Pembiayaan Dana
Dalam menyalurkan dananya pada nasabah, secara garis besar produk pembiayaan syariah terbagi kedalam empat kategori:
A. Pembiayaan dengan prinsip jual beliDalam menyalurkan dananya pada nasabah, secara garis besar produk pembiayaan syariah terbagi kedalam empat kategori:
B. Pembiayaan dengan prinsip sewa
C. Pembiayaan dengan prinsip bagi hasil
D. Pembiayaan dengan prinsip akad pelengkap
Pembiayaan dengan prinsip jual beli ditujukan untuk memiliki barang, sedangkan yang menggunakan prinsip sewa ditujukan untuk mendapatkan jasa. Prinsip bagi hasil digunakan untuk kerja sama yang ditujukan guna mendapatkan barang dan jasa sekaligus.
Pada kategori pertama dan kedua, tingkat keuntungan bank ditentukan didepan dan menjadi bagian harga atas barang atau jasa yang dijual. Produk yang termasuk dalam kelompok ini adalah produk yang menggunakan prinsip jual beli seperti mudharabah, salam dan istisna serta produk yang menggunakan prinsip sewa, yaitu ijarah dan IMBT.
Sedangkan pada kategori ketiga, tingkat keuntungan bank ditentukan dari besarnya keuntungan usaha sesuai dengan prinsip bagi hasil. Pada produk bagi hasil keuntungan ditentukan oleh nisbah bagi hasil yang disepakati dimuka. Produk perbankan yang termasuk kedalam kelompok ini adalah musyarakah dan mudharabah. Sedangkan pembiayaan dengan akad pelengkap ditujukan untuk memperlancar pembiayaan dengan menggunakan tiga prinsip diatas.
A. Prinsip Jual Beli (Ba’i)
Prinsip jual beli dilaksanakan sehubungan dengan adanya perpindahan kepemilikan barang atau benda. Tingkat keuntungan bank ditentukan didepan dan menjadi bagian harga atas barang yang dijual.
Transaksi jual beli dapat dibedakan berdasarkan bentuk pembayarannya dan waktu penyerahan barangnya, yakni:
1. Pembiayaan Murabahah
Murabahah berasal dari kata ribhu (keuntungan) adalah transaksi jual beli dimana bank menyebut jumlah keuntungannya. Bank bertindak sebagai penjual, sementara nasabah sebagai pembeli. Harga jual adalah harga beli bank dari pemasok ditambah keuntungan (margin).
Kedua belah pihak harus menyepakati harga jual dan jangka waktu pembayaran. Harga jual dicantumkan dalam akad jual beli dan jika telah disepakati tidak dapat berubah selama berlakunya akad. Dalam perbankan, murabahah selalu dilakukan dengan cara cicilan. Dalam transaksi ini barang diserahkan setelah akad, sementara pembayaran dilakukan dengan cara cicilan.
A. Prinsip Jual Beli (Ba’i)
Prinsip jual beli dilaksanakan sehubungan dengan adanya perpindahan kepemilikan barang atau benda. Tingkat keuntungan bank ditentukan didepan dan menjadi bagian harga atas barang yang dijual.
Transaksi jual beli dapat dibedakan berdasarkan bentuk pembayarannya dan waktu penyerahan barangnya, yakni:
1. Pembiayaan Murabahah
Murabahah berasal dari kata ribhu (keuntungan) adalah transaksi jual beli dimana bank menyebut jumlah keuntungannya. Bank bertindak sebagai penjual, sementara nasabah sebagai pembeli. Harga jual adalah harga beli bank dari pemasok ditambah keuntungan (margin).
Kedua belah pihak harus menyepakati harga jual dan jangka waktu pembayaran. Harga jual dicantumkan dalam akad jual beli dan jika telah disepakati tidak dapat berubah selama berlakunya akad. Dalam perbankan, murabahah selalu dilakukan dengan cara cicilan. Dalam transaksi ini barang diserahkan setelah akad, sementara pembayaran dilakukan dengan cara cicilan.
2. Pembiayaan salam
Salam adalah transaksi jual beli dimana barang yang diperjualbelikan belum ada. Oleh karena itu, barang diserahkan secara tangguh sementara pembayaran dilakukan tunai. Bank bertindak sebagai pembeli sementara nasabah sebagai penjual. Dalam transaksi ini kuantitas, kualitas, harga dan waktu penyerahan barang harus ditentukan secara pasti.
