KATA PENGANTAR
Ungkapan syukur Alhamdulillah kami haturkan kehadirat Allah SWT yang telah memberi kemudahan dalam menyelesaikan penyusunan makalah dengan judul “Sejarah Peradaban Islam pada Masa Bani Umayyah”
ini. Segala kesulitan dan rintangan telah dilalui dengan bantuan-Nya.Ungkapan syukur Alhamdulillah kami haturkan kehadirat Allah SWT yang telah memberi kemudahan dalam menyelesaikan penyusunan makalah dengan judul “Sejarah Peradaban Islam pada Masa Bani Umayyah”
Di kesempatan ini, kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu terselesaikannya makalah ini.
Dalam makalah ini,Kami sebagai penyusun akan menguraikan pembahasan tentang Sejarah Peradaban Islam pada Masa Bani Umayyah tepatnya yang terjadi di Damaskus. Jadi kami memohon saran serta kritik kepada pembaca agar makalah ini mendekati kesempurnaan dan tidak mengulang kesalahan lagi.
Semoga makalah ini ada manfaatnya bagi pembaca dan penyusun khususnya. Amin.
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ……………………………………………………
KATA PENGANTAR ………………………………………………………
DAFTAR ISI ………………………………………………………………
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ………………………………………………………
B. Rumusan Masalah ………………………………………………………
C. Tujuan ………………………………………………………………
BAB II PEMBAHASAN
A. Sejarah dan Peralihan kekuasaan ………………………………………
B. Berdirinya dan Kekhalifahan Dinasti Umayyah ………………………
C. Kemajuan Peradaban Islam dan Perekonomian Masa Bani Umayyah
D. Para Khalifah Berpengaruh dari Bani Umayyah ………………
E. Faktor yang menyebabkan Lemah dan Runtuhnya Dinasti Umayyah …
BAB III. KESIMPULAN ………………………………………………………
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………
BAB I :
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Di ujung masa pemerintahan Ali bin Abi Thalib, umat Islam terpecah menjadi tiga kekuatan politik, yaitu Syiah, Muawiyah, dan Khawarij. Keadaan ini tentunya tidak menguntungkan bagi Ali, akibatnya posisi Ali semakin lemah, sementara posisi Muawiyah semakin kuat. Dan pada tahun 40 H (660 M), Ali terbunuh oleh salah seorang anggota Khawarij .
Setelah Ali bin Abi Thalib meninggal, kedudukannya sebagai khalifah dijabat oleh anaknya, Hasan. Namun karena penduduk Kufah tidak mendukungnya, seperti sikap mereka terhadap Ayahnya, maka Hasan semakin lemah, sementara Muawiyah semakin kuat. Maka Hasan mengadakan perjanjian damai dengan Muawiyah dengan menanggalkan jabatan khilafah untuk Muawiyah pada tahun 41 H (661 M), agar tidak terjadi pertumpahan darah yang sia-sia. Perjanjian tersebut dapat mempersatukan umat Islam dalam satu kepemimpinan politik, yakni di bawah kepemimpinan Muawiyah bin Abi Sufyan. Tahun tersebut dalam sejarah dikenal sebagai tahun al-Jama'ah (tahun persatuan), sebagai tanda bahwa umat Islam telah menyepakati secara aklamasi mempunyai hanya satu orang khalifah. Di sisi lain penyerahan tersebut menjadikan Muawiyah sebagai penguasa absolut dalam Islam. Dengan demikian, maka berakhirlah apa yang disebut dengan masa Khulafa' al-Rasyidin yang bersifat demokratis, dan dimulailah kekuasaan Bani Umayah dalam sejarah politik Islam yang bersifat keturunan.
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas penulis dapat merumuskan beberapa masalah:
1. Bagaimanakah proses awal berdirinya daulah Bani Umayyah ?
2. Seperti apakah masa-masa kejayaan daulah Bani Umayyah ?
3. Bagaimanakah proses kemunduran dan kehancuran daulah Bani Umayyah?
4.Siapa sajakah yang pernah menjabat sebagai Khalifah?
C. Tujuan Penulisan
Tujuan yang ingin dicapai oleh penulis, diantaranya adalah:
1. Untuk mengetahui proses berdirinya daulah Bani Umayyah
2. Untuk mengetahui masa-masa kejayaan daulah Bani Umayyah
3. Untuk mengetahui proses kemunduran dan kehancuran daulah Bani Umayyah
4. Sebagai pengalaman dalam dunia kepenulisan yang dituntut untuk selalu memberikan asupan terhadap perkembangan kehidupan.
5. Sebagai tugas kelompok untuk memenuhi tugas mata kuliah Sejarah Peradaban Islam.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sejarah dan Peralihan Masa Kekuasaan
Kerajaan Bani Umayyah didirikan oleh Mu’awiyah Bin Abu Sufyan pada tahun 41 H/661 M di Damaskus dan berlangsung hingga pada tahun 132H/750 M. Nama dinasti ini diambil dari nama tokoh Umayyah bin 'Abd asy – Syams, kakek buyut dari khalifah pertama bani umayyah yaitu Muawiyah I .Muawiyah I bin Abu Sufyan adalah seorang politisi handal, ahli administrasi, wawasannya luas bijaksana, dan dermawan. karir pertama dari pengalaman politiknya sebagai gubernur Syam pada masa khalifah Utsman bin Affan cukup mengantar dirinya mampu mengambil alih kekuasaan dari genggaman keluarga Ali bin Abi Thalib. Tepatnya setelah Husein putra Ali bin Thalib dapat dikalahkan oleh Umayyah.
Bani Umayyah adalah salah satu dari keluarga suku Quraisy. Keturunan Umayyah bin Abdul Syams bin Abdul Manaf, seorang pemimpin suku Quraisy yang terpandang.
Sebagian besar anggota keluarga Bani Umayyah menentang Nabi Muhammad SAW yang menyampaikan Islam, setelah Nabi Muhammad SAW pindah dari Makkah ke Madinah dan berhasil mendapatkan pengikut di kota tersebut, sikap permusuhan Bani Umayyah belum berakhir. Mereka memimpin orang Quraisy untuk menetang dan memerangi Nabi Muhammad SAW serta pengikutnya. Peperangan pun terjadi beberapa kali, namun mereka tidak berhasil mengalahkan Nabi SAW.
Permusuhan Bani Umayyah berakhir setelah Nabi SAW dan para pengikutnya berhasil memasuki kota Makkah (tahun 8 H/630 M). Merasa tidak mampu melawan akhirnya Bani Umayyah menyerah kepada Nabi SAW dan bersedia masuk Islam. Bani Umayyah tergolong yang belakang masuk Islam. Setelah masuk Islam, mereka memperlihatkan loyalitas dan dedikasi tinggi terhadap agama tersebut.
Karena sikap baik, ada diantara mereka yang dipercayakan untuk menduduki jabatan penting. Mu’awiyyah bin Abu Sufyan (21 SH / 602 M – 60 H / 600 M) misalnya pada masa Nabi SAW diangkat menjadi penulis wahyu dan pada masa khalifah Umar bin Khattab (42 SH / 581 M – 23 H / 644 M) diangkat pada tahun 641 sebagai Gubernur di Suriah. Pada masa pemerintahan Utsman bin Affan (47 SH / 576 M – 35 H / 656 M) Bani Umayyah juga mendapat banyak keuntungan, kekuasaan yang membentang dari Suriah sampai Pantai Laut Tengah. Ia memanfaatkan saat tersebut untuk mempersiapkan diri dan meletakkan dasar pendirian sebuah dinasti. Harapan itu lebih besar terbuka setelah Utsman bin Affan di bunuh pada tahun 656 oleh para pemberontak yang menentang kebijakan nepotisme dan penyalah gunaan harta baitul mal untuk keperluan pribadi dan keluarga.
Ketika Ali bin Abi Thalib (603 M – 40 H / 661 M), yang diangkat oleh sahabat Nabi SAW di Madinah sebagai khalifah pengganti Utsman, Umayyah tidak sepakat. Ia menginginkan pengadilan terhadap pemberontak yang membunuh Ustman dan menuduh Ali terlibat dalam pembunuhan Utsman atau paling tidak melindungi pemberotak yang melindunginya. Sikap Mu’awiyyah yang menentang Ali di pandang sebagai pemberontakan terhadap pemerintah yang sah hingga akhirnya Ali dan pasukannya segera berangkat untuk memerangi Mu’awiyyah di Suriah. Sebelum pertempuran itu terjadi, Ali mengutus delegasi, mengirim surat damai agar Mu’wiyyah mengakuinya serta bersatu dengannya. Namun usaha itu gagal dan terjadilah perang Shiffin (Rabu 1 safar 37 H-jum’at 8 safar 37 H) dan hampir saja dimenangkan Ali, namun ‘Amr bin As dari Mu’awiyyah. Ali memberhentikan peperangan demi keutuhan umat muslim dan menyatakan menyetujui Tahkim yang berisi (membatalkan bai’ah Ali ,mengembalikannya kepada kaum muslim dan sistem pemerintahan Demokartis dan Pemilihan atau pengangkatan khalifah selanjutnya harus diserahkan kembali kepada musyawarah kaum muslimin).
Kedua pihak setuju memilih seorang hakam (perantara) sebagai perunding dan pencari jalan penyelesaian sengketa. Pihak Mu’awiyyah memilih Amr bin Ash dan dari Ali, Abu Musa al-‘Asy’ari (sahabat Nabi SAW, w. 72/53 H) yang disetujui mayoritas penduduk Irak. Ketika Abu Musa mengumumkan turunnya Ali dari jabatannya, Amr bin Ash segera menyetujuinya dan menetapkan Mu’awiyyah sebagai khalifah. Tahkim ini jelas menguntungkan Mu’awiyyah, Tahkim tersebut berakhir dengan kekecewaan di pihak Ali yang menyebabkan umat Islam terpecah menjadi tiga kekuatan politik, yaitu Syiah (pasukan Ali), Muawiyah, dan Khawarij (keluar dari pasukan Ali dan melawan kedua pasukan) dan khawarij berpendapat bahwa yang terlibat dalam tahkim telah melakukan dosa besar hingga wajib di bunuh / bertaubat.
Khawarij merencanakan pembunuhan terhadap Ali ,Muawiyah dan Amr bin Ash. Rencana tersebut ternyata tidak sepenuhnya berhasil, Ibnu Muljam (pengikut khawarij) 661 hanya berhasil membunuh Ali ketika Ali ke Masjid Kuffah sedangkan Mu’awiyyah dan Amr bin Ash selamat.
Setelah Ali wafat ,Kekhalifahan jatuh pada anaknya (Hasan bin Ali). Tetapi masa pemerintahannya tak berjalan baik dan 6 bulan kemudian Hasan membai’ah muawiyah untuk menghentikan fitnah dan perpecahan antara kaum Muslim setelah terjadinya persetujuan Tahkim dihadapan dua orang putra Ali (Hasan dan Husein) dan disaksikan oleh rakyat sehingga tahun tersebut terkenal dalam sejarah sebagai “Aamul Jama’ah”.
B. Berdirinya dan Kekhalifahan Dinasti Umayyah
Memasuki masa kekuasaan Mu’awiyyah yang menjadi awal kekuasaan Umayyah, pemerintahan yang bersifat demokratis berubah menjadi Monarchiheridatis (kerajaan turun temurun). Ia bermaksud mencontoh monarchi di Persia dan Bizantium.Dia memang tetap menggunakan istilah Khalifah, namun dia memberikan interprestasi baru dari kata-kata itu untuk mengagungkan jabatan tersebut. Dia menyebutnya ”Khalifah Allah” dalam pengertian “penguasa” yang diangkat oleh Allah. Ibu kota negara dipindahkan Muawiyah dari Madinah ke Damaskus, tempat ia berkuasa sebagai gubernur sebelumnya. Kekuasaan Bani Umayyah berumur kurang lebih 90 tahun.
Suksensi kepemimpinan secara turun temurun dimulai ketika Muawiyah bin Abu Sufyan Radhiallahu ‘anhu mewajibkan seluruh rakyatnya untuk menyatakan setia terhadap anaknya, (Yazid Ibn Muawiyah Rahimahullah). sejumlah tokoh terkemuka di Madinah tidak mau menyatakan setia kepadanya. Kemudian Yazid mengirim surat ke Gubernur Madianh, memintanya untuk memaksa penduduk mengambil sumpah setia kepadanya. Dengan cara ini, semua orang terpaksa tunduk kecuali Husein bin Ali dan Abdullah bin Zubair. Bersamaan dengan itu, Syi’ah (pengikut Ali) melakukan konsolidasi (penggabungan) kekuatan kembali. Perlawanan terhadap Bani Umayyah dimulai oleh Husein bin Ali.
Setelah kekhalifahan khulafa rrasyidin selesai ,khalifah berpindah ke tangan Bani Umayyah dengan Khalifah pertama adalah Mu'awiyyah. Sedangkan khalifah terakhir adalah Marwan bin Muhammad bin Marwan bin Hakam.
Masa kekuasaan mereka sebagai berikut:
1. Mu’awiyah I bin Abu Sufyan (40-61H/661-680M)
2. Yazid I bin Mu’awiyah (61-64H/680-683M)
3. Mu’awiyah II bin Yazid (64-65H/683-684M)
4. Marwan bin Hakam (65-66H/684-685M)
5. Abdul Malik bin Marwan (66-68H/685-705M)
6. Al-Walid I bin Abdul Malik (86-97H/705-715M)
7. Sulaiman bin Abdul Malik (97-99H/715-717M)
8. Umar bin Abdul Aziz (99-102H/717-720M)
9. Yazid II bin Abdul Malik (102-106H/720-724M)
10. Hisyam bin Abdul Malik (106-126H/724-743M)
11. Al-Walid II bin Yazid (126-127H/743-744M)
12. Yazid III bin Walid (127H/744M)
13. Ibrahim bin Malik (127H/744M)
14. Marwan II bin Muhammad (127-133H/744-750M)
Khalifah-khalifah besar Dinasti Bani Umayyah ini adalah
1. Mu’awiyyah bin Abu Sufyan (661-680 M)
2. Abdul Al-Malik bin Marwan (685 – 705 M)
3. Al-Walid bin Abdul Malik (705-715 M)
4. Umar ibn al-Aziz (717-720 M)
5. Hisyam bin Abd al-Malik (724 – 748 M)
6. Marwan II bin Muhammad (127-133H/744-750M)
Dari segi cara hidup, para khalifah Dinasti Umayyah telah meninggalkan pola dan cara hidup Nabi Muhammad SAW dan al-Khulafa ar-Rasyidun. Hingga masa Ali, pemimpin negara berlaku sebagai seorang biasa tinggal di rumah sederhana, menjadi imam masjid, dan memenuhi kebutuhan hidupnya, seperti kebanyakan orang Muslim lainnya.Namun, pada masa Dinasti Umayyah, yang mengadopsi tradisi sistem kerajaan pra-lslam di Timur Tengah, mereka menjaga jarak dengan masyarakat karena tinggal di istana yang dikelilingi oleh para pengawal.Mereka juga hidup dengan bergelimang kemewahan dan memiliki kekuasaan mutlak.
C. Kemajuan Peradaban Islam dan Perekonomian Masa Bani Umayyah
1. Politik
Di antara kebijakan politik yang terjadi pada masa Daulah Bani Umayyah adalah terjadinya pemisahan kekuasaan antara kekuasaan agama (spritual power) dengan kekuasaan politik. Amirul Mu’minin hanya bertugas sebagai khalifah dalam bidang politik. Sedangkan urusan agama diurus oleh para ulama.
2. Pemerintahan
a) Perubahan Sistem Pemerintahan
Bentuk pemerintahan Muawiyah berubah dari Demokrasi menjadi monarchi (kerajaan/dinasti) sejak ia mengangkat anaknya Yazid sebagai Putera Mahkota. Kebijakan ini dipengaruhi oleh tradisi yang terdapat dibekas wilayah kerajaan Bizantium.
b) Administrasi pemerintahan
Setidaknya ada empat diwan (departemen/kementrian) yang berdiri pada Daulah Bani Umayyah, yaitu:
1) Diwan Rasail (urusan administrasi dan surat)
Departemen ini mengurus surat-surat negara kepada gubernur dan pegawai di berbagai wilayah
2) Diwan Kharraj (urusan keuangan)
Departemen ini mengurus tentang perpajakan. Gikepalai oleh Shahibul Kharraj yang bertanggung jawab langsung kepada Khalifah.
3) Diwan Jund (urusan kemiliteran)
Departemen ini mengurus tentang ketentaraan negara. Ada juga yang menyebut dengan departemen peperangan.
4) Diwan Khatam (urusan dokumentasi)
Departemen ini disebut juga departemen pencatat. Setiap peraturan yang dikeluarkan disalin pada sebuah register kemudian disegel dan dikirim keberbagai wilayah.
5) Diwan Qadli
Lembaga kehakiman dikepalai ketua hakim (Qathil Qudhah).Seorang hakim (Qadli) memutuskan pekara dengan ijtihad (sungguh sungguh) dan dasar hukum berdasarkan Al Qur-an dan Sunnah Nabi.
3. Lambang Negara
Muawiyah menetapkan bendera merah sebagai lambang negara dimana sebelumnya pada masa Khulafa Rassyidin belum ada. Bendera ini menjadi ciri khas Daulah Bani Umayyah.
4. Bahasa Resmi Administrasi Pemerintahan
Pada pemerintahan Abd Malik, Bahasa Arab dijadikan bahasa resmi administrasi pemerintahan.
5. Militer
a) Undang-undang Wajib Militer
Daulah Bani Umayyah memaksa orang untuk masuk tentara dengan membuat undang undang wajib militer (Nizham Tajnid Ijbary). Mayoritas adalah berasal dari orang Arab.
b) Futuhat/Ekspansi (Perluasan Daerah)
Perluasan ke Asia kecil dilakukan Muawiyah dengan ekspansi ke imperium Bizantium dengan menaklukkan pulau Rhodes dan Kreta pada tahun 54 H. Setelah 7 tahun, Yazid berhasil menaklukkan kota Konstantinopel. Perluasan ke Asia Timur, Muawiyah menaklukkan daerah Khurasan-Oxus dan Afganistan-Kabul pada tahun 674 M. Pada zaman Abd Malik, daerah Balkh, Bukhara, Khawarizan, Ferghana, Samarkand dan sebagian india (Balukhistan, Sind, Punjab dan Multan). Perluasan ke Afrika Utara, dikuasainya daerah Tripoli, Fazzan, Sudan, Mesir (670 M). Perluasan kebarat pada zamn Walid mampu menaklukan Jazair dan Maroko (89 H). Thariq bin Ziyad (92 H) sampai di Giblaltar (Jabal Thariq). Tahun 95 H Spanyol dikuasai, Cordova terpilih menjadi ibu kota propinsi Wilayah Islam di Spanyol.
6. Ekonomi
a. Sumber Pendapatan dan Pengeluaran Pemerintah
Sumber uang masuk pada zaman Daulah Ban Umayyah sebagiannya diambil dari Dharaib (kewajiban yang harus dibayar oleh warga negara). Di samping itu, bagi daerah-daerah yang baru ditaklukkan, terutama yang belum masuk Islam, ditetapkan pajak istimewa. Namun pada masa Umar bin Abdul Aziz, pajak untuk non muslim dikurangi, sedangkan jizyah bagi muslim dihentikan. Kebijakan ini mendorong non muslim memeluk agama Islam.
b. Dalam bidang pertanian Umayyah telah memberi tumpuan terhadap pembangunan sector pertanian, beliau telah memperkenalkan system pengairan bagi tujuan meningkatkan hasil pertanian.
c. Setelah Bani Umayyah berhasil menaklukan berbagai wilayah ,jalur perdagangan jadi semakin lancar. Ibu kota Basrah di Teluk Persi pun menjadi pelabuhan dagang yang ramai dan makmur ,begitu pula kota eden.
Adapun pengeluaran pemerintah dari uang masuk tersebut adalah sebagai berikut:
Gaji pegawai, tentara dan biaya tata usaha Negara
a. Pembangunan pertanian termasuk irigasi
b. Biaya orang hukuman dan tawanan perang
c. Perlengkapan perang
d. Hadiah bagi sastrawan dan ulama
7. Mata Uang
Pada masa Abd Malik, mata uang kaum muslimin dicetak secara teratur. Pembayaran diatur dengan menggunakan mata uang ini. Meskipun pada Masa Umar bin Khattab sudah ada mata uang, namun belum begitu teratur.
8. Sosial Kemasyarakatan
a. Panti Sosial Penyandang Cacat
Ketika Walid naik tahta, ia menyediakan pelayannan khusus. Orang cacat diberi gaji, orang buta diberikan penuntun, orang lumpuh disediakan perawat, Ia juga mendirikan bangunan khusus untuk pengidap penyakit kusta agar mereka dirawat sesuai dengan persyaratan standar kesehatan.
b. Arab dan Mawali
Muslim Arab menganggap bahwa mereka lebih baik dan lebih pantas memegang kekuasaan daripada Muslim non Arab. Muslim non Arab kala itu disebut Mawali. Awalnya Mawali adalah budak tawanan perang yang dimerdekakan.
9. Pendidikan
Daulah Bani Umayyah tidak terlalu memperhatikan bidang pendidikan karena mereka fokus dalam bidang politik. Meski demikian Daulah Bani Umayyah memberikan kebebasan pada pengembangan ilmu agama Islam ,sastra dan filsafat.
Daulah menyediakan tempat-tempat pendidikan antara lain:
a. Kuttab
Kuttab merupakan tempat anak-anak belajar menulis dan membaca, menghafal Alquran serta belajar pokok-pokok ajaran Islam
b. Masjid
Pendidikan dimasjid merupakan lanjutan dari kuttab. Pendidikan dimasjid terdiri dari dua tingkat.Pertama,tingkat menengah dididik oleh guru formal dan kedua, tingkat tinggi yang dididik oleh Ulama dalam bidangnya.
c. Arabisasi
Gerakan penerjemah kedalam bahasa Arab (Arabisasi buku) pada masa Marwan sangat dilakukan. Ia memerintah untuk menerjemahkan buku buku yang berbahasa Yunani ,Syiria ,Sansekerta dan bahasa lainnya kedalam bahasa Arab.
d. Baitul Hikmah
Baitul Hikmah merupakan gedung pusat kajian dan perpustakaan.
10. Kesenian
a. Majelis Sastra
Majelis sastra adalah tempat atau balai pertemuan untuk membahas kesusterasaan dan juga tempat berdiskusikan mengenai urusan politik. Majelis ini hanya ditujukan bagi sastrawan dan ulama terkemuka.
b. Arsitektur
Pada masa Walid dibangun sebuah masjid agung yang terkenal dengan sebutan Masjid Damaskus ,Kubah as-sakhra di Yerussalem dibangun oleh Abdul Malik (691) merupakan bangunan masjid pertama kali ditutup dengan Kubah. Pada abad VII Wlid Ibn Abdul Malik juga membangun masjid agung di Syiria berdasarkan nama penguasa dinasti Umayyah.
D. Para Khalifah Berpengaruh dari Bani Umayyah
1. Mu’awiyah bin Abu Sufyan (41 - 61 H / 661 -680 M)
Biografi Muawiyah bin Abu Sufyan
Muawiyah bin Abu Sufyan adalah pendiri Daulah Bani Umayyah dan menjabat sebagai Khalifah pertama. Ia memindahkan ibu kota dari Madinah al Munawarah ke kota Damaskus dalam wilayah Suriah. Pada masa pemerintahannya, ia melanjutkan perluasan wilayah kekuasaan Islam yang terhenti pada masa Khalifah Ustman dan Ali. Disamping itu ia juga mengatur tentara dengan cara baru dengan meniru aturan yang ditetapkan oleh tentara di Bizantium, membangun administrasi pemerintahan dan juga menetapkan aturan kiriman pos. namun tidak berarti bahwa politik dalam negeri dapat dianggap stabil. Muawiyah tidak mentaati isi perjanjiannya dengan Hasan bin Ali ketika dia naik tahta, yang menyebutkan bahwa persoalan penggantian pemimpin setelah Muawiyah diserahkan kepada pemilihan umat Islam. Muawiyah sangat terkenal dengan sifat santunnya (hilm), telah dijelaskan jika Khalifah Umar terkenal dengan integritas keagamaannya, maka Muawiyah terkenal dengan patriotisme kebangsaannya. Pemerintahan Muawiyah ditandai dengan upaya sentralisasi kekuasaan negara, bahkan pemerintahannya didasarkan pada jaringan kerja (networks) pribadi dan ikatan kekerabatan. Deklarasi pengangkatan anaknya Yazid sebagai putera mahkota menyebabkan munculnya gerakan-gerakan oposisi dikalangan rakyat yang mengakibatkan terjadinya perang saudara beberapa kali dan berkelanjutan. Muawiyah meninggal Dunia dalam usia 80 tahun dan dimakamkan di Damaskus di pemakaman Bab Al-Shagier.
Kemajuan Dinasti BANI UMAYYAH pada Masa Muawiyah
a. Muawiyah mulai mengubah koalisi kesukuan Arab menjadi sebuah sentralisasi monarkis.
b. Memperkuat barisan militer dan memperluas kekuasaan administratif.
c. Merancang alasan alasan moral dan politis yang baru demi kesetiaan terhadap Khalifah.
d. Berusaha menertibkan kebijakan militer dengan tetap mempertahankan panglima Arab yang memimpin pasukan kebangsaan Arab.
e. Meningkatkan pendapatan negara dari penghasilan pribadinya, dari lahan pertanian yang diambil alih dari Bizantium dan Sasania dan dari investasi pembukuan tanah baru dan irigasi.
f. Kebijakan politik dan kekuasaan finansial yang ditempuhnya berasal dari nilai nilai tradisi Arab, seperti Konsiliasi, konsultasi, kedermawanan dan penghormatanterhadap bentuk bentuk tradisi kesukuan.
g. Perluasan kekuasaan
ke Timur, yaitu Afganistan, Pakistan dan India
ke Barat, Romawi dan Byzantium
ke Afrika Utara perluasan ke daerah selatan.
2. Abdul Malik bin Marwan bin Hakam (66 - 87 H / 685-705M)
Biografi Abdul Malik bin Marwan bin Hakam
Abdul Malik bin Marwan di pandang sebagai pendiri kedua bani umayah, ketika dia diangkat sebagai khalifah, dunia Islam dalam kondisi yang terpecah belah. Ibnu Zubair di hizaj telah memproklamirkan diri sebagai khalifah, kaum syi’ah dan khawarij mengadakan pemberontakan. Namun berkat kepiawaiannya akhirnya sedikit demi sedikit Abdul Malik bin Marwan dapat memudahkan kondisi kekhalifahan.
Abdul Malik bin Marwan memperoleh pendidikan yang tinggi, seorang ahli fiqih yang kenamaan, tampaknya abdul Malik orang yang tepat yang diangkat pada masa itu, ia tabah dan dapat menahan goncangan dan kesukaran yang dihadapi saat itu. Sehingga daulah bani Umayah kembali bersatu dibawah kekuasaannya.
a. Muawiyah mulai mengubah koalisi kesukuan Arab menjadi sebuah sentralisasi monarkis.
b. Memperkuat barisan militer dan memperluas kekuasaan administratif.
c. Merancang alasan alasan moral dan politis yang baru demi kesetiaan terhadap Khalifah.
d. Berusaha menertibkan kebijakan militer dengan tetap mempertahankan panglima Arab yang memimpin pasukan kebangsaan Arab.
e. Meningkatkan pendapatan negara dari penghasilan pribadinya, dari lahan pertanian yang diambil alih dari Bizantium dan Sasania dan dari investasi pembukuan tanah baru dan irigasi.
f. Kebijakan politik dan kekuasaan finansial yang ditempuhnya berasal dari nilai nilai tradisi Arab, seperti Konsiliasi, konsultasi, kedermawanan dan penghormatanterhadap bentuk bentuk tradisi kesukuan.
g. Perluasan kekuasaan
ke Timur, yaitu Afganistan, Pakistan dan India
ke Barat, Romawi dan Byzantium
ke Afrika Utara perluasan ke daerah selatan.
2. Abdul Malik bin Marwan bin Hakam (66 - 87 H / 685-705M)
Biografi Abdul Malik bin Marwan bin Hakam
Abdul Malik bin Marwan di pandang sebagai pendiri kedua bani umayah, ketika dia diangkat sebagai khalifah, dunia Islam dalam kondisi yang terpecah belah. Ibnu Zubair di hizaj telah memproklamirkan diri sebagai khalifah, kaum syi’ah dan khawarij mengadakan pemberontakan. Namun berkat kepiawaiannya akhirnya sedikit demi sedikit Abdul Malik bin Marwan dapat memudahkan kondisi kekhalifahan.
Abdul Malik bin Marwan memperoleh pendidikan yang tinggi, seorang ahli fiqih yang kenamaan, tampaknya abdul Malik orang yang tepat yang diangkat pada masa itu, ia tabah dan dapat menahan goncangan dan kesukaran yang dihadapi saat itu. Sehingga daulah bani Umayah kembali bersatu dibawah kekuasaannya.
Kemajuan Dinasti BANI UMAYYAH pada Masa Abdul Malik
Aspek pertama dari kebijakan Abdul Malik setelah berhasil menghancurkan musuh-musuh Bani Umayyah adalah
a. mencetak mata uang logam, menggantikan mata uang Bizantium dan Sasania. Mata uang yang baru ini, menghilangkan simbolisme Kristen dan Zoroastrian dan memperkenalkan model koin yang terbuat dari emas dan perak yang bertuliskan huruf Arab sebagai simbol kedaulatan negara.
b. Berhasil mempersatukan umat Islam yang terpecah-pecah.
c. menetapkan bahasa arab sebagai bahasa resmi sehingga besar pengaruhnya bagi perkembangan: Dunia ilmu pengetahuan ,Berkembang pesatnya sastra arab dan Terbinanya persatuan umat Islam.
d. mendirikan lembaga mahkamah tinggi
e. berkembangnya seni arsitektur
f. mendirikan berbagai industri.
g. mendirikan sejumlah bangunan monumental, Abdul Malik menetapkan Yerusalem sebagai kota suci bagi umat Islam dan Masjid Kubah Batu (al-Kubbah al-Shakhra) dibangun pada tanah peribadatan umat Yahudi kuno.
h. Pada masa pemerintahan al-Walid, dibangun beberapa masjid baru di Madinah dan di Damaskus.
i. berhasil menundukkan Balkh, Bukhara, Khawarizm, Ferghana dan Samarkand. Tentaranya bahkan sampai ke India dan dapat menguasai Balukhistan, Sind dan daerah Punjab sampai ke Maltan.
Terdapat beberapa kesejajaran antara langkah-langkah yang ditempuh oleh Abdul Malik dan putranya, al-Walid. yaitu praktik administrasi model Bizantium dan Sasania. Di Suriah dan di Mesir seluruh perangkat administratif, termasuk di dalamnya administrasi pendapatan negara berasal dari tradisi Bizantium, demikian juga organisasi kemiliteran di Suriah mengikuti model Bizantium, sementara di Iraq, pengadministrasian negara mengikuti pola Sasania, yakni pembagian menjadi empat bidang; bidang keuangan, kemiliteran, surat-menyurat, dan bidang kedutaan. Kesejajaran yang lain dari kedua khalifah Bani Umayyah ini, adalah menyusun peralihan pejabat-pejabat pajak dari orang-orang yang berbahasa Yunani dan Suriah kepada orang-orang yang berbahasa Arab. Catatan-catatan ringkas, penyalinan, dan laporan-laporan, sekarang muncul dalam bahasa Arab, perubahan ini di Iraq berlangsung pada tahun 697 M. di Suriah dan Mesir pada tahun 700 M.
3. Al Walid bin Abdul Malik (705-715 M)
Biografi Al Walid bin Abdul Malik
Al Walid bin Abdul Malik bergelar Al Walid I (lahir pada 668 dan meninggal di Damaskus 23 Febuari 715 pada umur 46/47 tahun). Ia menduduki posisi Khalifah Bani Umayyah ke6 dan tidak menguasai Bahasa Arab dengan baik, padahal telah belajar ilmu tata bahasa Arab selama 6 bulan. Ia adalah Khalifah Bani Umayyah yang memerintah antara 705-715. Ia diangkat sebagai khalifah tahun 705 M setelah satu tahun sebelumnya (704 M) diangkat sebagai putra mahkota bersama adiknya Sulaiman bin Abdul Malik.
Kekhalifahannya dinilai berhasil karena didukung oleh situasi yang baik dan terdapat 2 gubernur yang cukup disegani, Yakni Umar bin Abdul Aziz gubernur Mekkah dan Madinah serta Hajaj bin Yusuf gubernur Irak. Ia Menjadi khalifah menggantikan ayahnya Abdul Malik bin Marwan. Ayahnya bernama Abdul Malik, Ibunya Hind bin Utbah .Dia mempunyai sifat kemauan keras dan berkemampuan melaksanakan pembangunan .Masa pemerintahan Walid adalah masa ketentraman, kemakmuran dan ketertiban. Umat islam merasa hidup bahagia, tidak ada pemberontakan dimasa pemerintahannya. Ia mengembangkan sistem kesejahteraan, membangun rumah sakit, institut pendidikan dan langkah untuk apresiasi seni.
Aspek pertama dari kebijakan Abdul Malik setelah berhasil menghancurkan musuh-musuh Bani Umayyah adalah
a. mencetak mata uang logam, menggantikan mata uang Bizantium dan Sasania. Mata uang yang baru ini, menghilangkan simbolisme Kristen dan Zoroastrian dan memperkenalkan model koin yang terbuat dari emas dan perak yang bertuliskan huruf Arab sebagai simbol kedaulatan negara.
b. Berhasil mempersatukan umat Islam yang terpecah-pecah.
c. menetapkan bahasa arab sebagai bahasa resmi sehingga besar pengaruhnya bagi perkembangan: Dunia ilmu pengetahuan ,Berkembang pesatnya sastra arab dan Terbinanya persatuan umat Islam.
d. mendirikan lembaga mahkamah tinggi
e. berkembangnya seni arsitektur
f. mendirikan berbagai industri.
g. mendirikan sejumlah bangunan monumental, Abdul Malik menetapkan Yerusalem sebagai kota suci bagi umat Islam dan Masjid Kubah Batu (al-Kubbah al-Shakhra) dibangun pada tanah peribadatan umat Yahudi kuno.
h. Pada masa pemerintahan al-Walid, dibangun beberapa masjid baru di Madinah dan di Damaskus.
i. berhasil menundukkan Balkh, Bukhara, Khawarizm, Ferghana dan Samarkand. Tentaranya bahkan sampai ke India dan dapat menguasai Balukhistan, Sind dan daerah Punjab sampai ke Maltan.
Terdapat beberapa kesejajaran antara langkah-langkah yang ditempuh oleh Abdul Malik dan putranya, al-Walid. yaitu praktik administrasi model Bizantium dan Sasania. Di Suriah dan di Mesir seluruh perangkat administratif, termasuk di dalamnya administrasi pendapatan negara berasal dari tradisi Bizantium, demikian juga organisasi kemiliteran di Suriah mengikuti model Bizantium, sementara di Iraq, pengadministrasian negara mengikuti pola Sasania, yakni pembagian menjadi empat bidang; bidang keuangan, kemiliteran, surat-menyurat, dan bidang kedutaan. Kesejajaran yang lain dari kedua khalifah Bani Umayyah ini, adalah menyusun peralihan pejabat-pejabat pajak dari orang-orang yang berbahasa Yunani dan Suriah kepada orang-orang yang berbahasa Arab. Catatan-catatan ringkas, penyalinan, dan laporan-laporan, sekarang muncul dalam bahasa Arab, perubahan ini di Iraq berlangsung pada tahun 697 M. di Suriah dan Mesir pada tahun 700 M.
3. Al Walid bin Abdul Malik (705-715 M)
Biografi Al Walid bin Abdul Malik
Al Walid bin Abdul Malik bergelar Al Walid I (lahir pada 668 dan meninggal di Damaskus 23 Febuari 715 pada umur 46/47 tahun). Ia menduduki posisi Khalifah Bani Umayyah ke6 dan tidak menguasai Bahasa Arab dengan baik, padahal telah belajar ilmu tata bahasa Arab selama 6 bulan. Ia adalah Khalifah Bani Umayyah yang memerintah antara 705-715. Ia diangkat sebagai khalifah tahun 705 M setelah satu tahun sebelumnya (704 M) diangkat sebagai putra mahkota bersama adiknya Sulaiman bin Abdul Malik.
Kekhalifahannya dinilai berhasil karena didukung oleh situasi yang baik dan terdapat 2 gubernur yang cukup disegani, Yakni Umar bin Abdul Aziz gubernur Mekkah dan Madinah serta Hajaj bin Yusuf gubernur Irak. Ia Menjadi khalifah menggantikan ayahnya Abdul Malik bin Marwan. Ayahnya bernama Abdul Malik, Ibunya Hind bin Utbah .Dia mempunyai sifat kemauan keras dan berkemampuan melaksanakan pembangunan .Masa pemerintahan Walid adalah masa ketentraman, kemakmuran dan ketertiban. Umat islam merasa hidup bahagia, tidak ada pemberontakan dimasa pemerintahannya. Ia mengembangkan sistem kesejahteraan, membangun rumah sakit, institut pendidikan dan langkah untuk apresiasi seni.
Kemajuan Dinasti BANI UMAYYAH pada Masa Al-Walid bin Abdul Malik
a. Perbaikan dalam Negeri
1) Menyediakan pelayanan khusus ,orang cacat diberi gaji ,orang buta diberi penuntun ,orang lumpuh disediakan perawat dan menyediakan bangunan khusus untuk pengidap kusta.
2) Pemperbaiki fasilitas jalan raya terutama hijaz, mekkah ,madinah bagi jamaah haji dengan fasilitas memadai seperti tempat peristirahatan yang dilengkapi air dari sumur yang digali.
3) Membangun Masjid Umayyah di Damaskus.
4) Merenovasi Masjid Nabawi di Madinah.
b. Perluasan Kekuasaan Bani Umayyah
1) Penaklukan wilayah tengah
2) Wilayah kekuasaan Kerajaan Romawi di Asia Kecil meliputi ibukota Konstantinopel serta perluasan ke beberapa pulau di Laut Tengah.
3) Penaklukan Wilayah Afrika Utara
4) Wilayah Afrika Utara sampai ke pantai Atlantik dan menyeberangi selat Jabal tarik (Selat Gibraltar).
5) Penaklukan Wilayah Spanyol
6) Wilayah Timur, Bagian Utara di seberang sungai Jihun (Amru Daria)
4. Umar bin Abdul Aziz (98 – 101 H / 717 – 720 M)
Umar Bin Abdul Aziz merupakan Khalifah “Bani Umayyah” yang ke 8. Ia naik tahta pada tahun 99-101 H/717-720 M. Meskipun Ia berkuasa tidak lebih dari tiga tahun, namanya tercatat sebagai salah seorang Khalifah yang dikenang sepanjang masa karena kepribadian dan kebijaksanaannya yang pro rakyat dan keinginannya yang kuat mengembangkan ilmu agama Islam dan ilmu umum.Untuk mengetahui siapa Umar bin Abdul Aziz sebenarnya, berikut uraian biogafi singkatnya.
Biografi Umar Bin Abdul Aziz
Umar Bin Abdul Aziz dilahirkan pada tahun 63 H di Hilwan,dekat Kairo. Ia lahir ketika ayahnya “Abdul Aziz” menjadi gubernur di Mesir.Berdasarkan garis keturunan, Umar memiliki hubungan darah dengan Umar Bin Al Khattab. karena ibunya yang bernama Ummu ‘Ashim bin Umar Bin Al Khattab.Salah satu ciri fisik yang dimiliki Umar Bin Abdul Aziz adalah tanda bekas luka dibagian dahi. Luka ini terjadi karena cengkraman binatang ketika Ia masih kecil. Ayahnya yang mengobati luka itu dan menghapus darah dari mukanya. Karena secara garis besar keturunan Ia memiliki hubungan darah dengan Umar Bin Khattab, maka banyak sejarawan mengatakan bahwa Umar Bin Abdul Aziz memliki sifat yang sama yaitu keberanian dan keadilan, kelemah lembutan, sifat kasih sayang, sabar dan cinta ilmu pengetahuan.
Pada masa kecilnya, Umar bin Abdul Aziz tinggal menetap dirumah pamannya di Madinah dan memperoleh pendidikan yang baik dari mereka. Banyak ilmu pengetahuan keagamaan diperolehnya, antara lain ilmu Hadist, Al Qur-an dan lainnya. Umar Bin Abdul Aziz belajar Hadist dari Ayahnya ,menguasai ilmu Al Qur-an ,menghafal dan mengkaji Al Qur-an sejak masih kecil. Untuk mempedalam semua ilmu itu ,Abdul Aziz mengirim Umar ke Madinah agar Ia belajar dengan baik ilmu agama Islam temasuk Al Qur-an. Di Madinah Ia belajar Al Qur-an den gan Ubaidillah Bin Abdullah hingga dewasa.
Umar Bin Abdul Aziz dilahirkan pada tahun 63 H di Hilwan,dekat Kairo. Ia lahir ketika ayahnya “Abdul Aziz” menjadi gubernur di Mesir.Berdasarkan garis keturunan, Umar memiliki hubungan darah dengan Umar Bin Al Khattab. karena ibunya yang bernama Ummu ‘Ashim bin Umar Bin Al Khattab.Salah satu ciri fisik yang dimiliki Umar Bin Abdul Aziz adalah tanda bekas luka dibagian dahi. Luka ini terjadi karena cengkraman binatang ketika Ia masih kecil. Ayahnya yang mengobati luka itu dan menghapus darah dari mukanya. Karena secara garis besar keturunan Ia memiliki hubungan darah dengan Umar Bin Khattab, maka banyak sejarawan mengatakan bahwa Umar Bin Abdul Aziz memliki sifat yang sama yaitu keberanian dan keadilan, kelemah lembutan, sifat kasih sayang, sabar dan cinta ilmu pengetahuan.
Pada masa kecilnya, Umar bin Abdul Aziz tinggal menetap dirumah pamannya di Madinah dan memperoleh pendidikan yang baik dari mereka. Banyak ilmu pengetahuan keagamaan diperolehnya, antara lain ilmu Hadist, Al Qur-an dan lainnya. Umar Bin Abdul Aziz belajar Hadist dari Ayahnya ,menguasai ilmu Al Qur-an ,menghafal dan mengkaji Al Qur-an sejak masih kecil. Untuk mempedalam semua ilmu itu ,Abdul Aziz mengirim Umar ke Madinah agar Ia belajar dengan baik ilmu agama Islam temasuk Al Qur-an. Di Madinah Ia belajar Al Qur-an den gan Ubaidillah Bin Abdullah hingga dewasa.
Setelah ayahnya meninggal dunia, Umar Bin Abdul Aziz diminta oleh Khalifah Andul Malih Bin Marwan datang ke Damaskus, Dikota inilah Umar Bin Abdul Aziz menikah dengan Fatimah, anak Khalifah Abdul Malik Bin Marwan. Dari kota inilah Ia meniti karir politiknya sebagai pejabat pemerintahan. Sebab pada masa kekhalifahan Al Walid Bin Abdul Malik, Ia dipercaya menjadi gubernur di Hijaz (Mekkah dan Madinah). Karirnya berjalan baik tanpa kesalahan sedikitpun. Tetapi karena difitnah oleh Hajjaj Bin Yusuf dituduh melindungi para pemberontak dari Iraq, Umar Bin Abdul Aziz dipecat.
Setelah khalifah Sulaiman bin Abdul Malik wafat, Raja’ bin Haiwah mengumumkan pengangkatan Umar Bin Abdul Aziz dan meminta masyarakat melakukan baiat sebagai bukti kesetiaan mereka terhadap khalifah baru. Setelah Umar Bin Abdul Aziz tahu bahwa masyarakat telah menyatakan sumpah setia kepadanya, ia berucap “Innalillahi wa Inna Ilaihi Raji’un”.
Kemudian Keluar dan mengucapkan kalimat pendek. Hadirin sekalian,aku telah dibebani tugas dan tanggungjawab yang sangat berat tanpa terlebih dahulu memonta pendapatku. Jabatan ini bukan pula atas permintaan ku. Karena itu, aku membebaskan kalian dari ba’iat yang telah kalian lakukan. Pilih orang yang kalian suka untuk menjadi Khalifah. Akan tetapi baru saja ia turun dari mimbar, tiba-tiba semua yang hadir disitu secara serempak berkata “Kami memilih anda”, kemudian mereka mendatangi Umar bin Abdul Aziz dan melakukan baiat kembali.
Dalam suatu riwayat, diceritaka bahwa setelah kembali kerumahnya, Umar Bin Abdul Aziz menangis sedih. Ketika itu Khalifah Umar ditanya oleh Istrinya, “mengapa sedih?”
Jawab Umar:
“Aku telah dipilih untuk mengurusi umat Muhammad. Terbayang olehku nasib masyarakat miskin yang kelaparan ,orang sakit yang tersia-sia ,orang yang tertindas dan teraniaya ,orang asing ,tawanan perang dan orang tua yang sudah tidak lagi mampu bekerja. Aku tahu Tuhan akan menanyaiki tentang mereka semua. Aku khawatir aku tidak bisa memikul semua beban itu, Itulah sebabnya mengapa aku menangis”.
dari situlah mulai terjadi perubahan sikap dan gaya hidup Umar Bin Abdul Aziz. Sebab sebelum Ia menjadi Khalifah, Umar Bin Abdul Aziz termasuk orang yang suka kemewahan dan musik. Tetapi setelah Ia menjadi Khalifah, semua itu ditinggalkannya. Bahkan harta yang dimilikinya dipergunakan untuk kepentingan masyarakat umum. Sementara Ia sendiri hidup dalam kesederhanaan dan kesahajaan.
Setelah khalifah Sulaiman bin Abdul Malik wafat, Raja’ bin Haiwah mengumumkan pengangkatan Umar Bin Abdul Aziz dan meminta masyarakat melakukan baiat sebagai bukti kesetiaan mereka terhadap khalifah baru. Setelah Umar Bin Abdul Aziz tahu bahwa masyarakat telah menyatakan sumpah setia kepadanya, ia berucap “Innalillahi wa Inna Ilaihi Raji’un”.
Kemudian Keluar dan mengucapkan kalimat pendek. Hadirin sekalian,aku telah dibebani tugas dan tanggungjawab yang sangat berat tanpa terlebih dahulu memonta pendapatku. Jabatan ini bukan pula atas permintaan ku. Karena itu, aku membebaskan kalian dari ba’iat yang telah kalian lakukan. Pilih orang yang kalian suka untuk menjadi Khalifah. Akan tetapi baru saja ia turun dari mimbar, tiba-tiba semua yang hadir disitu secara serempak berkata “Kami memilih anda”, kemudian mereka mendatangi Umar bin Abdul Aziz dan melakukan baiat kembali.
Dalam suatu riwayat, diceritaka bahwa setelah kembali kerumahnya, Umar Bin Abdul Aziz menangis sedih. Ketika itu Khalifah Umar ditanya oleh Istrinya, “mengapa sedih?”
Jawab Umar:
“Aku telah dipilih untuk mengurusi umat Muhammad. Terbayang olehku nasib masyarakat miskin yang kelaparan ,orang sakit yang tersia-sia ,orang yang tertindas dan teraniaya ,orang asing ,tawanan perang dan orang tua yang sudah tidak lagi mampu bekerja. Aku tahu Tuhan akan menanyaiki tentang mereka semua. Aku khawatir aku tidak bisa memikul semua beban itu, Itulah sebabnya mengapa aku menangis”.
dari situlah mulai terjadi perubahan sikap dan gaya hidup Umar Bin Abdul Aziz. Sebab sebelum Ia menjadi Khalifah, Umar Bin Abdul Aziz termasuk orang yang suka kemewahan dan musik. Tetapi setelah Ia menjadi Khalifah, semua itu ditinggalkannya. Bahkan harta yang dimilikinya dipergunakan untuk kepentingan masyarakat umum. Sementara Ia sendiri hidup dalam kesederhanaan dan kesahajaan.
Kemajuan Dinasti BANI UMAYYAH pada Masa Umar bin Abdul Aziz
Ketika dinobatkan sebagai khalifah, dia menyatakan bahwa memperbaiki dan meningkatkan negeri yang berada dalam wilayah Islam lebih baik daripada menambah perluasannya. Ini berarti bahwa prioritas utama adalah pembangunan dalam negeri. Meskipun masa pemerintahannya sangat singkat. Kedudukan mawali disejajarkan dengan muslim Arab.
Umar bin Abdul Aziz selama masa pemerintahannya, memperlihatkan kemajuan diberbagai aspek,
a. Umar memberikan hak untuk ikut berperan aktif di dalam diwan-diwan (lembaga lembaga) kepada seluruh pasukan Muslim yang aktif, baik Arab maupun non-Arab.
b. Hubungan pemerintah dengan golongan oposisi (kaum khawarij dan syi’ah) membaik pada masa pemerintahan Khalifah Umar ibn Abd al-Aziz (98 - 101 H / 717 - 720 M).
c. memberlakukan prinsip baru dalam sistim perpajakan yang didasarkan atas asas persamaan antara Muslim Arab dan Muslim non-Arab. Khalifah Umar menetapkan bahwa pajak bukan sebuah fungsi dari status individual. Muslim non-Arab diharapkan membayar pajak tanah, dan demikian pula Muslim Arab harus membayar pajak tanah-tanah mereka secara penuh.
d. Umar menyadari bahwa dominasi sebuah etnis terhadap etnis lain adalah suatu anakronistik, oleh karena itu antagonisme antara Arab dan non-Arab segera Ia hapuskan, dan menjadikannya sebuah kesatuan Muslim yang universal.
e. memberi kebebasan kepada penganut agama lain untuk beribadah sesuai dengan keyakinan dan kepercayaannya.
f. Dimasa ini terjadi usaha pembukuan hadis-hadis yang sebelumnya tidak dilakukan secara sistematis.Inilah jasanya yang sangat monumental (bersejarah) yang patut dikenang.
5. Hisyam bin Abdul Al Malik (724-743 M)
Biografi Hisyam bin Abdul Malik
Hisyam bin Abdul-Malik (lahir 691 dan meninggal 743 di umur 52 tahun) adalah seorang Khalifah Bani Umayyah yang berkuasa sejak 724 sampai kematiannya pada 743 (selama 19 tahun).
Hisyam anak dari Khalifah Abdul Malik bin Marwan dan Ia mewarisi kekhalifahan dari saudaranya Yazid II dengan menghadapi banyak permasalahan. Ia berhasil menanganinya, dan menyebabkan kekhalifahan Umayyah berlanjut sebagai sebuah negara. Masa pemerintahannya yang panjang merupakan pemerintahan yang berhasil, dan memperlihatkan lahirnya kembali berbagai perbaikan yang pernah dirintis oleh pendahulunya Umar bin Abdul-Aziz. Hisyam bin Abdul-Malik meninggal karena difteri pada tahun 743. Ia digantikan keponakannya Al-Walid II.
Ketika dinobatkan sebagai khalifah, dia menyatakan bahwa memperbaiki dan meningkatkan negeri yang berada dalam wilayah Islam lebih baik daripada menambah perluasannya. Ini berarti bahwa prioritas utama adalah pembangunan dalam negeri. Meskipun masa pemerintahannya sangat singkat. Kedudukan mawali disejajarkan dengan muslim Arab.
Umar bin Abdul Aziz selama masa pemerintahannya, memperlihatkan kemajuan diberbagai aspek,
a. Umar memberikan hak untuk ikut berperan aktif di dalam diwan-diwan (lembaga lembaga) kepada seluruh pasukan Muslim yang aktif, baik Arab maupun non-Arab.
b. Hubungan pemerintah dengan golongan oposisi (kaum khawarij dan syi’ah) membaik pada masa pemerintahan Khalifah Umar ibn Abd al-Aziz (98 - 101 H / 717 - 720 M).
c. memberlakukan prinsip baru dalam sistim perpajakan yang didasarkan atas asas persamaan antara Muslim Arab dan Muslim non-Arab. Khalifah Umar menetapkan bahwa pajak bukan sebuah fungsi dari status individual. Muslim non-Arab diharapkan membayar pajak tanah, dan demikian pula Muslim Arab harus membayar pajak tanah-tanah mereka secara penuh.
d. Umar menyadari bahwa dominasi sebuah etnis terhadap etnis lain adalah suatu anakronistik, oleh karena itu antagonisme antara Arab dan non-Arab segera Ia hapuskan, dan menjadikannya sebuah kesatuan Muslim yang universal.
e. memberi kebebasan kepada penganut agama lain untuk beribadah sesuai dengan keyakinan dan kepercayaannya.
f. Dimasa ini terjadi usaha pembukuan hadis-hadis yang sebelumnya tidak dilakukan secara sistematis.Inilah jasanya yang sangat monumental (bersejarah) yang patut dikenang.
5. Hisyam bin Abdul Al Malik (724-743 M)
Biografi Hisyam bin Abdul Malik
Hisyam bin Abdul-Malik (lahir 691 dan meninggal 743 di umur 52 tahun) adalah seorang Khalifah Bani Umayyah yang berkuasa sejak 724 sampai kematiannya pada 743 (selama 19 tahun).
Hisyam anak dari Khalifah Abdul Malik bin Marwan dan Ia mewarisi kekhalifahan dari saudaranya Yazid II dengan menghadapi banyak permasalahan. Ia berhasil menanganinya, dan menyebabkan kekhalifahan Umayyah berlanjut sebagai sebuah negara. Masa pemerintahannya yang panjang merupakan pemerintahan yang berhasil, dan memperlihatkan lahirnya kembali berbagai perbaikan yang pernah dirintis oleh pendahulunya Umar bin Abdul-Aziz. Hisyam bin Abdul-Malik meninggal karena difteri pada tahun 743. Ia digantikan keponakannya Al-Walid II.
Kemajuan DINASTI UMAYYAH pada masa Hisyam Bin Abdul Al Malik
a. Menata administrasi pemerintahan dan keuangan yang sangat stabil
b. Membangun irigasi untuk pertanian
c. Membangun pusat kerajinan sutra
d. Membangun pabrik pembuatan pakaian tentara
e. Membangun pabrik senjata
f. Mengembangkan usaha peternakan
g. Militer
1) Di India, Hisyam mengirimkan pasukan untuk mengakhiri pemberontakan Hindu di bawah pimpinan Jai Singh di Sind. Ini membuat Bani Umayyah dapat menegaskan kembali kekuasannya atas provinsi di India.
2) Di Spanyol, perseteruan dalam negeri selama bertahun-tahun diakhiri, dan Hisyam mengirimkan pasukan besar yang berangkat ke Perancis. Walau pada awalnya sukses, pasukan Islam kemudian dikalahkan dalam Pertempuran Tours (balat asy-syuhada) oleh Charles Martel. Meskipun demikian, kekhalifahan Islam tetap melanjutkan kekuasaannya atas Spanyol.
3) Di Afrika Utara, pemberontakan besar suku Berber berhasil ditumpas dengan tewasnya ratusan ribu pemberontak. Kemenangan ini selamanya mengakhiri pemberontakan di sana. Hisyam juga menghadapi pemberontakan oleh Zaid bin Ali, cucu Husain bin Ali, namun pasukan Zaid berhasil dikalahkannya.
6. Marwan bin Muhammad (127-133 H/744-750M)
Setelah dibai’at sebagai Khalifah, Ia mencoba memperbaiki keadaan pemerintahan yang sudah kacau. Ia mencoba memperbaiki pemerintahan yang sudah rusak ,tetapi bukannya membaik malah menjadi hancur.
Pada masa ini kekuata kaum pemberontak diantaranya diwakili kaum Khawarij dan keturunan Abbas bin Abdul Mutholib semakin kuat. Kaum Abbasiyah berani memproklamirkan berdirinya dinasti Abbasiyah 129H/446M, yang dipimpin oleh Ibrahim. Marwan berhasil menangkap dan membunuhnya. Namun Ibrahim digantikan oleh Abu Al Abbas as Shaffah yang lebih kuat dan didukung oleh kaum Syi’ah dan Khurasan.Pada tahun 131 H / 748 M, terjadilah pertempuran besar antara pasukan as-Shoffah dan Marwan di sungai Zab.
Marwan melarikan diri dan terbunuh pada tahun 132 H. Pada tahun ini pula, tepatnya hari Kamis, tanggal 30 Oktober, as-Shaffah dibai’at menjadi khalifah pertama Bani Abbasiyah. Ia berhasil merebut kekuasaan pemerintahan dari tangan Dinasti Umayyah.
Dengan terbunuhnya Marwan, maka hancurlah kerajaan dinasti Umayyah jiid I. Namun, ada salah seorang keturunan Dinasti Umayyah jilid I yang berhasil melarikan diri dari kejaran pasukan Abbasiyah dan kelak ia membangun kerajaan besar dinasti Umayyah jilid II di Andalusia.
E. Faktor yang menyebabkan Lemah dan Runtuhnya Dinasti Umayyah
Ada beberapa faktor yang menyebabkan dinasti Bani Umayyah lemah dan membawanya kepada kehancuran. Faktor-faktor itu antara lain adalah:
1. Sistem pergantian khalifah melalui garis keturunan adalah sesuatu yang baru bagi tradisi Arab yang lebih menekankan aspek senioritas. Pengaturannya tidak jelas. Ketidakjelasan sistem pergantian khalifah ini menyebabkan terjadinya persaingan yang tidak sehat di kalangan anggota keluarga istana.
2. Latar belakang terbentuknya dinasti Bani Umayyah tidak bisa dipisahkan dari konflik-konflik politik yang terjadi di masa Ali. Sisa-sisa Syi'ah (para pengikut Ali) dan Khawarij terus menjadi gerakan oposisi, baik secara terbuka seperti di masa awal dan akhir maupun secara tersembunyi seperti di masa pertengahan kekuasaan Bani Umayyah. Penumpasan terhadap gerakan-gerakan ini banyak menyedot kekuatan pemerintah.
3. Pada masa kekuasaan Bani Umayyah, pertentangan etnis antara suku Arabia Utara (Bani Qays) dan Arabia Selatan (Bani Kalb) yang sudah ada sejak zaman sebelum Islam, makin meruncing. Perselisihan ini mengakibatkan para penguasa Bani Umayyah mendapat kesulitan untuk menggalang persatuan dan kesatuan. Disamping itu, sebagian besar golongan mawali (non Arab), terutama di Irak dan wilayah bagian timur lainnya, merasa tidak puas karena status mawali itu menggambarkan suatu inferioritas, ditambah dengan keangkuhan bangsa Arab yang diperlihatkan pada masa Bani Umayyah.
4. Lemahnya pemerintahan daulat Bani Umayyah juga disebabkan oleh sikap hidup mewah di lingkungan istana sehingga anak-anak khalifah tidak sanggup memikul beban berat kenegaraan tatkala mereka mewarisi kekuasaan. Disamping itu, golongan agama banyak yang kecewa karena perhatian penguasa terhadap perkembangan agama sangat kurang.
5. Penyebab langsung tergulingnya kekuasaan dinasti Bani Umayyah adalah munculnya kekuatan baru yang dipelopori oleh keturunan al-Abbas ibn Abd al-Muthalib. Gerakan ini mendapat dukungan penuh dari Bani Hasyim dan golongan Syi'ah, dan kaum mawali yang merasa dikelas duakan oleh pemerintahan Bani Umayyah.
BAB III
KESIMPULAN
Demikian kekuasaan Islam dalam kepemimpinan Bani Umayyah di Timur meskipun berlangsung dalam pembentukan monarki arab dengan mengandalkan panglima-panglima arab lapisan aristokrasi yang sesungguhnya berlawanan dengan kebijaksanaan Nabi dan para Khalifah sebelumnya. Bagaimanapun ia telah memperkenalkan dan memperkembangkan lembaga-lembaga istimewa dari pemerintahan Islam.
Selama lebih kurang 90 tahun Daulah Bani Umayyah berkuasa tentu memiliki kelebihan dan kekurangan. Diawali dengan proses pemindahan kekuasaan. Mulai dari ketidaksukaan terhadap Ali bin Abi Thalib sebagai khalifah, peristiwa tahkim, hingga Ali terbunuh, amul jama’ah yang dilakukan Hasan bin Ali.
Dilanjutkan dengan selama berkuasa 90 tahun. Sistem pemerintahan yang monarchi, diskriminasi terhadap mawali, pemerintahan ‘tangan besi’, serta kemajuan-kemajuan yang telah diraih. Berakhir dengan runtuhnya kekuasaan Daulah Bani Umayyah dengan kematian Marwan bin Muhammad. Mengisyaratkan bahwa tak ada yang abadi di dunia ini.
Demikian halnya didukung pula oleh sumbangan para khalifahnya terhadap pembentukan dan pengembangan peradaban Islam, sekalipun belum cukup sebanding dengan kegiatan kebudayaan yang dibangun oleh pemerintahan Islam sesudahnya.
DAFTAR PUSTAKA
Karim, Abdul, 2007, Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam, Yogyakarta : Pustaka Book Publisher.
Yatim, Badri.2000.Sejarah Peradaban Islam.Jakarta:PT Raja Grafindo Persada.
Drs. Nur Chamid MM, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam
a. Menata administrasi pemerintahan dan keuangan yang sangat stabil
b. Membangun irigasi untuk pertanian
c. Membangun pusat kerajinan sutra
d. Membangun pabrik pembuatan pakaian tentara
e. Membangun pabrik senjata
f. Mengembangkan usaha peternakan
g. Militer
1) Di India, Hisyam mengirimkan pasukan untuk mengakhiri pemberontakan Hindu di bawah pimpinan Jai Singh di Sind. Ini membuat Bani Umayyah dapat menegaskan kembali kekuasannya atas provinsi di India.
2) Di Spanyol, perseteruan dalam negeri selama bertahun-tahun diakhiri, dan Hisyam mengirimkan pasukan besar yang berangkat ke Perancis. Walau pada awalnya sukses, pasukan Islam kemudian dikalahkan dalam Pertempuran Tours (balat asy-syuhada) oleh Charles Martel. Meskipun demikian, kekhalifahan Islam tetap melanjutkan kekuasaannya atas Spanyol.
3) Di Afrika Utara, pemberontakan besar suku Berber berhasil ditumpas dengan tewasnya ratusan ribu pemberontak. Kemenangan ini selamanya mengakhiri pemberontakan di sana. Hisyam juga menghadapi pemberontakan oleh Zaid bin Ali, cucu Husain bin Ali, namun pasukan Zaid berhasil dikalahkannya.
6. Marwan bin Muhammad (127-133 H/744-750M)
Setelah dibai’at sebagai Khalifah, Ia mencoba memperbaiki keadaan pemerintahan yang sudah kacau. Ia mencoba memperbaiki pemerintahan yang sudah rusak ,tetapi bukannya membaik malah menjadi hancur.
Pada masa ini kekuata kaum pemberontak diantaranya diwakili kaum Khawarij dan keturunan Abbas bin Abdul Mutholib semakin kuat. Kaum Abbasiyah berani memproklamirkan berdirinya dinasti Abbasiyah 129H/446M, yang dipimpin oleh Ibrahim. Marwan berhasil menangkap dan membunuhnya. Namun Ibrahim digantikan oleh Abu Al Abbas as Shaffah yang lebih kuat dan didukung oleh kaum Syi’ah dan Khurasan.Pada tahun 131 H / 748 M, terjadilah pertempuran besar antara pasukan as-Shoffah dan Marwan di sungai Zab.
Marwan melarikan diri dan terbunuh pada tahun 132 H. Pada tahun ini pula, tepatnya hari Kamis, tanggal 30 Oktober, as-Shaffah dibai’at menjadi khalifah pertama Bani Abbasiyah. Ia berhasil merebut kekuasaan pemerintahan dari tangan Dinasti Umayyah.
Dengan terbunuhnya Marwan, maka hancurlah kerajaan dinasti Umayyah jiid I. Namun, ada salah seorang keturunan Dinasti Umayyah jilid I yang berhasil melarikan diri dari kejaran pasukan Abbasiyah dan kelak ia membangun kerajaan besar dinasti Umayyah jilid II di Andalusia.
E. Faktor yang menyebabkan Lemah dan Runtuhnya Dinasti Umayyah
Ada beberapa faktor yang menyebabkan dinasti Bani Umayyah lemah dan membawanya kepada kehancuran. Faktor-faktor itu antara lain adalah:
1. Sistem pergantian khalifah melalui garis keturunan adalah sesuatu yang baru bagi tradisi Arab yang lebih menekankan aspek senioritas. Pengaturannya tidak jelas. Ketidakjelasan sistem pergantian khalifah ini menyebabkan terjadinya persaingan yang tidak sehat di kalangan anggota keluarga istana.
2. Latar belakang terbentuknya dinasti Bani Umayyah tidak bisa dipisahkan dari konflik-konflik politik yang terjadi di masa Ali. Sisa-sisa Syi'ah (para pengikut Ali) dan Khawarij terus menjadi gerakan oposisi, baik secara terbuka seperti di masa awal dan akhir maupun secara tersembunyi seperti di masa pertengahan kekuasaan Bani Umayyah. Penumpasan terhadap gerakan-gerakan ini banyak menyedot kekuatan pemerintah.
3. Pada masa kekuasaan Bani Umayyah, pertentangan etnis antara suku Arabia Utara (Bani Qays) dan Arabia Selatan (Bani Kalb) yang sudah ada sejak zaman sebelum Islam, makin meruncing. Perselisihan ini mengakibatkan para penguasa Bani Umayyah mendapat kesulitan untuk menggalang persatuan dan kesatuan. Disamping itu, sebagian besar golongan mawali (non Arab), terutama di Irak dan wilayah bagian timur lainnya, merasa tidak puas karena status mawali itu menggambarkan suatu inferioritas, ditambah dengan keangkuhan bangsa Arab yang diperlihatkan pada masa Bani Umayyah.
4. Lemahnya pemerintahan daulat Bani Umayyah juga disebabkan oleh sikap hidup mewah di lingkungan istana sehingga anak-anak khalifah tidak sanggup memikul beban berat kenegaraan tatkala mereka mewarisi kekuasaan. Disamping itu, golongan agama banyak yang kecewa karena perhatian penguasa terhadap perkembangan agama sangat kurang.
5. Penyebab langsung tergulingnya kekuasaan dinasti Bani Umayyah adalah munculnya kekuatan baru yang dipelopori oleh keturunan al-Abbas ibn Abd al-Muthalib. Gerakan ini mendapat dukungan penuh dari Bani Hasyim dan golongan Syi'ah, dan kaum mawali yang merasa dikelas duakan oleh pemerintahan Bani Umayyah.
BAB III
KESIMPULAN
Demikian kekuasaan Islam dalam kepemimpinan Bani Umayyah di Timur meskipun berlangsung dalam pembentukan monarki arab dengan mengandalkan panglima-panglima arab lapisan aristokrasi yang sesungguhnya berlawanan dengan kebijaksanaan Nabi dan para Khalifah sebelumnya. Bagaimanapun ia telah memperkenalkan dan memperkembangkan lembaga-lembaga istimewa dari pemerintahan Islam.
Selama lebih kurang 90 tahun Daulah Bani Umayyah berkuasa tentu memiliki kelebihan dan kekurangan. Diawali dengan proses pemindahan kekuasaan. Mulai dari ketidaksukaan terhadap Ali bin Abi Thalib sebagai khalifah, peristiwa tahkim, hingga Ali terbunuh, amul jama’ah yang dilakukan Hasan bin Ali.
Dilanjutkan dengan selama berkuasa 90 tahun. Sistem pemerintahan yang monarchi, diskriminasi terhadap mawali, pemerintahan ‘tangan besi’, serta kemajuan-kemajuan yang telah diraih. Berakhir dengan runtuhnya kekuasaan Daulah Bani Umayyah dengan kematian Marwan bin Muhammad. Mengisyaratkan bahwa tak ada yang abadi di dunia ini.
Demikian halnya didukung pula oleh sumbangan para khalifahnya terhadap pembentukan dan pengembangan peradaban Islam, sekalipun belum cukup sebanding dengan kegiatan kebudayaan yang dibangun oleh pemerintahan Islam sesudahnya.
DAFTAR PUSTAKA
Karim, Abdul, 2007, Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam, Yogyakarta : Pustaka Book Publisher.
Yatim, Badri.2000.Sejarah Peradaban Islam.Jakarta:PT Raja Grafindo Persada.
Drs. Nur Chamid MM, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam