukan ibadah shalat, puasa dan haji yang merupakan bagian dari syari’at Islam. Dengan atau tanpa Piagam Jakarta umat islam berkewajiban menjalankan syari’at agama. Zakat yang secara mikro merupakan ibadah umat Islam, secara makro dapat dimanfaatkan untuk memajukan kesejahteraan umum bangsa Indonesia.
5. Sikap Kurang Percaya
Di samping kesadaran yang makin tumbuh dalam masyarakat Islam Indonesia tentang pelaksanaan zakat, dalam masyarakat ada juga sikap kurang percaya terhadap penyelenggaraan zakat itu (Pedoman Zakat (1), 1982:16). Sikap ini sesungguhnya ditujukan kepada orang atau sekelompok orang yang mengurus zakat. Sikap ini adalah peninggalan sejarah, seperti sikap kurang percayanya orang terhadap penyelenggaraan koperasi, karena kesalahan-kesalahan yang dibuat oleh pengurusnya. Namun sikap ini akan dapat dikurangi, jika tidak dapat dihapuskan sama sekali, kalau diciptakan organisasi yang baik terutama system administrasinya, pengawasan yang ketat dan sempurna.
6. Sikap Tradisional
Penghambat yang lain adalah para wajib zakat terutama di pedesaan, menyerahkan zakatnya tidak kepada kedelapan kelompok atau beberapa dari delapan golongan yang berhak menerima zakat, tetapi kepada pemimpin agama setempat. Pemimpin agama ini tidak bertindak sebagai amil yang berkewajiban membagikan atau menyalurkan zakat kepada mereka yang berhak menerimanya, tetapi bertindak sebagai mustahiq (orang yang berhak menerima zakat) sendiri dalam kategori fisabilillah yakni orang yang berjuang di jalan Allah (Pedoman Zakat (1), 1982:16). Cara dan sikap ini tidak sepenuhnya salah, namun sikap tersebut sebaiknya ditinggalkan, diantaranya untuk menghindari penumpukan harta (zakat) pada orang tertentu, padahal salah satu dari tujuan zakat adalah pemerataan rezeki untuk mencapai keadilan sosial.
Di samping kesadaran yang makin tumbuh dalam masyarakat Islam Indonesia tentang pelaksanaan zakat, dalam masyarakat ada juga sikap kurang percaya terhadap penyelenggaraan zakat itu (Pedoman Zakat (1), 1982:16). Sikap ini sesungguhnya ditujukan kepada orang atau sekelompok orang yang mengurus zakat. Sikap ini adalah peninggalan sejarah, seperti sikap kurang percayanya orang terhadap penyelenggaraan koperasi, karena kesalahan-kesalahan yang dibuat oleh pengurusnya. Namun sikap ini akan dapat dikurangi, jika tidak dapat dihapuskan sama sekali, kalau diciptakan organisasi yang baik terutama system administrasinya, pengawasan yang ketat dan sempurna.
6. Sikap Tradisional
Penghambat yang lain adalah para wajib zakat terutama di pedesaan, menyerahkan zakatnya tidak kepada kedelapan kelompok atau beberapa dari delapan golongan yang berhak menerima zakat, tetapi kepada pemimpin agama setempat. Pemimpin agama ini tidak bertindak sebagai amil yang berkewajiban membagikan atau menyalurkan zakat kepada mereka yang berhak menerimanya, tetapi bertindak sebagai mustahiq (orang yang berhak menerima zakat) sendiri dalam kategori fisabilillah yakni orang yang berjuang di jalan Allah (Pedoman Zakat (1), 1982:16). Cara dan sikap ini tidak sepenuhnya salah, namun sikap tersebut sebaiknya ditinggalkan, diantaranya untuk menghindari penumpukan harta (zakat) pada orang tertentu, padahal salah satu dari tujuan zakat adalah pemerataan rezeki untuk mencapai keadilan sosial.
Adapun bentuk-bentuk kelemahan lain dalam pengelolaan zakat adalah sebagai berikut:
1. Kelemahan Pengelolaan Zakat dari Aspek Yuridis
Berdasarkan aspek yuridis terdapat kelemahan di dalam pelaksanaan UU No 38 Tahun 1999 Tentang Pengelolaan Zakat yaitu:
• Pertama, UU No. 38 Tahun 1999 Tentang Pengelolaan Zakat dinilai berpotensi menghambat perkembangan zakat. Salah satunya adalah tidak adanya pemisahan yang jelas antara fungsi regulasi, pengawasan, dan pelaksanaan dalam mengelola zakat. Kondisi tersebut dikhawatirkan memberikan dampak negatif bagi pengembangan zakat. Oleh sebab itu di dalam praktik terdapat kondisi yang tidak sehat. Misalnya, tidak ada pemisahan antara fungsi regulator, pengawas, dan operator.
• Kedua,. Berdasarkan ketentuan pasal 11 ayat 3 UU No 38 Tahun 1999 Tentang Pengelolaan Zakat yang berbunyi, “Zakat yang telah dibayarkan kepada badan amil zakat atau lembaga amil zakat dikurangkan dari laba / pendapatan sisa kena pajak dari wajib pajak yang bersangkutan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku”. Berdasarkan ketentuan pasal tersebut zakat hanya berlaku sebagai pengurang penghasilan kena pajak (PKP) sehingga tidak berdampak signifikan dalam mendorong perkembangan zakat di Indonesia.
• Ketiga, berkaitan dengan aturan organik mengenai teknis pelaksanaan dari UU No 38 Tahun 1999 Tentang pengelolaan zakat hanya dalam bentuk keputusan dan instruksi menteri. Keputusan tersebut adalah Keputusan Bersama Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia dan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 29 dan 47 Tahun 1991 tentang Pembinaan Badan Amil Zakat, Infaq dan Shadaqah diikuti dengan Instruksi Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1991 tentang Pembinaan Teknis Badan Amil Zakat, Infaq, dan Shadaqah dan Instruksi Menteri.
Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1998 tentang Pembinaan Umum Badan Amil Zakat, Infaq dan Shadaqah. Oleh sebab itu pengaturan organic mengenai teknis pengelolaan zakat di dalam Undang-Undang perlu disesuaikan dengan hirarki peraturan perundang-undangan sebagaimana tertuang di dalam pasal 7 UU No 10 Tahun 2004 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.
1. Kelemahan Pengelolaan Zakat dari Aspek Yuridis
Berdasarkan aspek yuridis terdapat kelemahan di dalam pelaksanaan UU No 38 Tahun 1999 Tentang Pengelolaan Zakat yaitu:
• Pertama, UU No. 38 Tahun 1999 Tentang Pengelolaan Zakat dinilai berpotensi menghambat perkembangan zakat. Salah satunya adalah tidak adanya pemisahan yang jelas antara fungsi regulasi, pengawasan, dan pelaksanaan dalam mengelola zakat. Kondisi tersebut dikhawatirkan memberikan dampak negatif bagi pengembangan zakat. Oleh sebab itu di dalam praktik terdapat kondisi yang tidak sehat. Misalnya, tidak ada pemisahan antara fungsi regulator, pengawas, dan operator.
• Kedua,. Berdasarkan ketentuan pasal 11 ayat 3 UU No 38 Tahun 1999 Tentang Pengelolaan Zakat yang berbunyi, “Zakat yang telah dibayarkan kepada badan amil zakat atau lembaga amil zakat dikurangkan dari laba / pendapatan sisa kena pajak dari wajib pajak yang bersangkutan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku”. Berdasarkan ketentuan pasal tersebut zakat hanya berlaku sebagai pengurang penghasilan kena pajak (PKP) sehingga tidak berdampak signifikan dalam mendorong perkembangan zakat di Indonesia.
• Ketiga, berkaitan dengan aturan organik mengenai teknis pelaksanaan dari UU No 38 Tahun 1999 Tentang pengelolaan zakat hanya dalam bentuk keputusan dan instruksi menteri. Keputusan tersebut adalah Keputusan Bersama Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia dan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 29 dan 47 Tahun 1991 tentang Pembinaan Badan Amil Zakat, Infaq dan Shadaqah diikuti dengan Instruksi Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1991 tentang Pembinaan Teknis Badan Amil Zakat, Infaq, dan Shadaqah dan Instruksi Menteri.
Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1998 tentang Pembinaan Umum Badan Amil Zakat, Infaq dan Shadaqah. Oleh sebab itu pengaturan organic mengenai teknis pengelolaan zakat di dalam Undang-Undang perlu disesuaikan dengan hirarki peraturan perundang-undangan sebagaimana tertuang di dalam pasal 7 UU No 10 Tahun 2004 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.
2. Kelemahan Pengelolaan Zakat dari Aspek Sosiologis
Berdasarkan dari aspek sosiologis kelemahan yang terdapat pada pengelolaan zakat yaitu:
• Pertama, terbatasnya pengetahuan masyarakat yang berkaitan dengan ibadah zakat. pengetahuan masyarakat tentang ibadah hanya shalat, puasa, dan haji.
• Kedua, Konsepsi zakat, yang masih dirasa terlalu sederhana dan tradisional. Sehingga di dalam pelaksanaanya hanya cukup dibagikan langsung sendiri lingkungannya atau kepada kyai yang disenangi.
• Ketiga, Kepercayaan muzakki kepada lembaga amil zakat masih rendah yang mana terdapat indikasi kekhawatiran dari masyarakat bahwa zakat yang diserahkan tidak sampai kepada yang berhak menerimanya (Mustahiq).
Berdasarkan survey PIRAC menyatakan bahwa masyarakat masih menyalurkan zakatnya ke panitia penampung zakat sekitar tempat tinggal 63,6%, masyarakat langsung menyalurkan dana zakat kepada yang berhak menerima sebesar 20%, dan yang menyalurkan ke BAZ, LAZ, dan yayasan sosial sebesar 12,5 %.
Berdasarkan dari aspek sosiologis kelemahan yang terdapat pada pengelolaan zakat yaitu:
• Pertama, terbatasnya pengetahuan masyarakat yang berkaitan dengan ibadah zakat. pengetahuan masyarakat tentang ibadah hanya shalat, puasa, dan haji.
• Kedua, Konsepsi zakat, yang masih dirasa terlalu sederhana dan tradisional. Sehingga di dalam pelaksanaanya hanya cukup dibagikan langsung sendiri lingkungannya atau kepada kyai yang disenangi.
• Ketiga, Kepercayaan muzakki kepada lembaga amil zakat masih rendah yang mana terdapat indikasi kekhawatiran dari masyarakat bahwa zakat yang diserahkan tidak sampai kepada yang berhak menerimanya (Mustahiq).
Berdasarkan survey PIRAC menyatakan bahwa masyarakat masih menyalurkan zakatnya ke panitia penampung zakat sekitar tempat tinggal 63,6%, masyarakat langsung menyalurkan dana zakat kepada yang berhak menerima sebesar 20%, dan yang menyalurkan ke BAZ, LAZ, dan yayasan sosial sebesar 12,5 %.
3. Kelemahan Pengelolaan Zakat Dari Aspek Institusi Dan Manajemen Zakat
Terdapat dualisme di dalam institusi pengelola zakat dalam menjalankan proses pengumpulan dan pendistribusian dana zakat. Sebagaimana tertuang di dalam UU No 38 Tahun 1999 Tentang Pengelolaan Zakat dan Pasal 1 Keputusan Menteri Agama Nomor 373 Tahun 2003.
Terdapat dualisme di dalam institusi pengelola zakat dalam menjalankan proses pengumpulan dan pendistribusian dana zakat. Sebagaimana tertuang di dalam UU No 38 Tahun 1999 Tentang Pengelolaan Zakat dan Pasal 1 Keputusan Menteri Agama Nomor 373 Tahun 2003.
Tentang Pengelolaan Zakat. menyebutkan bahwa institusi pengelola zakat yaitu:
• Pertama, Badan Amil Zakat adalah organisasi pengelola zakat yang dibentuk oleh pemerintah terdiri dari unsur masyarakat dan pemerintah dengan tugas mengumpulkan, mendistribusikan dan mendayagunakan zakat sesuai dengan ketentuan agama contoh BAZNAS, BAZDA.
• Kedua, Lembaga Amil Zakat adalah institusi pengelola zakat yang dibentuk oleh masyarakat dan dikukuhkan oleh pemerintah untuk melakukan kegiatan pengumpulan, pendistribusian dan pendayagunaan Zakat sesuai dengan ketentuan agama.contoh Dompet dhuafa, Pos Keadilan Peduli Ummat, YDSF, Rumah Zakat. Berdasarkan realita kedua lembaga tersebut sama-sama memiliki fungsi pengumpul dan penyalur dana zakat. Sehingga fungsi yang demikian di rasa kurang efektif dalam implementasinya di masyarakat.
B. Berbagai Upaya Pemecahan
Untuk memecahkan berbagai masalah yang telah dikemukakan diatas, beberapa upaya perlu dilakukan diantaranya sebagai berikut :
1. Penyebarluasan Pengertian Zakat
Usaha penyebarluasan pengertian zakat secara baik dan benar, sebaiknya dilakukan melalui pendidikan, baik formal maupun nonformal. Secara masal penyebarluasan pengertian zakat itu dapat dilakukan melalui penyuluhan, terutama tentang hukumnya, barang yang wajib dizakati, pendayagunaan dan pengorganisasiannya, sesuai dengan perkembangan zaman (Pedoman Zakat (2), 1982:57).
2. Membuat atau Merumuskan Fikih Zakat Baru
Untuk keperluan ini perlu kerjasama multidisipliner antara para ahli berbagai bidang yang erat hubungannya dengan zakat, misalnya para ahli pengetahuan Islam, ahli (hukum) fikih, dan lain-lain. Fikih zakat yang baru itu diharapkan dapat menampung perkembangan yang ada dan bakal ada di Indonesia. Mengenai barang yang wajib dizakati, sebagai sumber zakat, hendaknya disebutkan jenis barang yang bernilai ekonomis yang ada dalam masyarakat Indonesia sekarang. Di samping itu disebutkan juga penghasilan tetap dan tidak tetap seseorang yang perlu dikeluarkan zakatnya agar penghasilan yang diperoleh seseorang itu menjadi bersih dari hak orang lain dan berkah. di sector perniagaan harus disebutkan dengan jelas zakat berbagai usaha dan bentuk perusahaan. Di sector peternakan diterangkan macam-macam bentuk peternakan, sekurang-kurangnya, yang terdapat di Indonesia sekarang ini, baik yang berada di darat maupun yang diusahakan di air atau lautan. Di dalam sector pertanian hendaknya disebutkan dengan jelas berbagai jenis dan bentuk tanaman yang terdapat di Indonesia, bukan hanya tanaman yang mengenyangkan, tetapi juga tanaman yang dapat dikembangkan. Semua tanaman yang mempunyai nilai ekonomis wajib dikeluarkan zakatnya. Ke dalam pengertian uang selain emas dan perak dimasukkan juga semua alat pembayaran dan kertas berharga, baik yang disimpan dirumah maupun yan disimpan oleh pihak lain, seperti bank atau lembga-lembaga lainnya. Selain dari barang dan jasa yang perlu dikeluarkan zakatnya, dalam fikih zakat yang baru itu disebutkan juga dengan jelas kadar dan waktu pembayaran zakat tersebut (Pedoman Zakat (1), 1982:26).
Usaha yang dilakukan oleh Bazis DKI dan Departemen Agama RI dengan buku-buku Pedoman Zakat yang mereka susun, telah mengarah ke perumusn fikih zakat yang baru itu. Tabelny adalah sebagai berikut.
Zakat : Jenis Harta, Nisab, Haul dan Kadar Zakat
3. Pendayagunaan Dana yang Tersedia
Di samping penyusunan fiqih zakat yang baru diatas, perlu juga disusun suatu pola umum pendayagunaan zakat di indonesia yang sesuai dengan kehidupan masyarakat ditanah air kita.
Tentang pendayagunaan zakat perlu, perlu diingat bahwa zakat itu mempunyai dua fungsi utama. Pertama adalah membersihkan harta benda dan jiwa manusia supaya senantiasa berada dalam keadaan fitrah. Seseorang yang telah memberikan hartanya untuk disampaikan kepada yang berhak menerimanya berarti pula bahwa ia telah menyucikan harta dan jiwanya dengan pemberian itu. Dengan tindakan tersebut, ia sekaligus telah menunaikan kewajiban agama, melaksanakan ibadah kepada Allah. Dalam hubungan ini yang dipentingkan adalah keikhlasan yang bersangkutan. Artinya, ia telah ikhlas mengeluarkan bagian tertentu dari hartanya. Untuk apa zakatnya itu dipergunakan, tidak jadi masalah baginya. Kedua, zakat itu juga berfungsi sebagai dana masyarakat yang dapat dimanfaatkan untuk kepentingan sosial guna mengurangi kemiskinan. Dalam hal yang kedua ini pemanfaatannya mempunyai arti yang penting, sebagai salah satu upaya untuk mencapai keadilan sosial (Pedoman Zakat (7), 1982 : 11).
Yang senantiasa menjadi masalah adalah bagaimana agar kedua fungsi zakat itu dapat berjalan dan berrjalin. Artinya, zakat yang dikeluarkan oleh wajib zakat itu dapat berfungsi sebagai ibadah baginya dan sekaligus dapat juga berlaku sebagai dana sosial yang dimanfaaatkan untuk kepentingan mengatasi berbagai masalah kemasyarakatan.
Di sinilah letak inti masalah pendayagunaan zakat, dalam uraian berikut akan dibicarakan lebih lanjut.
Berdasarkan pengamatan dan bacaan kepustakaan dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa pemanfaatan zakat slama ini dapat digolongkan dalam ke empat kategori. Kategori pertama adalah pendayagunaan zakat yang komsumtif tradisional sifatnya. Dalam kategori ini zakat dibagikan kepada orang yang berhak menerimanya untuk dimanfaatkan langsung oleh yang bersangkutan, seprti zakat fitrah yangh diberikan kepada fakir-miskin untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari atau zakat harta yang diberikan kepada korban bencana alam. Kategori kedua adalah zakat konsumtif kreatif. Yang dimaksud dengan perkataan ini adalah zakat yang diwujudkan dalam bentuk lain dari barangnya semula seperti misalnya diwujudkan dalam bentuk alat-alat sekolah, beasiswa dan lain-lain. Kategori ketiga adalah zakat produktif tradisional. Yang dalam kategori ketiga ini adalah zakat yang diberikan dalam bentuk barang-barang produkif, misalnya kambing, sapi, mesin jahit, alat-alat pertukangan dan sebagainya. Pemberian zakat dalam bentuk ini akan dapat mendorong orang menciptakan suatu usaha atau memberikan suatu lapangan kerja baru bagi fakir-miskin. Kateegori keempat adalah zakat produktif kreatif. Kedalam bentuk ini dimaksudkan semua pendayagunaan zakat yang diwujudakan, baik untuk membangun suatu proyek sosial maupun untuk membantu atau menambah modal seseorang pedang atau bpengusaha kecil (Pedoman Zakat (7), 1982 : 11-12). Pendayagunaan zakat dalam kategori ketiga dan keempat ini perlu dikembangkan karena pendayagunaan zakat yang demikian mendekati hakekat zakat, baik yang terkandung dalam fungsinya sebagai ibadah maupun dalam kedudukannya sebagai dana masyarakat.
Dalam pada itu perlu dicatat bahwa kesadaran umat yang cukup tinggi untuk mengeluarkan zakat baru tampak dalam penunaian zakat fitrah, sedang kesadaran yang sama untuk mengeluarkan zakat harta masih belum nyata. Ini disebabkan karena banyak faktor, diantaranya adalah karena faktor-faktor yang telah dikemukakan di atas.
Di masa-masa yang lalu, biasanya, orang islam membeikan zakatnya kepada mustahiq. Hal ini tampak terutama pada pengeluaran zakat fitrah. Namun demikian, pada masa akhir-akhir ini kebiasaan tersebut telah mulai berubah. Sekarang, di kota-kota besar seperti daerah Jakarta, misalnya, pengumpulan zakat fitrah telah dilakukan oleh panitia, lembaga atau organisasi islam, yang kemudian menyalurkannya kepada yang berhak. Panitia, lembaga atau organisasi pengumpul zakat (fitrah) itu terdapat juga diperusahaan-perusahaan, kantor-kantor, baik kantor pemerintah maupun swasta.
Zakat fitrah yang diberikan hari raya idulfitri, biasanya, dibagi habis kepada yang berhak menerimanya, tetapi kadang-kadang ada juga yang tersisa. Sisanya itu diserahkan kepada badan-badan sosial keagamaan, misalnya panti asuhan yatim-piatu. Bagian amil sering juga diserahkan untuk keperluan pembangunan misalnya untuk memperbaiki tempat ibadah dan sebagainya.
Pemanfaatan zakat harta sangat tergantung pada pengelolanya. Apabila pengelolanya baik, manfaatnya akan dirasakan oleh masyarakat. Pemanfaatan zakat kekayaan ini, biasanya, berbeda dari satu ke daerah lain. Dari penelitian lapangan yang dilakukan di beberapa daerah (diantaranya oleh IAIN Walisongo Semarang, 1973) diketahui bahwa pada umumnya penggunaan zakat harta adalah: (1) Untuk meringankan penderitaan masyarakat. Biasanya, jika demikian, zakat diberikan kepada fakir-miskin atau golongan lainnya yang mengalami penderitaan; (2) Untuk pembangunan dan usaha-usaha yang produktif, misalnya rehabilitas tempat-tempat ibadah, madrasah dan panti asuhan. Di beberapa daerah, zakat dipergunakan untuk usaha pertanian, peternakan, dan koperasi. Panti Asuhan Muhammadiyah Semarang, misalnya, menerima uang dari masyarakat dan mempergunakannya untuk usaha pertanian. Panti Asuhan Yatim-Piatu Muhammadiyah Pekalongan menerima uang zakat dan memanfaatkannya untuk peternakan ayam. Panti Asuhan Yatim-Piatu Surakarta membeli kambing dari uang zakat untuk diternakan. Pondok Pesantren Pabelan (Magelang) mempergunakan zakat yang diterimanya untuk mengembangkan koperasi. Di Daerah Khusus Ibukota Jakarta Raya, zakat dipergunakan untuk modal usaha, membangun proyek monumental seperti gedung lembaga bahasa dan ilmu al-Qur’an, honorarium guru mengaji, membantu perguruan tinggi swasta, membiayai proyek yatim-piatu, dan sebagainya; (3) Untuk memperluas lapangan kerja. Oleh beberapa panti asuhan di Jawa Tengah, zakat yang dipergunakan juga untuk membuka lapangan kerja bagi fakir-miskin, dengan memberikan kepada mereka peralatan usaha seperti alat cukur, mesin jahit dan modal berjualan; (4) Untuk lumbung paceklik. Di beberapa daerah di Jawa Tengah misalnya di Magelang, zakat hasil bumi dikumpulkan di waktu panen dan dimasukkan kedalam lumbung paceklik (deposit logistik). Di musim paceklik, zakat yang dikumpulkan itu dibagikan kepada masyarakat yang memerlukannya dengan syarat harus dikembalikan lagi, apabila ia telah mampu mengembalikan pinjaman itu. Di dalam praktik, lumbung paceklik yang berasal dari zakat hasil bumi ini, sangatbermanfaat, terutama bagi daerah-daerah yang sangat tergantung pada air hujan untuk mengerjakan sawahnya (Pedoman Zakat (7), 1982:13-15).
4. Pengorganisasian
Di samping apa yang telah dikemukakan di atas, pengorganisasian zakat perlu pula diatur sebaik-baiknya agar pelaksanaan zakat dapat dikoordinasikan dan diarahkan. Ini diperlukan untuk memantapkan kepercayaan masyarakat dan wajib zakat. Peranan pemerintah diperlukan dalam hal ini, di samping keikutsertaan pemimpin-pemimpin agama. Sistem administrasi, penyusunan personalia harus didasarkan pada prinsip-prinsip manajemen yang sehat agar pelaksanaan zakat dapat berjalan dengan sebaik-baiknya. Supaya organisasi yang mengurus zakat dapat berkembang dengan baik, prinsip-prinsip pengorganisasian berikut perlu dilaksanakan:
a. Penanggung jawab tertinggi seyogyanya pemerintah atau pejabat tertinggi dalam strata pemerintah setempat atau lingkungan tertentu. Unsur-unsur masyarakat Islam perlu diikutsertakan, juga bertanggung jawab;
b. Pelaksanaanya adalah suatu lembaga tetap dengan pegawai yang bekerja penuh profesional, dibiayai pada permulaan dengan subsidi pemerintah, yang kemudian, secara berangsur-angsur oleh dana amal zakat sendiri;
c. Kebijaksanaan harus dirumuskan secara perencanaan, sumber, pengumpulan pendayagunaaan zakat dan sasaran pemanfaatanya untuk suatu waktu tertentu;
d. Program pendayagunaan zakat harus terinci supaya lebih efektif dan produktif bagi pengembangan masyarakat;
e. Usulan proyek pengunaan dana untuk pelaksanaan progam yang dilakukan oleh organisasi masyarakat, harus didasarkan pada studi kelayakan;
f. Mekanisme pengawasan dilakukan melalui peraturan-peraturan, admistrasi, baik ketatausahaan maupun pembukuan. Tiga bulan sekali atau setiap penutupan tahun buku dibuat laporan kegiatan yang diumumkan kepada masyarakat;
g. Pengembangan dasar-dasar hukum tentang zakat, pemahaman baru tentang zakat, sumber zakat, masalah pengumpulan dana pendayagunaannya dilakukan melalui penelitian lapangan;
h. Penyuluhan untuk menciptakan kondisi yang kondusif (mendorong) dalam menarik partisipasi masyarakat untuk menunaikan ibadah zakat dilakukan secara teratur dan terus-menerus (Pedoman Zakat (2), 1982:79-80).
Tentang organisasi ini, organisasi pengumpulan dan pendayagunaan zakat Daerah Khusus Ibikota Jakarta Raya dengan Bazisnya dapat dipakai sebagai modal.
BAB III
KESIMPULAN
Permasalahan manajemen zakat di Indonesia ada beberapa macam, sebagian diantaranya adalah:
Kelemahan Pengelolaan Zakat dari Aspek Yuridis
Aspek Yuridis :
a. UU No 38 Tahun 1999 Tentang Pengelolaan Zakat berpotensi menghambat pengembangan zakat mengingat substansinya tidak tegas dalam mengatur fungsi regulator, pengawasan dan operator;
b. Aturan organic teknis pelaksanaan pengelolaan zakat masih dituran organik teknis pelaksanaan pengelolaan zakat masih dalam bentuk keputusan dan Instruksi Menteri;
c. Zakat didalam UU No 38 Tahun 1999 Tentang Pengelolaan Zakat hanya digunakan sebagai pengurang dari laba/pendapatan sisa kena pajak dari wajib pajak;
Kelemahan Pengelolaan Zakat dari Aspek Sosiologis
Aspek Sosiologis :
d. Pengetahuan dan Pemahaman yang masih rendah dari masyarakat terkait dengan ibadah zakat;
e. Pengelolaan zakat di masyarakat masih dilakukan secara sederhana dan tradisional ;
f. Rendahnya tingkat kepercayaan (trust) masyarakat kepada lembaga amil zakat.
Kelemahan Pengelolaan Zakat Dari Aspek Institusi Dan Manajemen Zakat
Aspek Institusi dan Manajemen zakat :
a. Adanya dualisme institusi pengelola zakat (antara BAZ dan LAZ);
b. Lemahnya penerapan prinsip manajemen organisasi;
c. Rendahnya penguasaan teknologi oleh institusi zakat;
Pemahaman Zakat
Pemahaman mereka sangat terbatas kalau dibandingkan dengan pengertian mereka tentang shalat dan puasa. Hal ini disebabkan karena pendidikan keagamaan Islam di masa yang lampau kurang menjelaskan pengertian dan masalah zakat. Akibatnya karena kurang paham, umat Islam kurang pula melaksanakannya.
Dan beberapa penyelesaiannya adalah:
Penyebarluasan Pengertian Zakat
Usaha penyebarluasan pengertian zakat secara baik dan benar, sebaiknya dilakukan melalui pendidikan, baik formal maupun nonformal. Secara masal penyebarluasan pengertian zakat itu dapat dilakukan melalui penyuluhan, terutama tentang hukumnya, barang yang wajib dizakati, pendayagunaan dan pengorganisasiannya, sesuai dengan perkembangan zaman.
Membuat atau Merumuskan Fikih Zakat Baru
Untuk keperluan ini perlu kerjasama multi disipliner antara para ahli berbagai bidang yang erat hubungannya dengan zakat, misalnya para ahli pengetahuan Islam, ahli (hukum) fikih, dan lain-lain. Fikih zakat yang baru itu diharapkan dapat menampung perkembangan yang ada dan bakal ada di Indonesia. Mengenai barang yang wajib dizakati, sebagai sumber zakat, hendaknya disebutkan jenis barang yang bernilai ekonomis yang ada dalam masyarakat Indonesia sekarang. Di samping itu disebutkan juga penghasilan tetap dan tidak tetap seseorang yang perlu dikeluarkan zakatnya agar penghasilan yang diperoleh seseorang itu menjadi bersih dari hak orang lain dan berkah.di sector perniagaan harus disebutkan dengan jelas zakat berbagai usaha dan bentuk perusahaan. Di sector peternakan diterangkan macam-macam bentuk peternakan, sekurang-kurangnya, yang terdapat di Indonesia sekarang ini, baik yang berada di darat maupun yang diusahakan di air atau lautan. Di dalam sector pertanian hendaknya disebutkan dengan jelas berbagai jenis dan bentuk tanaman yang terdapat di Indonesia, bukan hanya tanaman yang mengenyangkan, tetapi juga tanaman yang dapat dikembangkan. Semua tanaman yang mempunyai nilai ekonomis wajib dikeluarkan zakatnya.
DAFTAR PUSTAKA
• Mohamad Daud Ali, sistem ekonomi islam zakat dan Waqaf, ( Jakarta , Universitas Indonesia (UI-Press) 1988 )
4 comments:
Saya telah berpikir bahwa semua perusahaan pinjaman online curang sampai saya bertemu dengan perusahaan pinjaman Suzan yang meminjamkan uang tanpa membayar lebih dulu.
Nama saya Amisha, saya ingin menggunakan media ini untuk memperingatkan orang-orang yang mencari pinjaman internet di Asia dan di seluruh dunia untuk berhati-hati, karena mereka menipu dan meminjamkan pinjaman palsu di internet.
Saya ingin membagikan kesaksian saya tentang bagaimana seorang teman membawa saya ke pemberi pinjaman asli, setelah itu saya scammed oleh beberapa kreditor di internet. Saya hampir kehilangan harapan sampai saya bertemu kreditur terpercaya ini bernama perusahaan Suzan investment. Perusahaan suzan meminjamkan pinjaman tanpa jaminan sebesar 600 juta rupiah (Rp600.000.000) dalam waktu kurang dari 48 jam tanpa tekanan.
Saya sangat terkejut dan senang menerima pinjaman saya. Saya berjanji bahwa saya akan berbagi kabar baik sehingga orang bisa mendapatkan pinjaman mudah tanpa stres. Jadi jika Anda memerlukan pinjaman, hubungi mereka melalui email: (Suzaninvestment@gmail.com) Anda tidak akan kecewa mendapatkan pinjaman jika memenuhi persyaratan.
Anda juga bisa menghubungi saya: (Ammisha1213@gmail.com) jika Anda memerlukan bantuan atau informasi lebih lanjut
Halo semuanya, saya Rika Nadia, saat ini tinggal orang Indonesia dan saya warga negara, saya tinggal di JL. Baru II Gg. Jaman Keb. Lama Utara RT.004 RW.002 No. 26. Saya ingin menggunakan media ini untuk memberikan saran nyata kepada semua warga negara Indonesia yang mencari pinjaman online untuk berhati-hati karena internet penuh dengan penipuan, kadang-kadang saya benar-benar membutuhkan pinjaman , karena keuangan saya buruk. statusnya tidak begitu baik dan saya sangat ingin mendapatkan pinjaman, jadi saya jatuh ke tangan pemberi pinjaman palsu, dari Nigeria dan Singapura dan Ghana. Saya hampir mati, sampai seorang teman saya bernama EWITA YUDA (ewitayuda1@gmail.com) memberi tahu saya tentang pemberi pinjaman yang sangat andal bernama Ny. ESTHER PATRICK Manajer cabang dari Access loan Firm, Dia adalah pemberi pinjaman global; yang saya hubungi dan dia meminjamkan saya pinjaman Rp600.000.000 dalam waktu kurang dari 12 jam dengan tingkat bunga 2% dan itu mengubah kehidupan seluruh keluarga saya.
Saya menerima pinjaman saya di rekening bank saya setelah Nyonya. LADY ESTHER telah mentransfer pinjaman kepada saya, ketika saya memeriksa saldo rekening bank saya dan menemukan bahwa jumlah Rp600.000.000 yang saya terapkan telah dikreditkan ke rekening bank saya. dan saya punya buktinya dengan saya, karena saya masih terkejut, emailnya adalah (ESTHERPATRICK83@GMAIL.COM)
Jadi untuk pekerjaan yang baik, LADY ESTHER telah melakukannya dalam hidup saya dan keluarga saya, saya memutuskan untuk memberi tahu dan membagikan kesaksian saya tentang LADY ESTHER, sehingga orang-orang dari negara saya dan kota saya dapat memperoleh pinjaman dengan mudah tanpa stres. Jadi, jika Anda memerlukan pinjaman, hubungi LADY ESTHER melalui email: (estherpatrick83@gmail.com) silakan hubungi LADY ESTHER Dia tidak tahu bahwa saya melakukan ini tetapi saya sangat senang sekarang dan saya memutuskan untuk memberi tahu orang lain tentang dia, Dia menawarkan semua jenis pinjaman baik untuk perorangan maupun perusahaan dan juga saya ingin Tuhan memberkati dia lebih banyak,
Anda juga dapat menghubungi saya di email saya: (rikanadia6@gmail.com). Sekarang, saya adalah pemilik bangga seorang wanita bisnis yang baik dan besar di kota saya, Semoga Tuhan Yang Mahakuasa terus memberkati LADY ESTHER atas pekerjaannya yang baik dalam hidup dan keluarga saya.
Tolong lakukan dengan baik untuk meminta saya untuk rincian lebih lanjut tentang Ibu dan saya akan menginstruksikan, dan ada bukti pinjaman, hubungi LADY ESTHER melalui email: (estherpatrick83@gmail.com) Terima kasih semua
Beneran...
Takbir3
Post a Comment