Salam adalah transaksi jual beli dimana barang yang diperjualbelikan belum ada. Oleh karena itu, barang diserahkan secara tangguh sementara pembayaran dilakukan tunai. Bank bertindak sebagai pembeli sementara nasabah sebagai penjual. Dalam transaksi ini kuantitas, kualitas, harga dan waktu penyerahan barang harus ditentukan secara pasti.
Dalam praktik perbankan, ketika barang telah diserahkan kepada bank, maka bank akan menjualnya kepada rekanan nasabah atau kepada nasabah itu sendiri secara tunai atau secara cicilan. Harga jual yang ditetapkan oleh bank adalah harga beli bank dari nasabah ditambah keuntungan. Dalam hal bank menjualnya secara tunai disebut pembiayaan talangan sedangkan pembayaran secara cicilan, kedua belah pihak harus menyepakati harga jual dan jangka waktu pembayaran.
Harga jual dicantumkan dalam akad jual beli dan jika telah disepakati tidak dapat berubah selama berlakunya akad. Umumnya transaksi ini diterapkan dalam pembiayaan barang yang belum ada seperti pembelian komoditii pertanian oleh bank untuk kemudian dijual kembali secara tunai atau cicilan.
Ketentuan umum pembiayaan salam adalah sebagai berikut:
a. Pembelian hasil produksi harus diketahui spesifikasinya secara jelas seperti jenis, macam, ukuran, mutu dan jumlahnya. Misal jual beli 100kg mangga harum manis kualitas “A” dengan harga Rp 5000/kg akan diserahkan pada panen dua bulan mendatang.
b. Apabila hasil produksi yang diterima cacat atau tidak sesuai dengan akad maka nasabah (produsen) harus bertanggungjawabdengan cara mengembalikan dana yang telah diterimanya atau mengganti barang yang sesuai dengan pesanan.
c. Mengingat bank tidak menjadikan barang yang telah dibeli atau dipesannya sebagai persediaan maka dimungkinkan bagi bank untuk melakukan akad salam kepada pihak ketiga (pembeli kedua), seperti BULOG, pedagang pasar induk atau rekan. Mekanisme ini disebut sebai salam paralel.
3. Pembiayaan Istisna’
Al- Istishna merupakan akad kontrak jual beli barang antara dua belah pihak berdasarkan pesanan dari pihak lain, dan barang pesanan akan sesuai dengan spesifikasi yang telah di sepakati dan menjulnya dengan harga dan cara pembayaran yang telah di sepakati terlebih dahulu. Istishna adalah akad penjualan antara al-mustashni (pembeli) dengan as-shani (produsen yang bertindak sebagai penjual). berdasarkan akad istishna, pembeli menugasi produsen untuk membuat atau mengadakan al-mashnu (barang pesanan) sesuai spesifikasi yang di syaratkan dan menjualnya sesuai dengan harga yang di sepakati. Adapun secara istilah al-istishna adalah permintaan atau pesanan dari pihak pemesan tentang sesuatu yang khusus dan dikerjakan dengan cara yang khusus.
Bank syariah umumnya diaplikasikan pada pembiayaan kontraktor.
a) Rukun dan Syarat Istishna
1) muslam atau pembeli
2) muslam ilaih atau penjual
3) modal atau uang
4) muslam fiihi
5) sighat atau ucapan
b) Syarat al-istishna’
1) Modal Transaksi al-istishna’
• Modal Harus di ketahui.
• Penerimaan pembayaran salam.
2) Al-muslam fiihi (Barang)
• Harus spesifik dan dapat di akui sebagai utang
• Harus bisa di identifikasi secara jelas
• Penyerahan barang di lakukan di kemudian hari
• Kebanyakan ulama mensyaratkan penyerahan barang harus di tunda pada suatu waktu kemudian, tetapi mazhab syafi’i membolehkan penyerahan segera.
• Boleh menentukan tanggal waktu di masa yang akan datang untuk penyrahan barang.
• Tempat penyerahan.
• Penggantian muslam fiihi dengan barang lain.
Harga jual dicantumkan dalam akad jual beli dan jika telah disepakati tidak dapat berubah selama berlakunya akad. Umumnya transaksi ini diterapkan dalam pembiayaan barang yang belum ada seperti pembelian komoditii pertanian oleh bank untuk kemudian dijual kembali secara tunai atau cicilan.
Ketentuan umum pembiayaan salam adalah sebagai berikut:
a. Pembelian hasil produksi harus diketahui spesifikasinya secara jelas seperti jenis, macam, ukuran, mutu dan jumlahnya. Misal jual beli 100kg mangga harum manis kualitas “A” dengan harga Rp 5000/kg akan diserahkan pada panen dua bulan mendatang.
b. Apabila hasil produksi yang diterima cacat atau tidak sesuai dengan akad maka nasabah (produsen) harus bertanggungjawabdengan cara mengembalikan dana yang telah diterimanya atau mengganti barang yang sesuai dengan pesanan.
c. Mengingat bank tidak menjadikan barang yang telah dibeli atau dipesannya sebagai persediaan maka dimungkinkan bagi bank untuk melakukan akad salam kepada pihak ketiga (pembeli kedua), seperti BULOG, pedagang pasar induk atau rekan. Mekanisme ini disebut sebai salam paralel.
3. Pembiayaan Istisna’
Al- Istishna merupakan akad kontrak jual beli barang antara dua belah pihak berdasarkan pesanan dari pihak lain, dan barang pesanan akan sesuai dengan spesifikasi yang telah di sepakati dan menjulnya dengan harga dan cara pembayaran yang telah di sepakati terlebih dahulu. Istishna adalah akad penjualan antara al-mustashni (pembeli) dengan as-shani (produsen yang bertindak sebagai penjual). berdasarkan akad istishna, pembeli menugasi produsen untuk membuat atau mengadakan al-mashnu (barang pesanan) sesuai spesifikasi yang di syaratkan dan menjualnya sesuai dengan harga yang di sepakati. Adapun secara istilah al-istishna adalah permintaan atau pesanan dari pihak pemesan tentang sesuatu yang khusus dan dikerjakan dengan cara yang khusus.
Bank syariah umumnya diaplikasikan pada pembiayaan kontraktor.
a) Rukun dan Syarat Istishna
1) muslam atau pembeli
2) muslam ilaih atau penjual
3) modal atau uang
4) muslam fiihi
5) sighat atau ucapan
b) Syarat al-istishna’
1) Modal Transaksi al-istishna’
• Modal Harus di ketahui.
• Penerimaan pembayaran salam.
2) Al-muslam fiihi (Barang)
• Harus spesifik dan dapat di akui sebagai utang
• Harus bisa di identifikasi secara jelas
• Penyerahan barang di lakukan di kemudian hari
• Kebanyakan ulama mensyaratkan penyerahan barang harus di tunda pada suatu waktu kemudian, tetapi mazhab syafi’i membolehkan penyerahan segera.
• Boleh menentukan tanggal waktu di masa yang akan datang untuk penyrahan barang.
• Tempat penyerahan.
• Penggantian muslam fiihi dengan barang lain.
Keterangan :
a. Nasabah memesan barang kepada bank selaku penjual. Dalam pemesanan barang telah di jelaskan spesifikasinya, sehingga bank akan menyediakan barang sesuai dengan pesanan nasabah.
b. Setelah menerima pesanan nasabah, maka pihak bank akan segera memesan barang kepada pembuat / produsen. Produsen akan membuat barang sesuai pesanan bank.
c. Bank menjual barang kepada pembeli / pemesan dengan harga sesuai dengan kesepakatan.
d. Setelah barang selesai di buat, maka akan di serahkan oleh produsen kepada nasabah atas perintah pihak bank.
B. Prinsip Sewa (ijarah)
Transaksi ijarah dilandasi adanya perpindahan manfaat. Jadi pada dasarnya prinsip ijarah sama saja dengan prinsip jual beli, tapi perbedaannya terletak pada objek transaksinya. Bila pada jual beli objek transaksinya adalah barang, pada ijarah objeknya adalah jasa.
Pada masa akhir sewa, Bank dapat saja menjual barang yang disewakan kepada nasabah. Transaksi tersebut dinamakan dengan ijarah muntahhiyah bittamlik (sewa yang diikuti dengan berpindahnya kepemilikan).
a. Nasabah memesan barang kepada bank selaku penjual. Dalam pemesanan barang telah di jelaskan spesifikasinya, sehingga bank akan menyediakan barang sesuai dengan pesanan nasabah.
b. Setelah menerima pesanan nasabah, maka pihak bank akan segera memesan barang kepada pembuat / produsen. Produsen akan membuat barang sesuai pesanan bank.
c. Bank menjual barang kepada pembeli / pemesan dengan harga sesuai dengan kesepakatan.
d. Setelah barang selesai di buat, maka akan di serahkan oleh produsen kepada nasabah atas perintah pihak bank.
B. Prinsip Sewa (ijarah)
Transaksi ijarah dilandasi adanya perpindahan manfaat. Jadi pada dasarnya prinsip ijarah sama saja dengan prinsip jual beli, tapi perbedaannya terletak pada objek transaksinya. Bila pada jual beli objek transaksinya adalah barang, pada ijarah objeknya adalah jasa.
Pada masa akhir sewa, Bank dapat saja menjual barang yang disewakan kepada nasabah. Transaksi tersebut dinamakan dengan ijarah muntahhiyah bittamlik (sewa yang diikuti dengan berpindahnya kepemilikan).
C. Prinsip Bagi Hasil
Produk pembiayaan syariah yang didasarkan atas prinsip bagi hasil adalah sebagai berikut:
1. Pembiayaan Musyarakah
Transaksi musyarakah dilandasi adanya keinginan para pihak yang bekerja sama untuk meningkatkan niali aset yang merka miliki secara bersama-sama. Semua bentuk usaha yang melibatkan dua pihak atau lebih dimana mereka bersama-sama memadukan seluruh bentuk sumber daya baik yang berwujud maupun tidak.
Secara spesifik bentuk kontribusi dari pihak berupa dana, barng perdagangan, kewiraswastaan, kepandaian, peralatan, kepercayaan dsb.
1. Pembiayaan Musyarakah
Transaksi musyarakah dilandasi adanya keinginan para pihak yang bekerja sama untuk meningkatkan niali aset yang merka miliki secara bersama-sama. Semua bentuk usaha yang melibatkan dua pihak atau lebih dimana mereka bersama-sama memadukan seluruh bentuk sumber daya baik yang berwujud maupun tidak.
Secara spesifik bentuk kontribusi dari pihak berupa dana, barng perdagangan, kewiraswastaan, kepandaian, peralatan, kepercayaan dsb.
2. Pembiayaan Mudharabah
Mudharabah adalah bentuk kerja sama antara dua pihak dimana pemilik modal (shahibul maal) dan pengelola modal (mudharib) dengan suatu perjanjian pembagian keuntungan. Bentuk ini menegaskan kontribusi 100% modal kas dari shahibul maal dan keahlian dari mudharib.
D. Akad Pelengkap
1. Al-Hawalah (Transfer Service)
Al-Hawalah adalah pengalihan utang dari orang yang berhutang kepada orang lain yang wajib menanggungnya. Dalam istilah para ulama, hal ini merupakan pemindahan beban utang dari muhil (orang yang berhutang) menjadi tanggungan muhal’alaih (orang yang berkewajiban membayar utang).
Secara sederhana, hal itu dapat dijelaskan bahwa A (muhal) memberi pinjaman kepada B (muhil), sedangkan B masih mempunyai piutang pada C (muhal’alaih). Begitu B tidak mampu membayar utangnya pada A, ia lalu mengalihkan beban tersebut pada C. Dengan demikian, C yang harus membayar utang B kepada A sedangkan utang C sebelumnya pada B dianggap selesai.
a) Rukun dan Syarat Hawalah:
• Muhil/peminjaman ;orang yang berhutang dan yang memberi piutang
• Muhal/pemberi pinjaman ;orang yang berpiutang kepada muhil
• Muhal ‘alaih/penerima hawalah ;orang yang berhutang kepada muhil
• Muhal bihi/utangnya ;
• Akad.
b) Pembagian Hawalah
• Hawalah Haq (pemindahan hak): apabila yang dipindahkan merupakan hak menurut hutang.
• Hawalah dain (pemindahan hutang): jika yang dipindahkan itu kewajiban untuk membayar hutang.
Mudharabah adalah bentuk kerja sama antara dua pihak dimana pemilik modal (shahibul maal) dan pengelola modal (mudharib) dengan suatu perjanjian pembagian keuntungan. Bentuk ini menegaskan kontribusi 100% modal kas dari shahibul maal dan keahlian dari mudharib.
D. Akad Pelengkap
1. Al-Hawalah (Transfer Service)
Al-Hawalah adalah pengalihan utang dari orang yang berhutang kepada orang lain yang wajib menanggungnya. Dalam istilah para ulama, hal ini merupakan pemindahan beban utang dari muhil (orang yang berhutang) menjadi tanggungan muhal’alaih (orang yang berkewajiban membayar utang).
Secara sederhana, hal itu dapat dijelaskan bahwa A (muhal) memberi pinjaman kepada B (muhil), sedangkan B masih mempunyai piutang pada C (muhal’alaih). Begitu B tidak mampu membayar utangnya pada A, ia lalu mengalihkan beban tersebut pada C. Dengan demikian, C yang harus membayar utang B kepada A sedangkan utang C sebelumnya pada B dianggap selesai.
a) Rukun dan Syarat Hawalah:
• Muhil/peminjaman ;orang yang berhutang dan yang memberi piutang
• Muhal/pemberi pinjaman ;orang yang berpiutang kepada muhil
• Muhal ‘alaih/penerima hawalah ;orang yang berhutang kepada muhil
• Muhal bihi/utangnya ;
• Akad.
b) Pembagian Hawalah
• Hawalah Haq (pemindahan hak): apabila yang dipindahkan merupakan hak menurut hutang.
• Hawalah dain (pemindahan hutang): jika yang dipindahkan itu kewajiban untuk membayar hutang.
Dalam praktek perbankan syariah fasilitas hiwalah lazimnya untuk membantu supplier mendapatkan modal tunai agar dapat melanjutkan produksinya. Katakanlah seorang supplier bahan bangunan menjual barangnya kepada pemilik proyek yang akan dibayar dua bulan kemudian. Karena kebutuhan supplier akan likuiditas, maka ia meminta bank untuk mengambil alih piutangnya. Bank akan menerima pembayaran dari pemilik proyek (pembeli).
2. RAHN (MORTAGE)
Rahn adalah menahan salah satu harta milik si peminjam sebagai jaminan atas pinjaman yang diterimanya. Barang yang ditahan tersebut memiliki nilai ekonomis. Dengan demikian, pihak yang menahan memperoleh jaminan untuk dapat mengambil kembali seluruh atau sebagian piutangnya. Secara sederhana rahn adalah jaminan utang atau gadai.
a) Rukun Rahn
• Barang yang digadaikan (borg)
• Adanya utang
• Siqhot (akad/ijab qabul)
• Aqid (yang berakad), yang menggadaikan (rahin) dan yang menerima gadai (murtahin)
2. RAHN (MORTAGE)
Rahn adalah menahan salah satu harta milik si peminjam sebagai jaminan atas pinjaman yang diterimanya. Barang yang ditahan tersebut memiliki nilai ekonomis. Dengan demikian, pihak yang menahan memperoleh jaminan untuk dapat mengambil kembali seluruh atau sebagian piutangnya. Secara sederhana rahn adalah jaminan utang atau gadai.
a) Rukun Rahn
• Barang yang digadaikan (borg)
• Adanya utang
• Siqhot (akad/ijab qabul)
• Aqid (yang berakad), yang menggadaikan (rahin) dan yang menerima gadai (murtahin)
3. AL-WAKALAH
Wakalah adalah penyerahan, pendelegasian atau pemberian mandat. Dalam bahasa Arab, hal ini dapat dipahami sebagai at-tafwidh. Contoh kalimat “aku serahkan urusanku kepada Allah” mewakili pengertian istilah tersebut.
a) Rukun Wakalah
• Dua orang yang melakukan transaksi, yaitu orang yang mewakilkan dan yang menjadi wakil
• Sighot (lafadz)
• Muwakal fih (sesuatu yang diwakilkan)
b) Macam-Macam Wakalah
• Wakalah disertai imbalan
• Wakalah tanpa imbalan
Wakalah adalah penyerahan, pendelegasian atau pemberian mandat. Dalam bahasa Arab, hal ini dapat dipahami sebagai at-tafwidh. Contoh kalimat “aku serahkan urusanku kepada Allah” mewakili pengertian istilah tersebut.
a) Rukun Wakalah
• Dua orang yang melakukan transaksi, yaitu orang yang mewakilkan dan yang menjadi wakil
• Sighot (lafadz)
• Muwakal fih (sesuatu yang diwakilkan)
b) Macam-Macam Wakalah
• Wakalah disertai imbalan
• Wakalah tanpa imbalan
4. AL-KAFALAH
Kafalah adalah jaminan yang diberikan oleh penanggung (kafil) kepada pihak ketiga untuk memenuhi kewajiban pihak kedua atau yang ditanggung. Dalam pengertian lain, kafalah juga berarti mengalihkan tanggungjawab seseorang yang dijamin dengan berpegang kepada tanggungjawab orang lain sebagai penjamin.
a) Rukun Al-Kafalah
• Penjamin (kafil), yaitu dewasa dan berakal serta cakap hukum
• Orang yang berhutang (ashil)
• Orang yang berpiutang (makful lahu), yaitu identitasnya diketahui, hadir pada saat akad dan berakal sehat
• Utangnya (makful bihi)
• Sighot
b) Macam-macam Kafalah
• Kafalah bin nafs
• Kafalah bil-maal
• Kafalah bit-Taslim
• Kafalah bi al-Darak
Kafalah adalah jaminan yang diberikan oleh penanggung (kafil) kepada pihak ketiga untuk memenuhi kewajiban pihak kedua atau yang ditanggung. Dalam pengertian lain, kafalah juga berarti mengalihkan tanggungjawab seseorang yang dijamin dengan berpegang kepada tanggungjawab orang lain sebagai penjamin.
a) Rukun Al-Kafalah
• Penjamin (kafil), yaitu dewasa dan berakal serta cakap hukum
• Orang yang berhutang (ashil)
• Orang yang berpiutang (makful lahu), yaitu identitasnya diketahui, hadir pada saat akad dan berakal sehat
• Utangnya (makful bihi)
• Sighot
b) Macam-macam Kafalah
• Kafalah bin nafs
• Kafalah bil-maal
• Kafalah bit-Taslim
• Kafalah bi al-Darak
BAB III
KESIMPULAN
Bagi bank konvensional¸ selain modal sumber dana lainnya cenderung bertujuan untuk “menahan” uang. Hal ini sesuai dengan pendekatan yang dilakukan Keynes yang mengemukakan bahwa orang membutuhkan uang untuk tiga kegunaan: transaksi, cadangan dan investasi. Oleh karena itu, produk penghimpunan dana pun disesuaikan dengan tiga fungsi tersebut, yaitu berupa giro, tabungan dan deposito.
Pengertian penghimpunan dana adalah suatu kegiatan usaha yang dilakukan bank untuk mencari dana kepada pihak deposan yang nantinya akan disalurkan kepada pihak kreditur dalam rangka menjalankan fungsinya sebagai intermediasi antara pihak deposn dengan pihak kreditur. Pembiayaan merupakan salah satu tugas pokok bank, yaitu pemberian fasilitas penyediaan dana untuk memenuhi kebutuhan pihak-pihak yang merupakan defisit unit.
Daftar Pustaka
• Syafi’i Antonio, Muhammad, Bank Syariah: Dari Teori Ke Praktik, Jakarta: Gema Insani, 2001
• Karim, Adiwarman, Bank Islam: analisis fiqh dan keuangan, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2010
• Ismail, Perbankan syariah, Jakarta : Kencana, 2011
• Jaih Mubarok , Perkembangan Fatwa Ekonomi Syariah di Indonesia. ( Bandung : Pustaka Bani Quraisy, 2004 ),
Baca Lengkapnya:
KESIMPULAN
Bagi bank konvensional¸ selain modal sumber dana lainnya cenderung bertujuan untuk “menahan” uang. Hal ini sesuai dengan pendekatan yang dilakukan Keynes yang mengemukakan bahwa orang membutuhkan uang untuk tiga kegunaan: transaksi, cadangan dan investasi. Oleh karena itu, produk penghimpunan dana pun disesuaikan dengan tiga fungsi tersebut, yaitu berupa giro, tabungan dan deposito.
Pengertian penghimpunan dana adalah suatu kegiatan usaha yang dilakukan bank untuk mencari dana kepada pihak deposan yang nantinya akan disalurkan kepada pihak kreditur dalam rangka menjalankan fungsinya sebagai intermediasi antara pihak deposn dengan pihak kreditur. Pembiayaan merupakan salah satu tugas pokok bank, yaitu pemberian fasilitas penyediaan dana untuk memenuhi kebutuhan pihak-pihak yang merupakan defisit unit.
Daftar Pustaka
• Syafi’i Antonio, Muhammad, Bank Syariah: Dari Teori Ke Praktik, Jakarta: Gema Insani, 2001
• Karim, Adiwarman, Bank Islam: analisis fiqh dan keuangan, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2010
• Ismail, Perbankan syariah, Jakarta : Kencana, 2011
• Jaih Mubarok , Perkembangan Fatwa Ekonomi Syariah di Indonesia. ( Bandung : Pustaka Bani Quraisy, 2004 ),
Baca Lengkapnya: