BAB II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
A. Kedudukan PT sebagai Badan Hukum
Perseroan terbatas merupakan suatu subjek hukum yang diakui oleh pemerintah Indonesia dalam bentuk badan hukum. Perkumpulan dari beberapa orang yang
kemudian membuat suatu ikatan yang kemudian menjalankan fungsinya sesuai dengan tujuan dari dibentuknya badan hukum tersebut. Secara pengertian, PT memiliki arti “badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam undang-undang ini serta peraturan pelaksanaannya”. Dari pengertian diatas dapat dipahami bahwa perseroan terbatas adalah sebuah badan hukum yang didalamnya terdapat persekutuan modal yang dibentuk berdasarkan adanya perjanjian terhadap suatu kegiatan tertentu yang memiliki jumlah saham.
Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) sebagai aturan awal dari PT tidak mengatakan secara tegas akan keberadaan PT sebagai badan hukum akan tetapi memberikan penjelasan pertanggung jawaban suatu saham dalam perseroan, “Modal perseroan dibagi atas saham-saham atau Sero-sero atas nama atau blangko. Para persero atau pemegang saham atau sero tidak bertanggung jawab lebih daripada jumlah penuh saham-saham itu”. Kemudian pada Pasal 45 KUHD “para pengurus tidak bertanggung jawab lebih daripada untuk menunaikan sebaik-baiknya tugas yang diberikan kepada mereka; mereka tidak bertanggung jawab secara pribadi terhadap pihak ketiga atas perikatan perseroan”, kembali lagi tidak ada pernyataan tegas akan bentuk dari perseroan terbatas tersebut namun KUHD mengakui adanya kekayaan terpisah dari modal dan kekayaan pribadi dan juga mengenai pertanggung jawaban modal di perseroan terbatas sebatas jumlah modal/saham yang dimiliki oleh tiap-tiap pemiliki saham.
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas sebagai aturan yang digunakan sekarang secara tegas menyebutkan bahwa PT adalah sebagai badan hukum yang terkandung dalam Pasal 1 UU PT, dengan demikian tidak perlu diragukan akan kedudukan Perseroan Terbatas sebagai badan hukum.
Berikut arti dari badan hukum menurut beberapa ahli:
1. Teori Fictie dari von Sasvigny, badan hukum adalah semata-mata buatan negara saja. Sebetulnya menurut alam hanya manusia sajalah sebagai subjek hukum, badan hukum itu hanya suatu fictie saja, yaitu sesuatu yang sesungguhnya tidak ada, tetapi orang menciptakan dalam bayangannya suatu pelaku hukum (badan hukum) yang sebagai subjek hukum diperhitungkan sama dengan manusia
2. Teori Harta Kekayaan bertujuan dari Brinz, menurutnya hanya manusia saja yang dapat menjadi subjek hukum. Namun, juga tidak dapat dibantah adanya hak-hak atas suatu kekayaan, sedangkan tiada manusia pun yang menjadi pendukung hak-hak itu. Apa yang kita namakan hak-hak dari suatu badan hukum sebenarnya adalah hak-hak yang tidak ada yang mempunyainya dan sebagai penggantinya adalah suatu harta kekayaan yang terikat oleh tujuan atau kekayaan kepunyaan suatu tujuan
3. Teori Organ Daro Otto Van Gierke, bahwa badan hukum adalah suatu realitas sesungguhnya sama seperti sifat kepribadian alam manusia ada di dalam pergaulan hukum. Tidak hanya suatu pribadi yang sesungguhnya, tetapi badan hukum ini juga mempunyai kehendak atau kemauan sendiri yang dibentuk melalui alat-alat perlengkapannya (pengurus, anggota-anggotanya). Apa yang mereka putuskan adalah kehendak atau kemauan dari badan hukum. Teori ini menggambarkan badan hukum sebagai suatu yang tidak berbeda dengan manusia.
4. Teori Propriete Collective dari Planiol yaitu hak dan kewajiban badan hukum itu pada hakikatnya adalah hak dan kewajiban anggota bersama-sama. Disamping hak milik pribadi, hak milik serta kekayaan itu merupakan harta kekayaan itu merupakan harta kekayaan bersama. Anggota-anggota tidak hanya dapat memiliki masing-masing untuk bagian tidak dapat dibagi, tetapi juga sebagai pemilik bersama-sama untuk keseluruhannya. Disini dapat dikatakan bahwa orang-orang yang berhimpun itu semuanya merupakan suatu kesatuan dan membentuk suatu pribadi yang dinamakan badan hukum. Maka dari itu, badan hukum adalah suatu konstruksi yuridis saja.
Perseroan Terbatas dijalankan dan dilaksanakan oleh Direksi. Pengelolaan atau pengurusan dilaksanakan oleh Direksi, ini sesuai dengan Pasal 1 angka 5 UU PT direksi adalah organ perseroan yang berwenang dan bertanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan untuk kepentingan perseroan, sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan serta mewakili perseroan, baik di dalam maupun di luar pengadilan sesuai dengan ketentuan anggaran dasar. Dalam Pasal 92 ayat (1) UU PT dikemukakan mengenai fungsi direksi dalam pengurusan PT untuk kepentingan PT yaitu direksi menjalankan pengurusan perseroan untuk kepentingan perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan.
Perseroan terbatas sebagai badan hukum berdasarkan tugas dan fungsi Direksi, bahwa badan hukum PT itu memiliki kehendak atau kemauan sesuai dengan kepentingan PT melalui alat-alatnya. Ini sesuai dengan teori organ yang dikemukakan oleh Daro Otto Van Gierke. Direksi yang merupakan bagian organ atau alat dari badan hukum, dibentuk dan dipilih untuk menjalankan segala kepentingan PT, baik kepentingan itu untuk melakukan perjanjian atau melakukan hal yang lain berhubungan dengan kepentingan PT.
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas sebagai aturan yang digunakan sekarang secara tegas menyebutkan bahwa PT adalah sebagai badan hukum yang terkandung dalam Pasal 1 UU PT, dengan demikian tidak perlu diragukan akan kedudukan Perseroan Terbatas sebagai badan hukum.
Berikut arti dari badan hukum menurut beberapa ahli:
1. Teori Fictie dari von Sasvigny, badan hukum adalah semata-mata buatan negara saja. Sebetulnya menurut alam hanya manusia sajalah sebagai subjek hukum, badan hukum itu hanya suatu fictie saja, yaitu sesuatu yang sesungguhnya tidak ada, tetapi orang menciptakan dalam bayangannya suatu pelaku hukum (badan hukum) yang sebagai subjek hukum diperhitungkan sama dengan manusia
2. Teori Harta Kekayaan bertujuan dari Brinz, menurutnya hanya manusia saja yang dapat menjadi subjek hukum. Namun, juga tidak dapat dibantah adanya hak-hak atas suatu kekayaan, sedangkan tiada manusia pun yang menjadi pendukung hak-hak itu. Apa yang kita namakan hak-hak dari suatu badan hukum sebenarnya adalah hak-hak yang tidak ada yang mempunyainya dan sebagai penggantinya adalah suatu harta kekayaan yang terikat oleh tujuan atau kekayaan kepunyaan suatu tujuan
3. Teori Organ Daro Otto Van Gierke, bahwa badan hukum adalah suatu realitas sesungguhnya sama seperti sifat kepribadian alam manusia ada di dalam pergaulan hukum. Tidak hanya suatu pribadi yang sesungguhnya, tetapi badan hukum ini juga mempunyai kehendak atau kemauan sendiri yang dibentuk melalui alat-alat perlengkapannya (pengurus, anggota-anggotanya). Apa yang mereka putuskan adalah kehendak atau kemauan dari badan hukum. Teori ini menggambarkan badan hukum sebagai suatu yang tidak berbeda dengan manusia.
4. Teori Propriete Collective dari Planiol yaitu hak dan kewajiban badan hukum itu pada hakikatnya adalah hak dan kewajiban anggota bersama-sama. Disamping hak milik pribadi, hak milik serta kekayaan itu merupakan harta kekayaan itu merupakan harta kekayaan bersama. Anggota-anggota tidak hanya dapat memiliki masing-masing untuk bagian tidak dapat dibagi, tetapi juga sebagai pemilik bersama-sama untuk keseluruhannya. Disini dapat dikatakan bahwa orang-orang yang berhimpun itu semuanya merupakan suatu kesatuan dan membentuk suatu pribadi yang dinamakan badan hukum. Maka dari itu, badan hukum adalah suatu konstruksi yuridis saja.
Perseroan Terbatas dijalankan dan dilaksanakan oleh Direksi. Pengelolaan atau pengurusan dilaksanakan oleh Direksi, ini sesuai dengan Pasal 1 angka 5 UU PT direksi adalah organ perseroan yang berwenang dan bertanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan untuk kepentingan perseroan, sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan serta mewakili perseroan, baik di dalam maupun di luar pengadilan sesuai dengan ketentuan anggaran dasar. Dalam Pasal 92 ayat (1) UU PT dikemukakan mengenai fungsi direksi dalam pengurusan PT untuk kepentingan PT yaitu direksi menjalankan pengurusan perseroan untuk kepentingan perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan.
Perseroan terbatas sebagai badan hukum berdasarkan tugas dan fungsi Direksi, bahwa badan hukum PT itu memiliki kehendak atau kemauan sesuai dengan kepentingan PT melalui alat-alatnya. Ini sesuai dengan teori organ yang dikemukakan oleh Daro Otto Van Gierke. Direksi yang merupakan bagian organ atau alat dari badan hukum, dibentuk dan dipilih untuk menjalankan segala kepentingan PT, baik kepentingan itu untuk melakukan perjanjian atau melakukan hal yang lain berhubungan dengan kepentingan PT.
Berikut organ-organ yang ada di dalam suatu perseroan terbatas, yaitu:
1. Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS)
RUPS adalah organ perusahaan yang memegang kekuasaan,yang mana kewenangannya tersebut tidak diserahkan kepada direksi dan dewan komisaris. RUPS sebagai organ perusahaan merupakan wadah para pemegang saham untuk mengambil keputusan penting yang berkaitan dengan modal yang ditanam dalam perusahaan, dengan memperhatikan ketentuan Anggaran Dasar dan peraturan perundang-undangan. Keputusan yang diambil dalam RUPS didasari pada kepentingan usaha perseroan dalam jangka panjang.
Dapat dikatakan bahwa keputusan-keputusan yang menyangkut struktur organisasi perseroan misalnya perubahan anggaran dasar, penggabungan, peleburan, pemisahan, pembubaran dan likuidasi perseroan, hak dan kewajiban para pemegang saham, pengeluaran saham baru dan pembagian atau penggunaan keuntungan yang dibuat perseroan sepenuhnya termasuk wewenang RUPS. Dikatakan bahwa RUPS mempunyai kekuasaan tertinggi dalam perseroan, RUPS menjalankan kekuasaan perseroan secara de facto, secara eksklusif kewenangan diatur dalam anggaran dasar dan pembatasan tertentu bagi direksi yang memerlukan persetujuan RUPS. Tetapi perwakilan untuk pengurusan perseroan di dalam maupun di luar pengadilan tidak termasuk wewenang RUPS. Berikut wewenang RUPS sesuai UU PT, yaitu :
a. Memutuskan penyetoran saham dalam bentuk uang dan/atau dalam bentuk lainnya, misalnya dalam bentuk benda tidak bergerak (Pasal 34)
b. Menyetujui dapat tidaknya pemegang saham dan kreditor lainnya yang mempunyai tagihan terhadap perseroan menggunakan hak tagihnya sebagai kompensasi kewajiban penyetoran atas harga saham yang telah diambilnya (Pasal 35)
c. Menyetujui pembelian kembali saham yang telah dikeluarkan (Pasal 38)
d. Menyetujui penambahan modal perseroan (Pasal 41 ayat (1))
e. Memutuskan pengurangan modal perseroan (Pasal 44 ayat (1)
f. Menyetujui rencana kerja yang diajukan oleh direksi. (Pasal 64 ayat (3))
g. Memutuskan penggunaan laba bersih termasuk penentuan jumlah penyisihan untuk cadangan. (Pasal 71)
h. Mengatur tata cara pengambilan deviden yang telah dimasukkan ke cadangan khusus. (Pasal 73)
i. Memutuskan tentang penggabungan, peleburan, pengambilalihan, atau pemisahan, pengajuan permohonan agar perseroan dinyatakan pailit, perpanjangan waktu berdirinya, dan pembubaran perseroan. (Pasal 89 ayat (1))
j. Memutuskan pembagian tugas dan wewenang pengurusan di antara direksi dalam hal direksi terdiri atas 2 anggota direksi atau lebih. (Pasal 92 ayat (5))
k. Mengangkat anggota direksi. (Pasal 94 ayat (1))
l. Memutuskan ketentuan tentang besarnya gaji dan tunjangan anggota direksi. (Pasal 96 ayat (1))
m. Memutuskan tentang kewenangan direksi untuk mewakili perseroan dalam hal direksi lebih dari 1 orang. (Pasal 98 ayat (3))
n. Menyetujui untuk mengalihkan kekayaan perseroan, atau menjadikan jaminan utang kekayaan perseroan, yang merupakan lebih dari 50% jumlah kekayaan bersih perseroan dalam satu transaksi atau lebih, baik yang berkaitan satu sama lain maupun tidak. (Pasal 102 ayat (1))
o. Menyetujui dapat atau tidaknya direksi mengajukan permohonan pailit atas perseroan kepada Pengadilan Niaga. (Pasal 104)
p. Memberhentikan anggota direksi sewaktu-waktu dengan menyebutkan alasannya. (Pasal 105)
q. Mencabut atau menguatkan keputusan pemberhentian sementara anggota Direksi yang telah ditetapkan oleh dewan komisaris. (Pasal 106 ayat (6))
r. Mengangkat anggota dewan komisaris. (Pasal 111)
s. Menetapkan ketentuan tentang besarnya gaji atau honorarium dan tunjangan bagi anggota dewan komisaris. (Pasal 113)
t. Memutuskan dapat atau tidaknya dewan komisaris melakukan tindakan pengurusan perseroan dalam keadaan tertentu untuk jangka waktu tertentu. (Pasal 118 ayat (1))
u. Mengangkat komisaris independen. (Pasal 120 ayat (2))
v. Memutuskan tentang pengambilalihan saham oleh badan hukum berbentuk perseroan. (Pasal 125 ayat (4))
w. Memutuskan tentang penggabungan, peleburan, pengambilalihan, atau pemisahan perseroan. (Pasal 127 ayat (1))
x. Memutuskan tentang pembubaran perseroan. (Pasal 142 ayat (1))
2. Dewan komisaris
Dewan komisaris adalah sebuah dewan yang bertugas untuk melakukan pengawasan dan memberikan nasihat kepada direktur PT. Dewan komisaris merupakan organ perusahaan yang bertugas dan bertanggung jawab secara kolektif untuk melakukan pengawasan dan memberikan nasihat kepada Direksi.
Dalam melaksanakan tugas, dewan komisaris bertanggung jawab kepada RUPS. Pertanggungjawaban dewan komisaris kepada RUPS merupakan perwujudan akuntabilitas pengawasan atas pengelolaan perusahaan. Kinerja dewan komisaris dievaluasi berdasarkan unsur-unsur penilaian kinerja yang disusun secara mandiri oleh dewan komisaris. Pelaksanaan penilaian dilakukan pada tiap akhir periode tutup buku.
Dewan komisaris adalah organ pengawas mandiri. Menurut ketentuan Pasal 1 angka 6 UU PT jelas bahwa ada keharusan bagi setiap perseroan mempunyai dewan komisaris. Tugas utama dewan komisaris adalah melakukan pengawasan atas kebijakan pengurusan yang dijalankan direksi, jalannya pengurusan tersebut pada umumnya, baik mengenai perseroan maupun usaha perseroan, dan memberi nasehat kepada direksi.
Dewan komisaris tidak mempunyai peran dan fungsi eksekutif. Sekalipun anggaran dasar menentukan bahwa perbuatan-perbuatan direksi tertentu memerlukan persetujuan dewan komisaris, persetujuan dimaksud bukan pemberian kuasa dan bukan pula perbuatan pengurusan.
Tugas dan kewenangan pengawasan dipercayakan kepada dewan komisaris demi kepentingan perseroan, bukan kepentingan satu atau beberapa orang pemegang saham. Hal ini ditegaskan dalam pasal 85 ayat (4) UU PT yang melarang anggota dewan komisaris untuk bertindak selaku kuasa pemegang saham dalam pemungutan suara sewaktu RUPS. Dalam pengurusan perseroan kedudukan direksi dan dewan komisaris adalah setara. Komisaris adalah pengawas kebijaksanaan direksi dalam menjalankan perseroan serta sebagai penasihat direksi. Untuk mencapai efektifitas fungsi komisaris tersebut maka ditetapkan pula persyaratan untuk menjadi komisaris yang adalah sama untuk menjadi direksi. Tanggung jawab dewan komisaris mirip dengan tanggung jawab direksi. Perbedaannya adalah bahwa tanggung jawab dewan komisaris terdapat dalam bidang pengawasan atas kebijakan pengurusan yang dilakukan direksi dan pemberian nasehat kepada direksi, sedangkan tanggung jawab direksi terdapat dalam bidang pengurusan dan perwakilan perseroan. Tanggung jawab dewan komisaris terbagi atas tanggung jawab ke luar dan tanggung jawab ke dalam.
Dewan komisaris melakukan pengawasan, maka dewan komisaris bertanggung jawab atas pengawasan perseroan. Pertanggung jawaban tersebut diberikan sekali setahun pada waktu RUPS tahunan. Sedangkan tanggung jawab keluar, berkaitan dengan kerugian yang diderita oleh pihak ketiga. Dalam dal ini berlaku pula tanggung jawab seperti halnya direksi. Hal tersebut ditegaskan dalam Pasal 115 UU PT yang mengatur bahwa setiap anggota dewan komisaris bertanggung jawab secara tanggung renteng ikut bertanggung jawab dengan direksi atas kewajiban (utang) perseroan yang belum dilunasi bilamana terjadi kepailitan perseroan karena kesalahan atau kelalaian dewan komisaris dalam melakukan pengawasan terhadap pengurusan yang dilakukan direksi. Selanjutnya diatur pula dalam Pasal 115 ayat (2) bahwa tanggung jawab tersebut berlaku juga bagi anggota dewan komisaris yang sudah tidak menjabat 5 (lima) tahun sebelum putusan pernyataan pailit diucapkan. Ketentuan serupa ditetapkan pula bagi mantan anggota direksi yang karena kesalahan atau kelalaiannya selagi menjabat telah menyebabkan perseroan dinyatakan pailit. Berikut rincian wewenang dewan komisaris dalam UU PT, yaitu:
a. Dewan komisaris melakukan pengawasan atas kebijakan pengurusan, jalannya pengurusan pada umumnya, baik mengenai Perseroan maupun usaha, dan memberi nasihat kepada direksi. (Pasal 108 ayat (1))
b. Dewan komisaris bertanggung jawab atas pengawasan perseroan. (Pasal 114 ayat (1))
c. Dalam hal terjadi kepailitan karena kesalahan atau kelalaian dewan komisaris dalam hal melakukan pengawasan terhadap pengurusan yang dilaksanakan oleh direksi dan kekayaan perseroan tidak cukup untuk membayar seluruh kewajiban perseroan akibat kepailitan tersebut, setiap anggota dewan komisaris secara tanggung renteng ikut bertanggung jawab dengan anggota direksi atas kewajiban yang belum dilunasi. (Pasal 115 ayat (1)).
d. Dewan komisaris wajib (Pasal 116), yaitu :
• Membuat risalah rapat dewan komisaris dan menyimpan salinannya;
• Melaporkan kepada perseroan mengenai kepemilikan sahamnya dan/atau keluarganya pada perseroan tersebut dan perseroan lain;
• Memberikan laporan tentang tugas pengawasan yang telah dilakukan selama tahun buku yang baru lampau kepada RUPS
3. Direksi
Direksi adalah organ perusahaan yang bertanggungjawab penuh atas pengurusan perusahaan untuk kepentingan dan tujuan perusahaan sesuai dengan ketentuan anggaran dasar. Dalam melaksanakan tugasnya, direksi bertanggung jawab kepada RUPS. Pertanggungjawaban direksi kepada RUPS merupakan perwujudan akuntabilitas pengelolaan perusahaan.
Kinerja direksi dievaluasi oleh dewan komisaris baik secara individual maupun kolektif berdasarkan unsur-unsur penilaian kinerja yang disusun oleh Komite Nominasi. Pelaksanaan penilaian dilakukan pada tiap akhir periode tahun buku. Hasil penilaian kinerja direksi oleh dewan komisaris disampaikan dalam RUPS.
Tugas dan wewenang untuk melakukan pengurusan perseroan adalah tugas dan wewenang setiap anggota direksi. Ditegaskan dalam tanggung jawab pribadi secara tanggung renteng yang diatur dalam Pasal 97 ayat (4) UU PT. Namun tugas dan wewenang direksi dibatasi oleh peraturan undang-undang, maksud dan tujuan perseroan dan pembatasan-pembatasan dalam anggaran dasar. Sehubungan dengan pembatasan-pembatasan yang mengikat direksi tersebut di atas UU PT dengan tegas dan jelas mengatur bahwa pembatasan dimaksud pada dasarnya tidak mempunyai akibat keluar yaitu bahwa perbuatan hukum yang dilakukan direksi tanpa persetujuan RUPS atau dewan komisaris tetap mengikat perseroan sepanjang pihak lain dalam perbuatan hukum tersebut beritikad baik. Berarti bahwa pihak lain dimaksud dilindungi oleh praduga itikad baik yang merupakan suatu asas dalam Hukum Perdata Indonesia.
Perseroan adalah subyek hukum dan perseroan sebagai ciptaan hukum adalah orang buatan yang mutlak memerlukan direksi yang ditugaskan untuk menjalankan pengurusan dan perwakilan perseroan. Pasal 92 ayat (1) dan Pasal 98 ayat (2) UU PT menetapkan bahwa direksi adalah pengurus dan wakil perseroan.
Tugas tersebut melahirkan kewajiban pada setiap anggota direksi untuk senantiasa menjaga dan membela kepentingan perseroan. Kelalaian dalam melaksanakan tugas tersebut berakibat bahwa setiap anggota direksi secara tanggung renteng dapat dipertanggungjawabkan. Selama anggota direksi menjalankan kewajibannya dalam batas-batas kewenangannya, anggota direksi tidak dapat dipertanggungjawabkan atas kerugian perseroan. Berikut kewenagan beserta kewajiban direksi, yaitu:
a. Menjalankan pengurusan perseroan untuk kepentingan perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan. (Pasal 92 ayat (1))
b. Direksi bertanggung jawab atas pengurusan Perseroan. (Pasal 97 ayat (1))
c. Direksi mewakili perseroan baik di dalam maupun di luar pengadilan. (Pasal 98 ayat (1))
Direksi wajib (Pasal 100 ayat (1)):
a. Membuat daftar pemegang saham, daftar khusus, risalah RUPS, dan risalah rapat direksi;
b. Membuat laporan tahunan dan dokumen keuangan perseroan sebagaimana dimaksud dalam undang-undang tentang Dokumen Perusahaan;
c. Memelihara seluruh daftar, risalah, dan dokumen keuangan perseroan dan dokumen perseroan lainnya
d. Anggota direksi wajib melaporkan kepada perseroan mengenai saham yang dimiliki anggota direksi yang bersangkutan dan/atau keluarganya dalam perseroan dan perseroan lain untuk selanjutnya dicatat dalam daftar khusus. (Pasal 101 ayat (1))
Direksi wajib meminta persetujuan RUPS untuk (Pasal 102 ayat (1)):
a. Mengalihkan kekayaan perseroan;
b. Menjadikan jaminan utang kekayaan perseroan, yang merupakan lebih dari 50% jumlah kekayaan bersih perseroan dalam satu transaksi atau lebih, baik yang berkaitan satu sama lain maupun tidak.
c. Direksi dapat memberi kuasa tertulis kepada satu orang karyawan Perseroan atau lebih atau kepada orang lain untuk dan atas nama perseroan melakukan perbuatan hukum tertentu sebagaimana yang diuraikan dalam surat kuasa. (Pasal 103)
Penjelasan mengenai tugas dari masing-masing organ perseroan terbatas membuktikan bagaimana organ-organ tersebut adalah suatu kesatuan yang memiliki tanggung jawab dan saling bekerjan sama dalam menjalankan perseroan agar tercapai perseroan yang sehat serta mandiri. Perseroan sebagai badan usaha yang berbentuk badan hukum berbeda dengan badan usaha seperti CV atau firma, tidak memiliki hak tanggung jawab seperti subjek hukum lainnya, perorangan, maka berikut ciri-ciri dari bentuk badan hukum tersebut, yaitu:
1. Memiliki harta kekayaan yang terpisah
Perseroan Terbatas mempunyai harta kekayaan tersendiri yang terpisah dari harta kekayaan para perseronya dan didapat dari pemasukan para persero (pemegang saham), yang berupa modal dasar, modal yang ditempatkan dan modal yang disetor penuh. Harta kekayaan ini sengaja diadakan dan memang diperlukan sebagai alat untuk mengejar tujuan perseroan dalam hubungan hukumnya di masyarakat, misalnya dalam rangka membuat perjanjian-perjanjian dengan pihak ketiga. Kekayaan terpisah membawa akibat sebagai berikut:
a. Kreditur pribadi dari persero dan atau para pengurusnya tidak mempunyai hak untuk menuntut harta kekayaan badan hukum itu
b. Para persero dan juga para pengurusnya secara pribadi tidak dapat menagih piutang badan hukum dari pihak ketiga
c. Kompensasi antara hutang pribadi dan hutang badan hukum tidak diperkenankan
d. Hubungan hukum, baik perikatan maupun proses-proses antara para persero dan atau para pengurusnya dengan badan hukum dapat terjadi, seperti halnya antara badan hukum dengan pihak ketiga
e. Pada kepailitan, hanya kreditur badang hukum itu saja yang dapat menuntut harta kekayaan yang terpisah itu.
2. Mempunyai tujuan
Perseroan terbatas merupakan subjek hukum yang memiliki tujuan tertentu, ini dapat dilihat dari anggaran dasarnya. Ini dapat dilihat dari usaha perusahaan tersebut seperti PT. Bank BRI. Secara jelas perseroan ini bergerak di bidang perbankan.
3. Mempunyai kepentingan sendiri
Kepentingan sendiri yang dimaksud adalah merupakan hak-hak subjektifnya sebagai akibat dari peristiwa-peristiwa hukum yang dialaminya dan kepentigan itu adalah kepentingan yang dilindungi hukum. Maka dengan demikian peseroan memiliki kepentingan sendiri yang dapat mempertahankan kepentingannya terhadap pihak ketiga.
4. Mempunyai organisasi yang teratur
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa, perseroan terdiri dari organ-organ perseroan yang memiliki fungsi dan tugasnya masing-masing. Masing-masing organ akan mempertanggung jawabkan setiap tindakannya kepada organ yang lain karena masing-masing organ akan selalui diawasi. Dengan demikian patutlah dikatakan bahwa perseroan terbatas memiliki organisasi yang teratur.
B. Kedudukan Koperasi sebagai Badan Hukum
Koperasi adalah badan hukum yang didirikan oleh orang perseorangan atau badan hukum Koperasi, dengan pemisahan kekayaan para anggotanya sebagai modal untuk menjalankan usaha, yang memenuhi aspirasi dan kebutuhan bersama di bidang ekonomi, sosial, dan budaya sesuai dengan nilai dan prinsip Koperasi. Badan hukum tidak hanya sebatas pada PT akan tetapi dapat berbentuk lain sesuai dengan peraturan yang ada.
Koperasi memiliki status yang sama dengan PT yang berstatus badan hukum yang merupakan sebuah organisasi yang memiliki hak dan tanggung jawab di depan hukum, dengan demikian koperasi merupakan subjek hukum.
Berdasarkan UU Koperasi memberikan legitimasi kepada Koperasi menjadi badan hukum yang memiliki wewenang dalam menjalankan fungsinya yang memiliki modal/saham yang disetor oleh pemilik saham.
Sama halnya dengan PT, koperasi dibentuk dengan adanyan perikatan/perjanjian antara pendirinya, hal ini sesuai dengan Pasal 7 ayat (1) dan (2) UU Koperasi yaitu Koperasi Primer didirikan oleh paling sedikit 20 (dua puluh) orang perseorangan dengan memisahkan sebagian kekayaan pendiri atau Anggota sebagai modal awal Koperasi dan Koperasi Sekunder didirikan oleh paling sedikit 3 (tiga) Koperasi Primer. Seperti yang telah disebutkan diawal bahwa setiap berbadan hukum, harta kekayaan antara harta pribadi dengan harta kekayaan badan hukum dipisahkan. Dalam Pasal 7 ayat (1) diatas telah disebutkan “……dengan memisahkan sebagian kekayaan pendiri atau Anggota sebagai modal awal Koperasi”, dengan demikian kedudukan Koperasi sebagai badan hukum telah memenuhi syarat untuk menjalankan hak dan tanggung jawab.
Koperasi dijalankan atau dikelola oleh pengurus, ini sesuai dengan Pasal 1 ayat (1) UU Koperasi, pengurus adalah perangkat organisasi koperasi yang bertanggung jawab penuh atas kepengurusan koperasi untuk kepentingan dan tujuan koperasi, serta mewakili koperasi baik di dalam maupun di luar pengadilan sesuai dengan ketentuan Anggaran Dasar. Dengan demikian fungsi dari pengurus adalah menjalankan Koperasi sebaik mungkin sesuai dengan kepentingan Koperasi.
Dalam Pasal 4 UU Koperasi, tertuang tujuan koperasi Indonesia, yaitu bertujuan meningkatkan kesejahteraan anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya, sekaligus sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari tatanan perekonomian nasional yang demokratis dan berkeadilan.
Koperasi dalam pendiriannya berpegang teguh pada asas dan prinsip-prinsip ideal tertentu, maka kegiatan koperasi biasanya juga diharapkan dapat membantu meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan. Dengan upaya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, oleh karena itu adanya prinsip keterbukaan anggota dalam koperasi. Siapa saja dapat untuk menjadi anggota koperasi.
Melihat tujuan dari koperasi yang tertuang dalam Pasal 4 UU Koperasi koperasi berjalan tidak keluar dari koridor perekonomian Indonesia. Demokratis terhadap seluruh anggota koperasi dengan mendukung rasa keadilan tanpa terkecuali. Dapat dipahami apa sebenarnya tujuan dari koperasi ini terbentuk dari uraian berikut:
1. Koperasi Indonesia berusaha ikut membantu para anggotanya untuk dapat meningkatkan penghasilannya
2. Koperasi Indonesia dapat mengurangi tingkat pengangguran. Dengan semakin meningkatkan pertambahan penduduk, membawa dampak meningkatnya pula pengangguran, karena berkurangnya atau semakin sulitnya lapagan pekerjaan.
3. Koperasi Indonesia dapat mengembangkan kegiatan usaha masyarakat. Sebagai badan usaha yang mengutamakan usaha bersama dalam meningkatkan kesejahteraan hidup para anggotanya, maka dalam kegiatan usahanya koperasi berusaha mempersatukan usaha bersama tersebut dengan baik.
4. Koperasi Indonesia dapat berperan serta meningkatkan tarah hidup rakyat. Tujuan utama koperasi adalah meningkatkan taraf hidup para anggota tercukupi, koperasi berusaha untuk ikut meningkatkan taraf hidup masyarakat pada umumnya.
5. Koperasi Indonesia dapat berperan ikut meningkatkan pendidikan rakyat. Koperari dapat memberikan pendidikan kepada rakyat dengan jalan mendidik para anggota koperasi terlebih dahulu, dan kemudian secara berantai para anggota koperasi dapat mengamalkan pengetahuannya terebut kepada masyarakat lainnya.
6. Koperasi Indonesia dapat berperan sebagai perjuangan ekonomi. Koperasi dapat memberikan kemampuan yang besar untuk dapat mempertinggi kesejahteraan rakyat banyak.
7. Koperasi Indonesia dapat berperan menciptakan demokrasi ekonomi. Dalam perannya sebagai alat pendemokrasian ekonomi nasional, koperasi dituntut berperan menyeluruh di semua lapangan usaha dan mampu mejangkau sektor-sektor ekonomi fital yang bermanfaat bagi kehidupan masyarakat.
8. Koperasi Indonesia dapat berperan serta dalam membangun tatanan perekonomian nasional.
9. Koperasi Indonesia dapat berperan sebagai alat Pembina insane masyarakat untuk memperkokoh kedudukan ekonomi bangsa Indonesia serta bersatu dalam mengatur tata laksana perekonomian rakyat.
Organ koperasi terdiri dari rapat anggota, pengurus dan pengawas. Masing-masing organ telah diatur di dalam UU Koperasi, yaitu:
1. Rapat anggota
Pasal 1 ayat (5) UU Koperasi, rapat anggota memiliki arti yaitu perangkat organisasi koperasi yang memegang kekuasaan tertinggi dalam koperasi.
Wewenang rapat anggota dapat dilihat dari Pasal 33 UU Koperasi. Yang harus diketahui pula bahwa, rapat anggota adalah pemengang kekuasaan tertinggi di koperasi. Berikut wewenang rapat anggota dalam koperasi tersebut:
a. Menetapkan kebijakan umum koperasi
b. Mengubah anggaran dasar
c. Memilih, mengangkat, dan memberhentikan pengawas dan pengurus
d. Menetapkan rencana kerja, rencana anggaran pendapatan dan belanja koperasi
e. Menetapkan batas maksimum pinjaman yang dapat dilakukan oleh pengurus untuk dan atas nama koperasi
f. Meminta keterangan dan mengesahkan pertanggungjawaban pengawas dan pengurus dalam pelaksanaan tugas masing-masing
g. Menetapkan pembagian selisih hasil usaha
h. Memutuskan penggabungan, peleburan, kepailitan, dan pembubaran koperasi, dan
i. Menetapkan keputusan lain dalam batas yang ditentukan oleh undang-undang Nomor 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian.
2. Pegawas
Pasal 1 ayat (6) UU Koperasi menjelaskan bahwa pengawas adalah perangkat organisasi koperasi yang bertugas mengawasi dan memberikan nasihat kepada pengurus. Pengawas bertugas untuk:
a. Mengusulkan calon pengurus
b. Memberi nasihat dan pengawasan kepada pengurus
c. Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan kebijakan dan pengelolaan Koperasi yang dilakukan oleh pengurus, dan
d. Melaporkan hasil pengawasan kepada Rapat Anggota
Sedangkan wewenang dari pengawas koperasi, adalah:
a. Menetapkan penerimaan dan penolakan anggota baru serta pemberhentian anggota sesuai dengan ketentuan dalam anggaran dasar
b. Meminta dan mendapatkan segala keterangan yang diperlukan dari pengurus dan pihak lain yang terkait
c. Mendapatkan laporan berkala tentang perkembangan usaha dan kinerja koperasi dari pengurus
d. Memberikan persetujuan atau bantuan kepada pengurus dalam melakukan perbuatan hukumtertentu yang ditetapkan dalam anggaran dasar dan
e. Dapat memberhentikan pengurus untuk sementara waktu dengan menyebutkan alasannya
3. Pengurus
Pasal 1 ayat (7) UU Koperasi memberikan arti bahwa pengurus adalah perangkat organisasi koperasi yang bertanggung jawab penuh atas kepengurusan koperasi untuk kepentingan dan tujuan koperasi, serta mewakili koperasi baik di dalam maupun di luar. Pengurus bertugas:
a. Mengelola koperasi berdasarkan anggaran dasar
b. Mendorong dan memajukan usaha anggota
c. Menyusun rancangan rencana kerja serta rencana anggaran pendapatan dan belanja koperasi untuk diajukan kepada rapat anggota
d. Menyusun laporan keuangan dan pertanggungjawaban pelaksanaan tugas untuk diajukan kepada rapat anggota
e. Menyusun rencana pendidikan, pelatihan, dan komunikasi koperasi untuk diajukan kepada rapat anggota
f. Menyelenggarakan pembukuan keuangan dan inventaris secara tertib
g. Menyelenggarakan pembinaan karyawan secara efektif dan efisien
h. Memelihara buku daftar anggota, buku daftar pengawas, buku daftar pengurus, buku daftar pemegang sertifikat modal koperasi, dan risalah rapat anggota, dan
i. Melakukan upaya lain bagi kepentingan, kemanfaatan, dan kemajuan koperasi sesuai dengan tanggung jawabnya dan keputusan rapat anggota.
Pengurus juga berwenang untuk mewakili koperasi di dalam maupun di luar pengadilan. Pengurus memiliki peran penting di dalam koperasi karena penguruslah yang menjalankan roda badan usaha koperasi ini, oleh karena itu apabila dibandingkan kedudukan pengurus sama dengan kedudukan direksi yang berada di perseroan.
C. Permodalan dalam PT Menurut Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007
1. Jenis-jenis modal
Ada 3 (tiga) jenis modal dalam Perseroan Terbatas, yaitu:
a. Modal dasar
b. Modal ditempatkan
c. Modal disetor
Ketiga modal diatas berbeda bukan karena berasal dari mana modal itu berasal
akan tetapi lebih kepada strukturalnya, yaitu modal yang ditujukan/diarahkan kepada
persero itu sendiri. Modal PT berasal tetap dari pendiri perseroan itu sendiri, tidak dari
pihak lain, berbeda dengan koperasi yang mengklasifikasikan modal yang diberikan
kepada diarahkan ke koperasi dan dari mana modal itu berasal.
a. Modal dasar
Modal dasar dalam Peseroan Terbatas diatur dalam Pasal 31 ayat (1) UU PT, yaitu modal dasar perseroan terdiri atas seluruh nilai nominal saham.
Perkataan modal memberikan variasi makna tergantung dari sudut pandang akan tetapi apabila dihubungkan dengan perseroan, modal memiliki arti sesuatu yang diperoleh perseroan dalam bentuk uang melalui penerbitan saham (issued of shares). Uang itulah yang digunakan perseroan melancarkan kegiatan susah dan bisnis yang ditentukan dalam Anggaran Dasar. Modal dasar perseroan pada prinsipnya merupakan total jumlah saham yang dapat diterbitkan oleh Perseroan. Anggaran Dasar sendiri yang menentukan berapa banyak jumlah saham yang dijadikan modal dasar. Jumlah yang ditentukan dalam Anggaran Dasar, merupakan nilai nominal yang murni.
b. Modal dikeluarkan/ditempatkan
Modal ditempatkan memiliki arti jumlah sahan yang sudah diambil pendiri atau pemegang saham, dan saham yang diambil itu ada yang sudah dibayar dan ada pula yang belum dibayar.dengan demikian modal ditempatkan adalah modal yang disanggupi pendiri atau pemegang saham untuk dilunasinya dan saham itu telah diserahkan kepadanya untuk dimiliki.
c. Modal disetor
Modal disetor memilki makna:
• Saham yang telah dibayar penuh oleh pemegang atau pemiliknya
• Jadi modal disetor adalah modal yang sudah dimasukkan pemegang saham sebagai pelunasan pembayaran saham yang diambilnya sebagai modal yang ditempatkan dari modal dasar Perseroan
2. Ketentuan Besaran Modal PT
Besaran modal PT masih tergantung pada struktural dari modal yang telah disebutkan namun besaran modal tersebut dapat saja berubah sesuai dengan Anggaran Dasar atau peraturan pemerintah. Ini dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. Modal dasar
Jumlah nominal modal disetor yang dimaksud di dalam Pasal 31 ayat (1) UU PT adalah sebesar Rp.50.000.000,- (lima puluh juta rupiah). Dalam lanjutan Pasal 31 ayat (2) dan (3), dinyatakan bahwa undang-undang yang mengatur kegiatan usaha tertentu dapat menentukan jumlah minimum modal Perseroan yang lebih besar daripada ketentuan modal dasar dan perubahan besarnya modal dasar ditetapkan dengan peraturan pemerintah. Nominal modal disetor dapat tidak sejumlah Rp.50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) tergantung dengan kegiatan usaha yang telah ditentukan dengan peraturan pemerintah akan tetapi apabila sesuai dengan UU PT, maka harus sesuai dengan Pasal 31 ayat (1) diatas. Dapat diberi contoh modal disetor yang nilai nominalnya lebih dari Rp.50.000.000 (lima puluh juta rupiah), yaitu modal disetor dalam persyaratan membentuk bank umum. Dalam Pasal 4 ayat (1) SK Direksi BI No: 32/33/Kep/Dir tentang Bank Umum tanggal 12 Mei 1999, dikatakan bahwa modal disetor untuk mendirikan bank ditetapkan sekurang-kurangnya sebesar Rp.3.000.000.000,00 (tiga triliun rupiah).
Anggaran Dasar PT juga dapat mempengaruhi jumlah nominal modal disetor tersebut, namun tidak dapat dibawah dari Rp.50.000.000,- (lima puluh juga rupiah) karena sudah ditentukan nilai minimalnya dalam Pasal 31 ayat (1) diatas Modal dasar.
b. Modal dikeluarkan/ditempatkan
Menurut UU PT menyatakan bahwa paling sedikit 25% (dua puluh lima persen) dari modal dasar harus ditempatkan. Pada Pasal 33 ayat (1) UU PT mengatakan bahwa paling sedikit 25% (dua puluh lima persen) dari modal dasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 harus ditempatkan dan disetor penuh.
Modal ditempatkan merupakan kesanggupan pemegang saham untuk menanamkan modalnya ke perusahaan, sehingga ini dapat dikatakan bukanlah modal riil yang benar-benar sudah ada di perusahaan.
c. Modal disetor
Mengenai jumlah modal disetor adalah sama dengan modal yang ditempatkan yaitu 25% (dua puluh lima persen) dari modal dasar, ini sesuai dengan Pasal 33 ayat (1), “Paling sedikit 25% (dua puluh lima persen) dari modal dasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 harus ditempatkan dan disetor penuh”. Dapat diberikan contoh mengenai modal disetor ini, yaitu apabila modal dasar berjumlah Rp.50.000.000 (lima puluh juta rupiah) maka modal disetor adalah dari pemegang saham adalah 25% dari modal dasar tersebut yaitu Rp.12.500.000 (dua belas juta rupiah). Modal disetor adalah adalah modal riil yang benar-benar disetorkan oleh pemengang saham ke perusahaan. Modal dasar bukanlah modal riil, karena ini merupakan modal yang masih dalam bentuk kesanggupan perusahaan semata dalam memiliki secara keseluruhan modal yang dimiliki.
3. Penambahan dan Pengurangan Modal PT
Perseroan dapat meningkatkan modalnya dengan cara melakukan penambahan yang prosesnya berdasarkan atas persetujuan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Menurut Pasal 41 UU PT, RUPS dapat menyerahkan kewenangan kepada Dewan Komisaris guna menyetujui pelaksanaan keputusan RUPS tersebut dalam rangka peningkatan modal Perseroan untuk jangka paling lama 1 (satu) tahun, dengan catatan bahwa penyerahan kewenangan teresbut sewaktu-waktu dapat ditarik oleh RUPS.
Penambahan modal dapat dilakukan pada modal dasar, modal ditempatkan dan modal disetor. Pada modal dasar berdasarkan Pasal 42 ayat (1), RUPS untuk penambahan “modal dasar” disamakan kualitas dan bentuknya dengan RUPS “perubahan” anggaran dasar. Oleh karena itu agar keputusan RUPS untuk menambah modal dasar sah:
a. Harus tunduk kepada ketentuan Pasal 88 jo. Pasal 19 ayat (1) dan Pasal 21 ayat (2) huruf d UU PT
b. Oleh karena itu, RUPS dilakukan dengan memperhatikan persyaratan kuorum 2/3 bagian dari jumlah seluruh saham dengan haks suara, hadir atau diwakili dalam RUPS dan keputusan sah jika disetujui paling sedikit 2/3 dari jumlah suara yang dikeluarkan (Pasal 88 ayat (1) UU PT).
c. Keputusan RUPS harus mendapat “persetujuan menteri” (Pasal 21 ayat (1) UU PT).
Penambahan modal ditempatkan dan modal disetor berbeda dengan RUPS penambahan modal dasar. RUPS penambahan modal ditempatkan dan disetor, tidak dikategorikan RUPS perubahan anggaran dasar, tetapi disamakan dengan RUPS biasa sebagaimana uang diatur dalam Pasal 86 UU PT dengan demikian keputusan RUPS sah apabila RUPS dilakukan dengan kuorum kehadiran lebih dari ½ bagian dari seluruh jumlah saham dengan hak suara dan disetujui oleh lebih ½ bagian dari jumlah seluruh suara yang dikeluarkan kecuali ditentukan lebih besar dalam anggaran dasar. Wajib memberitahukan penambahan modal ditempatkan dan disetor kepada menteri untuk dicatat dalam Daftar Perseroan serta untuk diumumkan oleh Menteri dan TBN RI.
Pengurangan modal yang dimaksud adalah sesuai dengan Pasal 44 ayat (1) UU PT Terbatas yaitu keputusan RUPS untuk pengurangan modal perseroan Adalah sah apabila dilakukan dengan memperhatikan persyaratan ketentuan kuorum dan jumlah suara setuju untuk perubahan anggaran dasar sesuai ketentuan dalam undang-undang ini dan/atau anggaran dasar”.
Penjelasan Pasal 44 UU PT adalah pengurangan yang menyangkut dengan pengurangan modal dasar, modal ditempatkan dan modal disetor. Sama halnya dengan penambahan modal, pengurangan juga mempengaruhi anggaran dasar suatu perseroan.
D. Permodalan Dalam Koperasi
1. Sumber modal
Modal koperasi meliputi sumber modal dari:
a. Simpanan pokok, yaitu sejumlah uang yang wajib dibayarkan oleh anggota kepada koperasi pada saat masuk menjadi anggota oleh anggota kepada koperaasi yang besarnya untuk masing-masing anggota adalah sama. Simpanan pokok ini tidak dapat diambil kembali oleh anggota selama yang bersangkutan masih menjadi anggota koperasi. Tidak ada ketentuan pasti dalam UU Koperasi mengenai jumlah simpanan pokok. Besar jumlah simpanan pokok tergantung dalam anggaran dasar.
b. Simpanan wajib, yaitu jumlah simpanan tertentu yang wajib dibayar oleh setiap anggota kepada koperasi dalam waktu dan kesempatan tertentu, yang nilainya untuk masing-masing anggota tidak harus sama. Dengan demikian anggota yang lebih mampu dari segi keuangan, dapat memberikan lebih kepada koperasi dibanding anggota lainnya, sebagai simpanan wajibnya. Besar jumlah simpanan wajib tidak dimuat dalam UU Koperasi, ini disesuaikan dalam anggaran dasar berapa besar simpanan wajib.
c. Dana cadangan yaitu sejumlah uang yang diperoleh dari penyisihan Sisa Hasil Usaha, yang dimaksudkan untuk memupukan modal sendiri untuk menutup kerugian koperasi jika diperlukan. Sehubungan dengan itu, dana cadangan koperasi ini tidak boleh dibagikan kepada anggota, meskipun terjadi pembubaran koperasi. Besar jumlah dana cadangan ini juga tergantung dari anggaran dasar yang dibuat, karena jumlah dana cadangan ini tergantung besarnya surplus hasil usaha maka tidak dapat ditentukan besarnya. Ini tergantung dari besarnya surplus hasil usaha (Pasal 78 ayat (1) UU Koperasi).
d. Hibah yaitu sejumlah uang atau barang modal yang dapat dinilai dengan uang yang diterima dari pihak lain yang bersifat hibah/pemberian dan tidak mengikat. Setiap orang dapat mengibahkan uang atau barang, ketentuan besar hibah tidak ditentukan dalam UU Koperasi, karena dapat dipahami bahwa hibah dapat diberikan oleh siapa saja.
e. Modal Pinjaman Koperasi berasal dari pihak-pihak sebagai berikut:
1) Anggota dan calon anggota
Yaitu suatu pinjaman yang diperoleh dari anggota koperasi maupun dari calon anggota koperasi yang memenuhi syarat untuk menjadi anggota
2) Koperasi lainnya dan/atau anggotanya yang didasari dengan perjanjian kerjasama antar koperasi.
Yaitu pinjaman yang diperoleh dari koperasi lain, koperasi lain dan anggotanya atau dari anggota koperasi lain.
3) Bank dan lembaga keuangan lainnya yang dilakukan berdasarkan ketentuan peraturan perudang-undangan yang berlaku
Modal pinjaman ini dapat pula berasal dari pinjaman bank dan pinjaman dari lembaga keuangan lainnya.
4) Penerbitan obligasi dan surat utang lainnya yang dilakukan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku Sebagai suatu kegiatan yang mencari keuntungan ekonomi , koperasi dapat mengeluarkan obligasi yang dapat dijual kepada masyarakat.
5) Sumber lain yang sah
Modal pinjaman yang berasal dari sumber lain yang sah adalah suatu pinjaman dari bukan anggota koperasi yang dilakukan dengan tidak melalui penawaran umum.
Koperasi sebagai badan usaha harus memiliki modal ekuitas sebagai modal koperasi secara hukum dipertegas dengan menetapkan modal sendiri merupakan modal ekuitas sedangkan modal pinjaman merupakan modal penunjang.
2. Ketentuan penambahan modal
Penambahan modal dalam koperasi dikenal dengan penyertaan modal, ini termuat di dalam Pasal 1 ayat (11) UU Koperasi, modal penyertaan adalah penyetoran modal pada Koperasi berupa uang dan/atau barang yang dapat dinilai dengan uang yang disetorkan oleh perorangan dan/atau badan hukum untuk menambah dan memperkuat permodalan Koperasi guna meningkatkan kegiatan usahanya”.
Ada beberapa hal yang dapat dipahami pada Pasal 1 ayat (11) UU Koperasi diatas, yaitu:
a. Penambahan modal/modal penyertaan dapat diberikan dalam bentuk uang atau benda/barang yang memiliki nilai tertentu
b. Penambahan modal/modal penyertaan dapat dilakukan oleh subjek hukum, yaitu dalam bentuk perorangan atau badan hukum.
Selanjutnya, penambahan modal atau di dalam UU Koperasi dikenal dengan modal penyertaan, dapat dilakukan oleh 2 bentuk bentuk subjek hukum lainnya, yaitu pemerintah dalam bentuk badan hukum publiknya dan masyarakat, ini sesuai dengan Pasal 75 ayat (1) UU Koperasi, koperasi dapat menerima Modal Penyertaan dari:
a. Pemerintah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan/atau
b. masyarakat berdasarkan perjanjian penempatan Modal Penyertaan”.
Pemerintah atau masyarakat akan menanggung segala resiko yang terjadi pada koperasi yang telah diberikan modal penyertaan sebatas nilai modal penyertaan, oleh karena itu adanya suatu keterikatan atas resiko yang terjadi pada Koperasi kepada pemerintah atau masyarakat juga terjadi pada keuntungan yang diterima oleh koperasi. Pasal 75 ayat (2) UU Koperasi, menyatakan Pemerintah dan/atau masyarakat wajib turut menanggung risiko dan bertanggung jawab terhadap kerugian usaha yang dibiayai dengan modal penyertaan sebatas nilai modal penyertaan yang ditanamkan dalam koperasi. Selanjutnya Pasal 75 ayat 3 UU Koperasi kewajiban tersebut diatas berlaku juga dalam hal Pemerintah dan/atau masyarakat turut serta dalam pengelolaan usaha yang dibiayai dengan modal penyertaan dan/atau turut menyebabkan terjadinya kerugian usaha yang dibiayai dengan modal penyertaan. Pasal 75 ayat 4 UU Koperasi, Pemerintah dan/atau masyarakat berhak mendapat bagian keuntungan yang diperoleh dari usaha yang dibiayai dengan modal penyertaan. dengan cara melakukan perjanjian terlebih dahulu”.
versi doc. Permodalan Perseroan Terbatas Dan Permodalan Dalam Koperasi
1. Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS)
RUPS adalah organ perusahaan yang memegang kekuasaan,yang mana kewenangannya tersebut tidak diserahkan kepada direksi dan dewan komisaris. RUPS sebagai organ perusahaan merupakan wadah para pemegang saham untuk mengambil keputusan penting yang berkaitan dengan modal yang ditanam dalam perusahaan, dengan memperhatikan ketentuan Anggaran Dasar dan peraturan perundang-undangan. Keputusan yang diambil dalam RUPS didasari pada kepentingan usaha perseroan dalam jangka panjang.
Dapat dikatakan bahwa keputusan-keputusan yang menyangkut struktur organisasi perseroan misalnya perubahan anggaran dasar, penggabungan, peleburan, pemisahan, pembubaran dan likuidasi perseroan, hak dan kewajiban para pemegang saham, pengeluaran saham baru dan pembagian atau penggunaan keuntungan yang dibuat perseroan sepenuhnya termasuk wewenang RUPS. Dikatakan bahwa RUPS mempunyai kekuasaan tertinggi dalam perseroan, RUPS menjalankan kekuasaan perseroan secara de facto, secara eksklusif kewenangan diatur dalam anggaran dasar dan pembatasan tertentu bagi direksi yang memerlukan persetujuan RUPS. Tetapi perwakilan untuk pengurusan perseroan di dalam maupun di luar pengadilan tidak termasuk wewenang RUPS. Berikut wewenang RUPS sesuai UU PT, yaitu :
a. Memutuskan penyetoran saham dalam bentuk uang dan/atau dalam bentuk lainnya, misalnya dalam bentuk benda tidak bergerak (Pasal 34)
b. Menyetujui dapat tidaknya pemegang saham dan kreditor lainnya yang mempunyai tagihan terhadap perseroan menggunakan hak tagihnya sebagai kompensasi kewajiban penyetoran atas harga saham yang telah diambilnya (Pasal 35)
c. Menyetujui pembelian kembali saham yang telah dikeluarkan (Pasal 38)
d. Menyetujui penambahan modal perseroan (Pasal 41 ayat (1))
e. Memutuskan pengurangan modal perseroan (Pasal 44 ayat (1)
f. Menyetujui rencana kerja yang diajukan oleh direksi. (Pasal 64 ayat (3))
g. Memutuskan penggunaan laba bersih termasuk penentuan jumlah penyisihan untuk cadangan. (Pasal 71)
h. Mengatur tata cara pengambilan deviden yang telah dimasukkan ke cadangan khusus. (Pasal 73)
i. Memutuskan tentang penggabungan, peleburan, pengambilalihan, atau pemisahan, pengajuan permohonan agar perseroan dinyatakan pailit, perpanjangan waktu berdirinya, dan pembubaran perseroan. (Pasal 89 ayat (1))
j. Memutuskan pembagian tugas dan wewenang pengurusan di antara direksi dalam hal direksi terdiri atas 2 anggota direksi atau lebih. (Pasal 92 ayat (5))
k. Mengangkat anggota direksi. (Pasal 94 ayat (1))
l. Memutuskan ketentuan tentang besarnya gaji dan tunjangan anggota direksi. (Pasal 96 ayat (1))
m. Memutuskan tentang kewenangan direksi untuk mewakili perseroan dalam hal direksi lebih dari 1 orang. (Pasal 98 ayat (3))
n. Menyetujui untuk mengalihkan kekayaan perseroan, atau menjadikan jaminan utang kekayaan perseroan, yang merupakan lebih dari 50% jumlah kekayaan bersih perseroan dalam satu transaksi atau lebih, baik yang berkaitan satu sama lain maupun tidak. (Pasal 102 ayat (1))
o. Menyetujui dapat atau tidaknya direksi mengajukan permohonan pailit atas perseroan kepada Pengadilan Niaga. (Pasal 104)
p. Memberhentikan anggota direksi sewaktu-waktu dengan menyebutkan alasannya. (Pasal 105)
q. Mencabut atau menguatkan keputusan pemberhentian sementara anggota Direksi yang telah ditetapkan oleh dewan komisaris. (Pasal 106 ayat (6))
r. Mengangkat anggota dewan komisaris. (Pasal 111)
s. Menetapkan ketentuan tentang besarnya gaji atau honorarium dan tunjangan bagi anggota dewan komisaris. (Pasal 113)
t. Memutuskan dapat atau tidaknya dewan komisaris melakukan tindakan pengurusan perseroan dalam keadaan tertentu untuk jangka waktu tertentu. (Pasal 118 ayat (1))
u. Mengangkat komisaris independen. (Pasal 120 ayat (2))
v. Memutuskan tentang pengambilalihan saham oleh badan hukum berbentuk perseroan. (Pasal 125 ayat (4))
w. Memutuskan tentang penggabungan, peleburan, pengambilalihan, atau pemisahan perseroan. (Pasal 127 ayat (1))
x. Memutuskan tentang pembubaran perseroan. (Pasal 142 ayat (1))
2. Dewan komisaris
Dewan komisaris adalah sebuah dewan yang bertugas untuk melakukan pengawasan dan memberikan nasihat kepada direktur PT. Dewan komisaris merupakan organ perusahaan yang bertugas dan bertanggung jawab secara kolektif untuk melakukan pengawasan dan memberikan nasihat kepada Direksi.
Dalam melaksanakan tugas, dewan komisaris bertanggung jawab kepada RUPS. Pertanggungjawaban dewan komisaris kepada RUPS merupakan perwujudan akuntabilitas pengawasan atas pengelolaan perusahaan. Kinerja dewan komisaris dievaluasi berdasarkan unsur-unsur penilaian kinerja yang disusun secara mandiri oleh dewan komisaris. Pelaksanaan penilaian dilakukan pada tiap akhir periode tutup buku.
Dewan komisaris adalah organ pengawas mandiri. Menurut ketentuan Pasal 1 angka 6 UU PT jelas bahwa ada keharusan bagi setiap perseroan mempunyai dewan komisaris. Tugas utama dewan komisaris adalah melakukan pengawasan atas kebijakan pengurusan yang dijalankan direksi, jalannya pengurusan tersebut pada umumnya, baik mengenai perseroan maupun usaha perseroan, dan memberi nasehat kepada direksi.
Dewan komisaris tidak mempunyai peran dan fungsi eksekutif. Sekalipun anggaran dasar menentukan bahwa perbuatan-perbuatan direksi tertentu memerlukan persetujuan dewan komisaris, persetujuan dimaksud bukan pemberian kuasa dan bukan pula perbuatan pengurusan.
Tugas dan kewenangan pengawasan dipercayakan kepada dewan komisaris demi kepentingan perseroan, bukan kepentingan satu atau beberapa orang pemegang saham. Hal ini ditegaskan dalam pasal 85 ayat (4) UU PT yang melarang anggota dewan komisaris untuk bertindak selaku kuasa pemegang saham dalam pemungutan suara sewaktu RUPS. Dalam pengurusan perseroan kedudukan direksi dan dewan komisaris adalah setara. Komisaris adalah pengawas kebijaksanaan direksi dalam menjalankan perseroan serta sebagai penasihat direksi. Untuk mencapai efektifitas fungsi komisaris tersebut maka ditetapkan pula persyaratan untuk menjadi komisaris yang adalah sama untuk menjadi direksi. Tanggung jawab dewan komisaris mirip dengan tanggung jawab direksi. Perbedaannya adalah bahwa tanggung jawab dewan komisaris terdapat dalam bidang pengawasan atas kebijakan pengurusan yang dilakukan direksi dan pemberian nasehat kepada direksi, sedangkan tanggung jawab direksi terdapat dalam bidang pengurusan dan perwakilan perseroan. Tanggung jawab dewan komisaris terbagi atas tanggung jawab ke luar dan tanggung jawab ke dalam.
Dewan komisaris melakukan pengawasan, maka dewan komisaris bertanggung jawab atas pengawasan perseroan. Pertanggung jawaban tersebut diberikan sekali setahun pada waktu RUPS tahunan. Sedangkan tanggung jawab keluar, berkaitan dengan kerugian yang diderita oleh pihak ketiga. Dalam dal ini berlaku pula tanggung jawab seperti halnya direksi. Hal tersebut ditegaskan dalam Pasal 115 UU PT yang mengatur bahwa setiap anggota dewan komisaris bertanggung jawab secara tanggung renteng ikut bertanggung jawab dengan direksi atas kewajiban (utang) perseroan yang belum dilunasi bilamana terjadi kepailitan perseroan karena kesalahan atau kelalaian dewan komisaris dalam melakukan pengawasan terhadap pengurusan yang dilakukan direksi. Selanjutnya diatur pula dalam Pasal 115 ayat (2) bahwa tanggung jawab tersebut berlaku juga bagi anggota dewan komisaris yang sudah tidak menjabat 5 (lima) tahun sebelum putusan pernyataan pailit diucapkan. Ketentuan serupa ditetapkan pula bagi mantan anggota direksi yang karena kesalahan atau kelalaiannya selagi menjabat telah menyebabkan perseroan dinyatakan pailit. Berikut rincian wewenang dewan komisaris dalam UU PT, yaitu:
a. Dewan komisaris melakukan pengawasan atas kebijakan pengurusan, jalannya pengurusan pada umumnya, baik mengenai Perseroan maupun usaha, dan memberi nasihat kepada direksi. (Pasal 108 ayat (1))
b. Dewan komisaris bertanggung jawab atas pengawasan perseroan. (Pasal 114 ayat (1))
c. Dalam hal terjadi kepailitan karena kesalahan atau kelalaian dewan komisaris dalam hal melakukan pengawasan terhadap pengurusan yang dilaksanakan oleh direksi dan kekayaan perseroan tidak cukup untuk membayar seluruh kewajiban perseroan akibat kepailitan tersebut, setiap anggota dewan komisaris secara tanggung renteng ikut bertanggung jawab dengan anggota direksi atas kewajiban yang belum dilunasi. (Pasal 115 ayat (1)).
d. Dewan komisaris wajib (Pasal 116), yaitu :
• Membuat risalah rapat dewan komisaris dan menyimpan salinannya;
• Melaporkan kepada perseroan mengenai kepemilikan sahamnya dan/atau keluarganya pada perseroan tersebut dan perseroan lain;
• Memberikan laporan tentang tugas pengawasan yang telah dilakukan selama tahun buku yang baru lampau kepada RUPS
3. Direksi
Direksi adalah organ perusahaan yang bertanggungjawab penuh atas pengurusan perusahaan untuk kepentingan dan tujuan perusahaan sesuai dengan ketentuan anggaran dasar. Dalam melaksanakan tugasnya, direksi bertanggung jawab kepada RUPS. Pertanggungjawaban direksi kepada RUPS merupakan perwujudan akuntabilitas pengelolaan perusahaan.
Kinerja direksi dievaluasi oleh dewan komisaris baik secara individual maupun kolektif berdasarkan unsur-unsur penilaian kinerja yang disusun oleh Komite Nominasi. Pelaksanaan penilaian dilakukan pada tiap akhir periode tahun buku. Hasil penilaian kinerja direksi oleh dewan komisaris disampaikan dalam RUPS.
Tugas dan wewenang untuk melakukan pengurusan perseroan adalah tugas dan wewenang setiap anggota direksi. Ditegaskan dalam tanggung jawab pribadi secara tanggung renteng yang diatur dalam Pasal 97 ayat (4) UU PT. Namun tugas dan wewenang direksi dibatasi oleh peraturan undang-undang, maksud dan tujuan perseroan dan pembatasan-pembatasan dalam anggaran dasar. Sehubungan dengan pembatasan-pembatasan yang mengikat direksi tersebut di atas UU PT dengan tegas dan jelas mengatur bahwa pembatasan dimaksud pada dasarnya tidak mempunyai akibat keluar yaitu bahwa perbuatan hukum yang dilakukan direksi tanpa persetujuan RUPS atau dewan komisaris tetap mengikat perseroan sepanjang pihak lain dalam perbuatan hukum tersebut beritikad baik. Berarti bahwa pihak lain dimaksud dilindungi oleh praduga itikad baik yang merupakan suatu asas dalam Hukum Perdata Indonesia.
Perseroan adalah subyek hukum dan perseroan sebagai ciptaan hukum adalah orang buatan yang mutlak memerlukan direksi yang ditugaskan untuk menjalankan pengurusan dan perwakilan perseroan. Pasal 92 ayat (1) dan Pasal 98 ayat (2) UU PT menetapkan bahwa direksi adalah pengurus dan wakil perseroan.
Tugas tersebut melahirkan kewajiban pada setiap anggota direksi untuk senantiasa menjaga dan membela kepentingan perseroan. Kelalaian dalam melaksanakan tugas tersebut berakibat bahwa setiap anggota direksi secara tanggung renteng dapat dipertanggungjawabkan. Selama anggota direksi menjalankan kewajibannya dalam batas-batas kewenangannya, anggota direksi tidak dapat dipertanggungjawabkan atas kerugian perseroan. Berikut kewenagan beserta kewajiban direksi, yaitu:
a. Menjalankan pengurusan perseroan untuk kepentingan perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan. (Pasal 92 ayat (1))
b. Direksi bertanggung jawab atas pengurusan Perseroan. (Pasal 97 ayat (1))
c. Direksi mewakili perseroan baik di dalam maupun di luar pengadilan. (Pasal 98 ayat (1))
Direksi wajib (Pasal 100 ayat (1)):
a. Membuat daftar pemegang saham, daftar khusus, risalah RUPS, dan risalah rapat direksi;
b. Membuat laporan tahunan dan dokumen keuangan perseroan sebagaimana dimaksud dalam undang-undang tentang Dokumen Perusahaan;
c. Memelihara seluruh daftar, risalah, dan dokumen keuangan perseroan dan dokumen perseroan lainnya
d. Anggota direksi wajib melaporkan kepada perseroan mengenai saham yang dimiliki anggota direksi yang bersangkutan dan/atau keluarganya dalam perseroan dan perseroan lain untuk selanjutnya dicatat dalam daftar khusus. (Pasal 101 ayat (1))
Direksi wajib meminta persetujuan RUPS untuk (Pasal 102 ayat (1)):
a. Mengalihkan kekayaan perseroan;
b. Menjadikan jaminan utang kekayaan perseroan, yang merupakan lebih dari 50% jumlah kekayaan bersih perseroan dalam satu transaksi atau lebih, baik yang berkaitan satu sama lain maupun tidak.
c. Direksi dapat memberi kuasa tertulis kepada satu orang karyawan Perseroan atau lebih atau kepada orang lain untuk dan atas nama perseroan melakukan perbuatan hukum tertentu sebagaimana yang diuraikan dalam surat kuasa. (Pasal 103)
Penjelasan mengenai tugas dari masing-masing organ perseroan terbatas membuktikan bagaimana organ-organ tersebut adalah suatu kesatuan yang memiliki tanggung jawab dan saling bekerjan sama dalam menjalankan perseroan agar tercapai perseroan yang sehat serta mandiri. Perseroan sebagai badan usaha yang berbentuk badan hukum berbeda dengan badan usaha seperti CV atau firma, tidak memiliki hak tanggung jawab seperti subjek hukum lainnya, perorangan, maka berikut ciri-ciri dari bentuk badan hukum tersebut, yaitu:
1. Memiliki harta kekayaan yang terpisah
Perseroan Terbatas mempunyai harta kekayaan tersendiri yang terpisah dari harta kekayaan para perseronya dan didapat dari pemasukan para persero (pemegang saham), yang berupa modal dasar, modal yang ditempatkan dan modal yang disetor penuh. Harta kekayaan ini sengaja diadakan dan memang diperlukan sebagai alat untuk mengejar tujuan perseroan dalam hubungan hukumnya di masyarakat, misalnya dalam rangka membuat perjanjian-perjanjian dengan pihak ketiga. Kekayaan terpisah membawa akibat sebagai berikut:
a. Kreditur pribadi dari persero dan atau para pengurusnya tidak mempunyai hak untuk menuntut harta kekayaan badan hukum itu
b. Para persero dan juga para pengurusnya secara pribadi tidak dapat menagih piutang badan hukum dari pihak ketiga
c. Kompensasi antara hutang pribadi dan hutang badan hukum tidak diperkenankan
d. Hubungan hukum, baik perikatan maupun proses-proses antara para persero dan atau para pengurusnya dengan badan hukum dapat terjadi, seperti halnya antara badan hukum dengan pihak ketiga
e. Pada kepailitan, hanya kreditur badang hukum itu saja yang dapat menuntut harta kekayaan yang terpisah itu.
2. Mempunyai tujuan
Perseroan terbatas merupakan subjek hukum yang memiliki tujuan tertentu, ini dapat dilihat dari anggaran dasarnya. Ini dapat dilihat dari usaha perusahaan tersebut seperti PT. Bank BRI. Secara jelas perseroan ini bergerak di bidang perbankan.
3. Mempunyai kepentingan sendiri
Kepentingan sendiri yang dimaksud adalah merupakan hak-hak subjektifnya sebagai akibat dari peristiwa-peristiwa hukum yang dialaminya dan kepentigan itu adalah kepentingan yang dilindungi hukum. Maka dengan demikian peseroan memiliki kepentingan sendiri yang dapat mempertahankan kepentingannya terhadap pihak ketiga.
4. Mempunyai organisasi yang teratur
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa, perseroan terdiri dari organ-organ perseroan yang memiliki fungsi dan tugasnya masing-masing. Masing-masing organ akan mempertanggung jawabkan setiap tindakannya kepada organ yang lain karena masing-masing organ akan selalui diawasi. Dengan demikian patutlah dikatakan bahwa perseroan terbatas memiliki organisasi yang teratur.
B. Kedudukan Koperasi sebagai Badan Hukum
Koperasi adalah badan hukum yang didirikan oleh orang perseorangan atau badan hukum Koperasi, dengan pemisahan kekayaan para anggotanya sebagai modal untuk menjalankan usaha, yang memenuhi aspirasi dan kebutuhan bersama di bidang ekonomi, sosial, dan budaya sesuai dengan nilai dan prinsip Koperasi. Badan hukum tidak hanya sebatas pada PT akan tetapi dapat berbentuk lain sesuai dengan peraturan yang ada.
Koperasi memiliki status yang sama dengan PT yang berstatus badan hukum yang merupakan sebuah organisasi yang memiliki hak dan tanggung jawab di depan hukum, dengan demikian koperasi merupakan subjek hukum.
Berdasarkan UU Koperasi memberikan legitimasi kepada Koperasi menjadi badan hukum yang memiliki wewenang dalam menjalankan fungsinya yang memiliki modal/saham yang disetor oleh pemilik saham.
Sama halnya dengan PT, koperasi dibentuk dengan adanyan perikatan/perjanjian antara pendirinya, hal ini sesuai dengan Pasal 7 ayat (1) dan (2) UU Koperasi yaitu Koperasi Primer didirikan oleh paling sedikit 20 (dua puluh) orang perseorangan dengan memisahkan sebagian kekayaan pendiri atau Anggota sebagai modal awal Koperasi dan Koperasi Sekunder didirikan oleh paling sedikit 3 (tiga) Koperasi Primer. Seperti yang telah disebutkan diawal bahwa setiap berbadan hukum, harta kekayaan antara harta pribadi dengan harta kekayaan badan hukum dipisahkan. Dalam Pasal 7 ayat (1) diatas telah disebutkan “……dengan memisahkan sebagian kekayaan pendiri atau Anggota sebagai modal awal Koperasi”, dengan demikian kedudukan Koperasi sebagai badan hukum telah memenuhi syarat untuk menjalankan hak dan tanggung jawab.
Koperasi dijalankan atau dikelola oleh pengurus, ini sesuai dengan Pasal 1 ayat (1) UU Koperasi, pengurus adalah perangkat organisasi koperasi yang bertanggung jawab penuh atas kepengurusan koperasi untuk kepentingan dan tujuan koperasi, serta mewakili koperasi baik di dalam maupun di luar pengadilan sesuai dengan ketentuan Anggaran Dasar. Dengan demikian fungsi dari pengurus adalah menjalankan Koperasi sebaik mungkin sesuai dengan kepentingan Koperasi.
Dalam Pasal 4 UU Koperasi, tertuang tujuan koperasi Indonesia, yaitu bertujuan meningkatkan kesejahteraan anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya, sekaligus sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari tatanan perekonomian nasional yang demokratis dan berkeadilan.
Koperasi dalam pendiriannya berpegang teguh pada asas dan prinsip-prinsip ideal tertentu, maka kegiatan koperasi biasanya juga diharapkan dapat membantu meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan. Dengan upaya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, oleh karena itu adanya prinsip keterbukaan anggota dalam koperasi. Siapa saja dapat untuk menjadi anggota koperasi.
Melihat tujuan dari koperasi yang tertuang dalam Pasal 4 UU Koperasi koperasi berjalan tidak keluar dari koridor perekonomian Indonesia. Demokratis terhadap seluruh anggota koperasi dengan mendukung rasa keadilan tanpa terkecuali. Dapat dipahami apa sebenarnya tujuan dari koperasi ini terbentuk dari uraian berikut:
1. Koperasi Indonesia berusaha ikut membantu para anggotanya untuk dapat meningkatkan penghasilannya
2. Koperasi Indonesia dapat mengurangi tingkat pengangguran. Dengan semakin meningkatkan pertambahan penduduk, membawa dampak meningkatnya pula pengangguran, karena berkurangnya atau semakin sulitnya lapagan pekerjaan.
3. Koperasi Indonesia dapat mengembangkan kegiatan usaha masyarakat. Sebagai badan usaha yang mengutamakan usaha bersama dalam meningkatkan kesejahteraan hidup para anggotanya, maka dalam kegiatan usahanya koperasi berusaha mempersatukan usaha bersama tersebut dengan baik.
4. Koperasi Indonesia dapat berperan serta meningkatkan tarah hidup rakyat. Tujuan utama koperasi adalah meningkatkan taraf hidup para anggota tercukupi, koperasi berusaha untuk ikut meningkatkan taraf hidup masyarakat pada umumnya.
5. Koperasi Indonesia dapat berperan ikut meningkatkan pendidikan rakyat. Koperari dapat memberikan pendidikan kepada rakyat dengan jalan mendidik para anggota koperasi terlebih dahulu, dan kemudian secara berantai para anggota koperasi dapat mengamalkan pengetahuannya terebut kepada masyarakat lainnya.
6. Koperasi Indonesia dapat berperan sebagai perjuangan ekonomi. Koperasi dapat memberikan kemampuan yang besar untuk dapat mempertinggi kesejahteraan rakyat banyak.
7. Koperasi Indonesia dapat berperan menciptakan demokrasi ekonomi. Dalam perannya sebagai alat pendemokrasian ekonomi nasional, koperasi dituntut berperan menyeluruh di semua lapangan usaha dan mampu mejangkau sektor-sektor ekonomi fital yang bermanfaat bagi kehidupan masyarakat.
8. Koperasi Indonesia dapat berperan serta dalam membangun tatanan perekonomian nasional.
9. Koperasi Indonesia dapat berperan sebagai alat Pembina insane masyarakat untuk memperkokoh kedudukan ekonomi bangsa Indonesia serta bersatu dalam mengatur tata laksana perekonomian rakyat.
Organ koperasi terdiri dari rapat anggota, pengurus dan pengawas. Masing-masing organ telah diatur di dalam UU Koperasi, yaitu:
1. Rapat anggota
Pasal 1 ayat (5) UU Koperasi, rapat anggota memiliki arti yaitu perangkat organisasi koperasi yang memegang kekuasaan tertinggi dalam koperasi.
Wewenang rapat anggota dapat dilihat dari Pasal 33 UU Koperasi. Yang harus diketahui pula bahwa, rapat anggota adalah pemengang kekuasaan tertinggi di koperasi. Berikut wewenang rapat anggota dalam koperasi tersebut:
a. Menetapkan kebijakan umum koperasi
b. Mengubah anggaran dasar
c. Memilih, mengangkat, dan memberhentikan pengawas dan pengurus
d. Menetapkan rencana kerja, rencana anggaran pendapatan dan belanja koperasi
e. Menetapkan batas maksimum pinjaman yang dapat dilakukan oleh pengurus untuk dan atas nama koperasi
f. Meminta keterangan dan mengesahkan pertanggungjawaban pengawas dan pengurus dalam pelaksanaan tugas masing-masing
g. Menetapkan pembagian selisih hasil usaha
h. Memutuskan penggabungan, peleburan, kepailitan, dan pembubaran koperasi, dan
i. Menetapkan keputusan lain dalam batas yang ditentukan oleh undang-undang Nomor 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian.
2. Pegawas
Pasal 1 ayat (6) UU Koperasi menjelaskan bahwa pengawas adalah perangkat organisasi koperasi yang bertugas mengawasi dan memberikan nasihat kepada pengurus. Pengawas bertugas untuk:
a. Mengusulkan calon pengurus
b. Memberi nasihat dan pengawasan kepada pengurus
c. Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan kebijakan dan pengelolaan Koperasi yang dilakukan oleh pengurus, dan
d. Melaporkan hasil pengawasan kepada Rapat Anggota
Sedangkan wewenang dari pengawas koperasi, adalah:
a. Menetapkan penerimaan dan penolakan anggota baru serta pemberhentian anggota sesuai dengan ketentuan dalam anggaran dasar
b. Meminta dan mendapatkan segala keterangan yang diperlukan dari pengurus dan pihak lain yang terkait
c. Mendapatkan laporan berkala tentang perkembangan usaha dan kinerja koperasi dari pengurus
d. Memberikan persetujuan atau bantuan kepada pengurus dalam melakukan perbuatan hukumtertentu yang ditetapkan dalam anggaran dasar dan
e. Dapat memberhentikan pengurus untuk sementara waktu dengan menyebutkan alasannya
3. Pengurus
Pasal 1 ayat (7) UU Koperasi memberikan arti bahwa pengurus adalah perangkat organisasi koperasi yang bertanggung jawab penuh atas kepengurusan koperasi untuk kepentingan dan tujuan koperasi, serta mewakili koperasi baik di dalam maupun di luar. Pengurus bertugas:
a. Mengelola koperasi berdasarkan anggaran dasar
b. Mendorong dan memajukan usaha anggota
c. Menyusun rancangan rencana kerja serta rencana anggaran pendapatan dan belanja koperasi untuk diajukan kepada rapat anggota
d. Menyusun laporan keuangan dan pertanggungjawaban pelaksanaan tugas untuk diajukan kepada rapat anggota
e. Menyusun rencana pendidikan, pelatihan, dan komunikasi koperasi untuk diajukan kepada rapat anggota
f. Menyelenggarakan pembukuan keuangan dan inventaris secara tertib
g. Menyelenggarakan pembinaan karyawan secara efektif dan efisien
h. Memelihara buku daftar anggota, buku daftar pengawas, buku daftar pengurus, buku daftar pemegang sertifikat modal koperasi, dan risalah rapat anggota, dan
i. Melakukan upaya lain bagi kepentingan, kemanfaatan, dan kemajuan koperasi sesuai dengan tanggung jawabnya dan keputusan rapat anggota.
Pengurus juga berwenang untuk mewakili koperasi di dalam maupun di luar pengadilan. Pengurus memiliki peran penting di dalam koperasi karena penguruslah yang menjalankan roda badan usaha koperasi ini, oleh karena itu apabila dibandingkan kedudukan pengurus sama dengan kedudukan direksi yang berada di perseroan.
C. Permodalan dalam PT Menurut Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007
1. Jenis-jenis modal
Ada 3 (tiga) jenis modal dalam Perseroan Terbatas, yaitu:
a. Modal dasar
b. Modal ditempatkan
c. Modal disetor
Ketiga modal diatas berbeda bukan karena berasal dari mana modal itu berasal
akan tetapi lebih kepada strukturalnya, yaitu modal yang ditujukan/diarahkan kepada
persero itu sendiri. Modal PT berasal tetap dari pendiri perseroan itu sendiri, tidak dari
pihak lain, berbeda dengan koperasi yang mengklasifikasikan modal yang diberikan
kepada diarahkan ke koperasi dan dari mana modal itu berasal.
a. Modal dasar
Modal dasar dalam Peseroan Terbatas diatur dalam Pasal 31 ayat (1) UU PT, yaitu modal dasar perseroan terdiri atas seluruh nilai nominal saham.
Perkataan modal memberikan variasi makna tergantung dari sudut pandang akan tetapi apabila dihubungkan dengan perseroan, modal memiliki arti sesuatu yang diperoleh perseroan dalam bentuk uang melalui penerbitan saham (issued of shares). Uang itulah yang digunakan perseroan melancarkan kegiatan susah dan bisnis yang ditentukan dalam Anggaran Dasar. Modal dasar perseroan pada prinsipnya merupakan total jumlah saham yang dapat diterbitkan oleh Perseroan. Anggaran Dasar sendiri yang menentukan berapa banyak jumlah saham yang dijadikan modal dasar. Jumlah yang ditentukan dalam Anggaran Dasar, merupakan nilai nominal yang murni.
b. Modal dikeluarkan/ditempatkan
Modal ditempatkan memiliki arti jumlah sahan yang sudah diambil pendiri atau pemegang saham, dan saham yang diambil itu ada yang sudah dibayar dan ada pula yang belum dibayar.dengan demikian modal ditempatkan adalah modal yang disanggupi pendiri atau pemegang saham untuk dilunasinya dan saham itu telah diserahkan kepadanya untuk dimiliki.
c. Modal disetor
Modal disetor memilki makna:
• Saham yang telah dibayar penuh oleh pemegang atau pemiliknya
• Jadi modal disetor adalah modal yang sudah dimasukkan pemegang saham sebagai pelunasan pembayaran saham yang diambilnya sebagai modal yang ditempatkan dari modal dasar Perseroan
2. Ketentuan Besaran Modal PT
Besaran modal PT masih tergantung pada struktural dari modal yang telah disebutkan namun besaran modal tersebut dapat saja berubah sesuai dengan Anggaran Dasar atau peraturan pemerintah. Ini dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. Modal dasar
Jumlah nominal modal disetor yang dimaksud di dalam Pasal 31 ayat (1) UU PT adalah sebesar Rp.50.000.000,- (lima puluh juta rupiah). Dalam lanjutan Pasal 31 ayat (2) dan (3), dinyatakan bahwa undang-undang yang mengatur kegiatan usaha tertentu dapat menentukan jumlah minimum modal Perseroan yang lebih besar daripada ketentuan modal dasar dan perubahan besarnya modal dasar ditetapkan dengan peraturan pemerintah. Nominal modal disetor dapat tidak sejumlah Rp.50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) tergantung dengan kegiatan usaha yang telah ditentukan dengan peraturan pemerintah akan tetapi apabila sesuai dengan UU PT, maka harus sesuai dengan Pasal 31 ayat (1) diatas. Dapat diberi contoh modal disetor yang nilai nominalnya lebih dari Rp.50.000.000 (lima puluh juta rupiah), yaitu modal disetor dalam persyaratan membentuk bank umum. Dalam Pasal 4 ayat (1) SK Direksi BI No: 32/33/Kep/Dir tentang Bank Umum tanggal 12 Mei 1999, dikatakan bahwa modal disetor untuk mendirikan bank ditetapkan sekurang-kurangnya sebesar Rp.3.000.000.000,00 (tiga triliun rupiah).
Anggaran Dasar PT juga dapat mempengaruhi jumlah nominal modal disetor tersebut, namun tidak dapat dibawah dari Rp.50.000.000,- (lima puluh juga rupiah) karena sudah ditentukan nilai minimalnya dalam Pasal 31 ayat (1) diatas Modal dasar.
b. Modal dikeluarkan/ditempatkan
Menurut UU PT menyatakan bahwa paling sedikit 25% (dua puluh lima persen) dari modal dasar harus ditempatkan. Pada Pasal 33 ayat (1) UU PT mengatakan bahwa paling sedikit 25% (dua puluh lima persen) dari modal dasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 harus ditempatkan dan disetor penuh.
Modal ditempatkan merupakan kesanggupan pemegang saham untuk menanamkan modalnya ke perusahaan, sehingga ini dapat dikatakan bukanlah modal riil yang benar-benar sudah ada di perusahaan.
c. Modal disetor
Mengenai jumlah modal disetor adalah sama dengan modal yang ditempatkan yaitu 25% (dua puluh lima persen) dari modal dasar, ini sesuai dengan Pasal 33 ayat (1), “Paling sedikit 25% (dua puluh lima persen) dari modal dasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 harus ditempatkan dan disetor penuh”. Dapat diberikan contoh mengenai modal disetor ini, yaitu apabila modal dasar berjumlah Rp.50.000.000 (lima puluh juta rupiah) maka modal disetor adalah dari pemegang saham adalah 25% dari modal dasar tersebut yaitu Rp.12.500.000 (dua belas juta rupiah). Modal disetor adalah adalah modal riil yang benar-benar disetorkan oleh pemengang saham ke perusahaan. Modal dasar bukanlah modal riil, karena ini merupakan modal yang masih dalam bentuk kesanggupan perusahaan semata dalam memiliki secara keseluruhan modal yang dimiliki.
3. Penambahan dan Pengurangan Modal PT
Perseroan dapat meningkatkan modalnya dengan cara melakukan penambahan yang prosesnya berdasarkan atas persetujuan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Menurut Pasal 41 UU PT, RUPS dapat menyerahkan kewenangan kepada Dewan Komisaris guna menyetujui pelaksanaan keputusan RUPS tersebut dalam rangka peningkatan modal Perseroan untuk jangka paling lama 1 (satu) tahun, dengan catatan bahwa penyerahan kewenangan teresbut sewaktu-waktu dapat ditarik oleh RUPS.
Penambahan modal dapat dilakukan pada modal dasar, modal ditempatkan dan modal disetor. Pada modal dasar berdasarkan Pasal 42 ayat (1), RUPS untuk penambahan “modal dasar” disamakan kualitas dan bentuknya dengan RUPS “perubahan” anggaran dasar. Oleh karena itu agar keputusan RUPS untuk menambah modal dasar sah:
a. Harus tunduk kepada ketentuan Pasal 88 jo. Pasal 19 ayat (1) dan Pasal 21 ayat (2) huruf d UU PT
b. Oleh karena itu, RUPS dilakukan dengan memperhatikan persyaratan kuorum 2/3 bagian dari jumlah seluruh saham dengan haks suara, hadir atau diwakili dalam RUPS dan keputusan sah jika disetujui paling sedikit 2/3 dari jumlah suara yang dikeluarkan (Pasal 88 ayat (1) UU PT).
c. Keputusan RUPS harus mendapat “persetujuan menteri” (Pasal 21 ayat (1) UU PT).
Penambahan modal ditempatkan dan modal disetor berbeda dengan RUPS penambahan modal dasar. RUPS penambahan modal ditempatkan dan disetor, tidak dikategorikan RUPS perubahan anggaran dasar, tetapi disamakan dengan RUPS biasa sebagaimana uang diatur dalam Pasal 86 UU PT dengan demikian keputusan RUPS sah apabila RUPS dilakukan dengan kuorum kehadiran lebih dari ½ bagian dari seluruh jumlah saham dengan hak suara dan disetujui oleh lebih ½ bagian dari jumlah seluruh suara yang dikeluarkan kecuali ditentukan lebih besar dalam anggaran dasar. Wajib memberitahukan penambahan modal ditempatkan dan disetor kepada menteri untuk dicatat dalam Daftar Perseroan serta untuk diumumkan oleh Menteri dan TBN RI.
Pengurangan modal yang dimaksud adalah sesuai dengan Pasal 44 ayat (1) UU PT Terbatas yaitu keputusan RUPS untuk pengurangan modal perseroan Adalah sah apabila dilakukan dengan memperhatikan persyaratan ketentuan kuorum dan jumlah suara setuju untuk perubahan anggaran dasar sesuai ketentuan dalam undang-undang ini dan/atau anggaran dasar”.
Penjelasan Pasal 44 UU PT adalah pengurangan yang menyangkut dengan pengurangan modal dasar, modal ditempatkan dan modal disetor. Sama halnya dengan penambahan modal, pengurangan juga mempengaruhi anggaran dasar suatu perseroan.
D. Permodalan Dalam Koperasi
1. Sumber modal
Modal koperasi meliputi sumber modal dari:
a. Simpanan pokok, yaitu sejumlah uang yang wajib dibayarkan oleh anggota kepada koperasi pada saat masuk menjadi anggota oleh anggota kepada koperaasi yang besarnya untuk masing-masing anggota adalah sama. Simpanan pokok ini tidak dapat diambil kembali oleh anggota selama yang bersangkutan masih menjadi anggota koperasi. Tidak ada ketentuan pasti dalam UU Koperasi mengenai jumlah simpanan pokok. Besar jumlah simpanan pokok tergantung dalam anggaran dasar.
b. Simpanan wajib, yaitu jumlah simpanan tertentu yang wajib dibayar oleh setiap anggota kepada koperasi dalam waktu dan kesempatan tertentu, yang nilainya untuk masing-masing anggota tidak harus sama. Dengan demikian anggota yang lebih mampu dari segi keuangan, dapat memberikan lebih kepada koperasi dibanding anggota lainnya, sebagai simpanan wajibnya. Besar jumlah simpanan wajib tidak dimuat dalam UU Koperasi, ini disesuaikan dalam anggaran dasar berapa besar simpanan wajib.
c. Dana cadangan yaitu sejumlah uang yang diperoleh dari penyisihan Sisa Hasil Usaha, yang dimaksudkan untuk memupukan modal sendiri untuk menutup kerugian koperasi jika diperlukan. Sehubungan dengan itu, dana cadangan koperasi ini tidak boleh dibagikan kepada anggota, meskipun terjadi pembubaran koperasi. Besar jumlah dana cadangan ini juga tergantung dari anggaran dasar yang dibuat, karena jumlah dana cadangan ini tergantung besarnya surplus hasil usaha maka tidak dapat ditentukan besarnya. Ini tergantung dari besarnya surplus hasil usaha (Pasal 78 ayat (1) UU Koperasi).
d. Hibah yaitu sejumlah uang atau barang modal yang dapat dinilai dengan uang yang diterima dari pihak lain yang bersifat hibah/pemberian dan tidak mengikat. Setiap orang dapat mengibahkan uang atau barang, ketentuan besar hibah tidak ditentukan dalam UU Koperasi, karena dapat dipahami bahwa hibah dapat diberikan oleh siapa saja.
e. Modal Pinjaman Koperasi berasal dari pihak-pihak sebagai berikut:
1) Anggota dan calon anggota
Yaitu suatu pinjaman yang diperoleh dari anggota koperasi maupun dari calon anggota koperasi yang memenuhi syarat untuk menjadi anggota
2) Koperasi lainnya dan/atau anggotanya yang didasari dengan perjanjian kerjasama antar koperasi.
Yaitu pinjaman yang diperoleh dari koperasi lain, koperasi lain dan anggotanya atau dari anggota koperasi lain.
3) Bank dan lembaga keuangan lainnya yang dilakukan berdasarkan ketentuan peraturan perudang-undangan yang berlaku
Modal pinjaman ini dapat pula berasal dari pinjaman bank dan pinjaman dari lembaga keuangan lainnya.
4) Penerbitan obligasi dan surat utang lainnya yang dilakukan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku Sebagai suatu kegiatan yang mencari keuntungan ekonomi , koperasi dapat mengeluarkan obligasi yang dapat dijual kepada masyarakat.
5) Sumber lain yang sah
Modal pinjaman yang berasal dari sumber lain yang sah adalah suatu pinjaman dari bukan anggota koperasi yang dilakukan dengan tidak melalui penawaran umum.
Koperasi sebagai badan usaha harus memiliki modal ekuitas sebagai modal koperasi secara hukum dipertegas dengan menetapkan modal sendiri merupakan modal ekuitas sedangkan modal pinjaman merupakan modal penunjang.
2. Ketentuan penambahan modal
Penambahan modal dalam koperasi dikenal dengan penyertaan modal, ini termuat di dalam Pasal 1 ayat (11) UU Koperasi, modal penyertaan adalah penyetoran modal pada Koperasi berupa uang dan/atau barang yang dapat dinilai dengan uang yang disetorkan oleh perorangan dan/atau badan hukum untuk menambah dan memperkuat permodalan Koperasi guna meningkatkan kegiatan usahanya”.
Ada beberapa hal yang dapat dipahami pada Pasal 1 ayat (11) UU Koperasi diatas, yaitu:
a. Penambahan modal/modal penyertaan dapat diberikan dalam bentuk uang atau benda/barang yang memiliki nilai tertentu
b. Penambahan modal/modal penyertaan dapat dilakukan oleh subjek hukum, yaitu dalam bentuk perorangan atau badan hukum.
Selanjutnya, penambahan modal atau di dalam UU Koperasi dikenal dengan modal penyertaan, dapat dilakukan oleh 2 bentuk bentuk subjek hukum lainnya, yaitu pemerintah dalam bentuk badan hukum publiknya dan masyarakat, ini sesuai dengan Pasal 75 ayat (1) UU Koperasi, koperasi dapat menerima Modal Penyertaan dari:
a. Pemerintah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan/atau
b. masyarakat berdasarkan perjanjian penempatan Modal Penyertaan”.
Pemerintah atau masyarakat akan menanggung segala resiko yang terjadi pada koperasi yang telah diberikan modal penyertaan sebatas nilai modal penyertaan, oleh karena itu adanya suatu keterikatan atas resiko yang terjadi pada Koperasi kepada pemerintah atau masyarakat juga terjadi pada keuntungan yang diterima oleh koperasi. Pasal 75 ayat (2) UU Koperasi, menyatakan Pemerintah dan/atau masyarakat wajib turut menanggung risiko dan bertanggung jawab terhadap kerugian usaha yang dibiayai dengan modal penyertaan sebatas nilai modal penyertaan yang ditanamkan dalam koperasi. Selanjutnya Pasal 75 ayat 3 UU Koperasi kewajiban tersebut diatas berlaku juga dalam hal Pemerintah dan/atau masyarakat turut serta dalam pengelolaan usaha yang dibiayai dengan modal penyertaan dan/atau turut menyebabkan terjadinya kerugian usaha yang dibiayai dengan modal penyertaan. Pasal 75 ayat 4 UU Koperasi, Pemerintah dan/atau masyarakat berhak mendapat bagian keuntungan yang diperoleh dari usaha yang dibiayai dengan modal penyertaan. dengan cara melakukan perjanjian terlebih dahulu”.
versi doc. Permodalan Perseroan Terbatas Dan Permodalan Dalam Koperasi