BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Di Indonesia, dengan lahirnya bank yang beroperasi pada prinsip syari’ah seperti dalam bentuk bank muamalat Indonesia dan bank perkereditan rakyat islam, pengetahuan tentang bank
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Di Indonesia, dengan lahirnya bank yang beroperasi pada prinsip syari’ah seperti dalam bentuk bank muamalat Indonesia dan bank perkereditan rakyat islam, pengetahuan tentang bank
islam ini sangat dibutuhkan baik bagi p[ara ilmuwan maupun masyarakat luas. Lebih-lebih masyarakat Indonesia yang mayoritas penduduknya muslim sehingga minat terhadap lembaga keuangan syari’ah (asuransi syari’ah) sangat diminati. Tetapi meskipun lembaga-lembaga keuangan syari’ah mulai menyebar diberbagai pelosok tanah air banyak masyarakat yang belum mengenal produk-produk asuransi syari’ah.
Kajian tentang asuransi sangat menarik sekali diantara prinsip ekonomi syariah lainya. Kajian mengenai asuransi syari’ah terlahir satu paket dengan kajian perbankan syari’ah, yaitu sama-sama muncul kepermukaan tatkala dunia islam tertarik untuk mengkaji secara mendalam apa dan bagaimana cara mengaktualisasikan konsep ekonomi syari’ah.
B. Rumusan masalah
1. Apa yang dimaksud dengan asuransi ?
2. Apa perbedaan asuransi syariah dengan konvensional?
BAB II
PEMBAHASAN
PERBEDAAN ASURANSI KONVENSIONAL DENGAN SYARIAH
A. Pengertian Asuransi Konvensional dan Syariah
Istilah asuransi dalam perkembangannya di Indonesia berasal dari kata assurantie yang kemudian menjadi “asuransi” dalam bahasa Indonesia. Namun istilah assurantie itu sendiri bukanlah istilah asli bahasa Belanda akan tetapi, berasal dari bahasa latin, yaitu assecurare yang berarti “meyakinkan orang”. Kata ini kemudian dikenal dalam bahasa perancis sebagai assurance. Demikian pula istilah assuradeur yang berarti ”penanggung” dan geasureerde yang berarti “tertanggung” keduanya berasal dari perbendaharaan bahasa Belanda. Sedangkan dalam bahasa Belanda. Sedangkan dalam bahasa belanda istilah “pertanggungan” dapat diterjemahkan menjadi insurance dan assurance. Kedua istilah ini sebenarnya memiliki pengertian yang berbeda, insurance mengandung arti menanggung segala sesuatu yang mungkiun terjadi. Sedangkan assurance berarti menanggung sesuatu yang pasti terjadi. Istilah Assurance lebih lanjut dikaitkan dengan pertanggungan yang berkaitan dengan pertanggungan yang berkaitan dengan masalah jiwa seseorang.
Banyak pendapat yang mengenai pengertian asuransi, antara lain:
1. Asuransi dapat pula diartikan sebagai sesuatu persetujuan dimana penanggung megikatkan diri kepada tertanggung dengan mendapat premi, untuk mengganti kerugian, atau tidak diperolehnya keuntungan yang diharapkan, yang dapat diderita karena peristiwa yang tidak diketahui lebih dahulu.
2. Secara umum pengertian asuransi adalah perjanjian antara penanggung (perusahaan asuransi) dengan tertanggung (peserta asuransi) yang dengan menerima premi dari tertanggung, penanggung berjanji akan membayar sejumlah pertanggungan manakala tertanggung:
a. Mengalami kerugian, kerusakan atau kehilangan atas barang/kepentingan yang diasuransikan karena peristiwa tidak pasti dan tanpa kesengajaan, dan
b. Didasarkan atas hidup atau matinya seseorang.
3. Asuransi adalah suatu kemauan untuk menetapkan kerugian-kerugian kecil (sedikit) yang sudah pasti sebagai pengganti (substitusi) kerugian-kerugian besar yang belum pasti.
4. Asuransi atau pertanggungan menurut Undang-Undang No 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih, dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yangbtimbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti atau untuk memberikan sesuatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungjawabkan.
5. Asuransi dalam sudut pandang ekonomi merupakan metode untuk mengurangi resiko dengan jalan memindahkan dan mengombinasikan ketidakpastian akan adanya kerugian keuntungan. Menurut sudut pandang bisnis, asuransi adalah sebuah perusahaan yang usaha utamanya menerima/menjual jasa, pemindahan risiko dari pihak lain, dan memperoleh keuntungan dengan berbagi risiko diantara sejumlah nasabahnya. Dari sudut pandang sosial asuransi sebagai sebuah organisasi sosial yang menerima pemindahan risiko dan mengumpulkan dana dari anggota-anggotanya guna membayar kerugian yang mungkin terjadi pada masing-masing anggota asuransi tersebut.
6. Sedangkan mengenai asuransi syariah, secara terminologi asuransi syariah adalah tentang tolong menolong dan secara umum asuransi adalah sebagai salah satu cara untuk mengatasi terjadinya musibah dalam kehidupan,dimana manusia senantiasa dihadapkan pada kemungkinan bencana yang dapat menyebabkan hilangnya atau berkurangnya nilai ekonomi seseorang baik terhadap diri sendiri, keluarga, atau perusahaan yang diakibatkan oleh meninggal dunia, kecelakaan, sakit, dan usia tua.
7. Asuransi syaria’ah (ta’min, takaful atau tadhamun) dalam Fatwa DSN MUI adalah usaha saling melindungi dan tolong menoloing diantara sejumlah orang/pihak melalui investasi dalam bentuk aset dan/atau Tabarru’ yang memberikan pola pengembalian untuk menghadapi risiko tertentu melalui akad (perikatan) yang sesuai dengan syari’ah. Akad yang sesuai dengan syari’ah yang dimaksud adalah yang tidak mengandung gharar (penipuan), maysir(perjudian), riba, zhulm (penganiayaan), risywah (suap), barang haram dan maksiat.
Asuransi syariah berbeda dengan asuransi konvensioanal. Pada asuransi syariah setiap peserta sejak awal bermaksud saling menolong dan melindungi satu dengan yang lain dengan menyisihkan dananya sebagai iuran kebijakan yang disebut tabarru’. Jadi sistem ini tidak menggunakan pengalihan risiko (risk transfer) dimana tertanggung harus membayar premi, tetapi lebih merupakan pembagian risiko (risk sharing) dimana para peserta saling menanggung. Kemudian akad yang harus digunakan dalam asuransi syariah harus selaras dengan hukum Islam (Syariah), artinya akad yang dilakukan harus terhindar dari gharar (penipuan), maysir (perjudian), riba, zulm (penganiayaan), risywah (suap), disamping itu investasi dana harus padaobjek yang halal-thoyyibah bukan barang haram dan maksiat.
B. Perbedaan Asuransi Syariah Dengan Asuransi Konvensional
Asuransi syari’ah secara teoritis masih menginduk kepada kajian ekonomi Islam secara umum. Oleh karna itu, asuransi syariah harus tunduk kepada aturan-aturan syariah. Inilah yang kemudian membentuk karakteristik asuransi syariah secara unik dan membedakannya dengan asuransi konvensional.
Beberapa perbedaan asuransi syariah dengan asuransi konvensional adalah sebagai berikut:
1. Asuransi syari’ah memiliki Dewan Pengawas Syariah (DPS) yang bertugas mengawasi produk yang dipasarkan dan pengelolaan investasi dananya. Dewan Pengawas Syari’ah ini tidak ditemukan dalam asuransi konvensional.
2. Akad pada asuransi syariah adalah akad Tabarru’ (hibah) untuk hubungan sesama peserta dimana pada dasarnya akad dilakukan atas dasar tolong-menolong (taawun). Untuk hubungan antara peserta dengan perusahaan asuransi digunakan akad tijarah (ujrah/fee), mudharabah (bagi hasil), mudharabah musyarakah, wakalah bil ujrah (perwakilan), wadi’ah (titipan), syirkah (berserikat). Sedangkan asuransi konvensional akad berdasarkan lebih mirip jual-beli (ta’badduli).
3. Investasi dana pada asuransi syariah berdasarkan bagi hasil (Mudharabah), bersih dari gharar, maysir dan riba. Sedangkan pada asuransi konvensional memakai bunga (riba) sebagai landasan perhitungan investasinya.
4. Kepemilikan dana pada asuransi syari’ah merupakan hak peserta. Perusahaan hanya sebagai pemegang amanah untuk pengelolaanya secara syari’ah. Pada asuransi konvensioanal, dana yang terkumpuldari nasabah (premi) menjadi milik perusahaan. Sehingga, perusahaan bebas menentukaan alokasi investasinya.
5. Dalam mekanismenya, asuransi syariah tidak mengenal dana hangus seperti yang terdapat pada asuransi konvensional. Jika pada masa kontrak peserta tidak dapat melanjutkan pembayaran premi dan ingin mengundurkan diri sebelum masa reversing period, maka dana yang dimasukan dapat diambil kembali, kecuali sebagian dana kecilyang telah diniatkan untuk Tabarru’ (dihibahkan).
6. Pembayaran klaim pada asuransi syariah diambil dari dana Tabarru’ (dana kebijakan) seluruh peserta yang sejak awal telah diikhlaskan bahwa ada penyisihan dana yang akan dipakai sebagai dana tolong-menolong diantara peserta bila terjadi musibah. Sedangkan pada asuransi konvensional pembayaran klaim diambilkan dari rekening dan perusahaan.
7. Pembagian keuntungan pada asuransi syariah dibagi antara perusahaan dengan peserta sesuai prinsip bagi hasil dengan proporsi yang telah ditentukan. Sedangkan pada asuransi konvensional seluruh keuntungan menjadi hak milik perusahaan.
8. Asuransi syariah menggunakan sistem sharing of risk dimana terjadi proses saling menanggung antara satu peserta dengan peserta lainnya (Ta’awun) sedangkan pada asuransi konvensional yang dilakukan adalah transfer of risk, dimana terjadi pengalihan risiko dari tertanggung (klien) kepada penanggung (perusahaan).
9. Asuransi syariah menggunakan konsep akuntansi cash basis yang mengakui apa yang telah ada sedangkan asuransi konvensional menggunakan sistem akuntansi accrual basis yang mengakui aset, biaya, kewajiban yang sebenarnya belum ada (padahal belum tentu terealisasikan).
10. Asuransi syariah dibebani kewajiban membayar zakat dari keuntungan yang diperoleh sedangkan asuransi konvensional tidak.
Tabel berikut menjelaskan perbedaan terpenting antara kedua jasa asuransi.
1. Asuransi syari’ah memiliki Dewan Pengawas Syariah (DPS) yang bertugas mengawasi produk yang dipasarkan dan pengelolaan investasi dananya. Dewan Pengawas Syari’ah ini tidak ditemukan dalam asuransi konvensional.
2. Akad pada asuransi syariah adalah akad Tabarru’ (hibah) untuk hubungan sesama peserta dimana pada dasarnya akad dilakukan atas dasar tolong-menolong (taawun). Untuk hubungan antara peserta dengan perusahaan asuransi digunakan akad tijarah (ujrah/fee), mudharabah (bagi hasil), mudharabah musyarakah, wakalah bil ujrah (perwakilan), wadi’ah (titipan), syirkah (berserikat). Sedangkan asuransi konvensional akad berdasarkan lebih mirip jual-beli (ta’badduli).
3. Investasi dana pada asuransi syariah berdasarkan bagi hasil (Mudharabah), bersih dari gharar, maysir dan riba. Sedangkan pada asuransi konvensional memakai bunga (riba) sebagai landasan perhitungan investasinya.
4. Kepemilikan dana pada asuransi syari’ah merupakan hak peserta. Perusahaan hanya sebagai pemegang amanah untuk pengelolaanya secara syari’ah. Pada asuransi konvensioanal, dana yang terkumpuldari nasabah (premi) menjadi milik perusahaan. Sehingga, perusahaan bebas menentukaan alokasi investasinya.
5. Dalam mekanismenya, asuransi syariah tidak mengenal dana hangus seperti yang terdapat pada asuransi konvensional. Jika pada masa kontrak peserta tidak dapat melanjutkan pembayaran premi dan ingin mengundurkan diri sebelum masa reversing period, maka dana yang dimasukan dapat diambil kembali, kecuali sebagian dana kecilyang telah diniatkan untuk Tabarru’ (dihibahkan).
6. Pembayaran klaim pada asuransi syariah diambil dari dana Tabarru’ (dana kebijakan) seluruh peserta yang sejak awal telah diikhlaskan bahwa ada penyisihan dana yang akan dipakai sebagai dana tolong-menolong diantara peserta bila terjadi musibah. Sedangkan pada asuransi konvensional pembayaran klaim diambilkan dari rekening dan perusahaan.
7. Pembagian keuntungan pada asuransi syariah dibagi antara perusahaan dengan peserta sesuai prinsip bagi hasil dengan proporsi yang telah ditentukan. Sedangkan pada asuransi konvensional seluruh keuntungan menjadi hak milik perusahaan.
8. Asuransi syariah menggunakan sistem sharing of risk dimana terjadi proses saling menanggung antara satu peserta dengan peserta lainnya (Ta’awun) sedangkan pada asuransi konvensional yang dilakukan adalah transfer of risk, dimana terjadi pengalihan risiko dari tertanggung (klien) kepada penanggung (perusahaan).
9. Asuransi syariah menggunakan konsep akuntansi cash basis yang mengakui apa yang telah ada sedangkan asuransi konvensional menggunakan sistem akuntansi accrual basis yang mengakui aset, biaya, kewajiban yang sebenarnya belum ada (padahal belum tentu terealisasikan).
10. Asuransi syariah dibebani kewajiban membayar zakat dari keuntungan yang diperoleh sedangkan asuransi konvensional tidak.
Tabel berikut menjelaskan perbedaan terpenting antara kedua jasa asuransi.
No
|
Prinsip
|
ASURANSI
SYARIAH
|
ASURANSI
KONVENSIONAL
|
1
|
KONSEP
|
Sekumpulan orang yang saling Bantu
membantu, saling menjamin dan berkerjasama antara satu dengan yang lainnya
dengan cara masing-masing mengeluarkan dana tabarru.
|
Perjanjian antara dua pihak atau
lebih dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung dengan
menerima premi asuransi untuk memberikan pergantiankepada tertanggung
|
2
|
ASAL
USUL
|
Dari Al- aqilah, yaitu kebiasaan
suku Arab jauh sebelum Islam dating. Kemudian disahkan oleh Rasulullah
menjadi hukum Islam, bahkan sudah tertuang dalam Konstitusi Madinah yang
dibuat oleh Rasulullah
|
Dari Masyarakat Babilonia
4000-3000 SM yang dikenal dengan PErjanjian Hammurabi dan tahun 1668M di
Coffe House London berdirila Lloyd of London sebagai cikal bakal asuransi
konvensional
|
3
|
RIBA,
GHARAR dan MAISIR
|
Bersih dari adanya praktek Riba,
Gharar, Maysir
|
Adanya Praktek Riba, Gharar dan
Maisir dalam pelaksanaan operasionalnya
|
4
|
SUMBER
HUKUM
|
Bersumber dari Wahyu Ilahi,
Sunnah, Ijma, Fatwa, Sahabat, Qiyas, Ihtisan, Tradisi dan Mashalih Mursalah
|
Bersumber dari pikiran manusia dan
kebudayaan. Berdasarkan hukum positif , hukum alami dan contoh sebelumnya.
|
5
|
DEWAN
PENGAWAS SYARIAH (DPS)
|
Berfungsi untuk mengawasi
pelaksanaan Operasional perusahaan asuransi agar terbebas dari
praktek-praktek muamalah yang bertentangan dengan prinsip Islam.
|
Tidak ada DPS sehingga dalam
prakteknya banyak bertentangan dengan Kaidah Syariah
|
6
|
AKAD
|
Akad tabaru, dan akad tijarah
(mudharabah, wakalah)wadiah, syirkah dsb.
|
Akad Jual Beli, akad gharar
|
7
|
JAMINAN
/RISK (RESIKO)
|
Sharing of Risk, dimana terjadi
proses saling menanggung antara satu peserta dengan peserta lainnya (ta’awun)
|
Transfer of Risk, dimana terjadi
transfer resiko dari tertanggung kepada penanggung
|
8
|
PENGELOLAAN
DANA
|
Pada produk saving (life) terjadi
pemisahan dana antara dana tabaru (derma) dengan dana peserta sehingga tidak
mengenal dana hangus. Sedangkan untuk term insurance (life) dan general
insurance semuanya bersifat tabarru’
|
Tidak ada pemisahan dana sehingga
ada dana hangus yang berpotensi merugikan peserta.
|
9
|
INVESTASI
|
Dalam melakukan investasi sesuai
dengan ketentuan perundang-undangan sepanjang tidak bertentangan engan
prinsip-prinsip syariah Islam. Bebas dari Riba dan dan tempat investasi yang
dilarang
|
Bebas melakukan investasi dalam
batas-batas ketentuan perundang-undangan dan tidak terbatasi pada halal dan
haramnya objek atau system yang digunakan.
|
10
|
KEPEMILIKAN
DANA
|
Dana yang terkumpul dari peserta
dalam bentuk iuran atau kontribusi merupakan milik peserta (shohibul mal),
asuransi syariah hanya sebagai pemegang amanah (mudharib) dalam mengelola
dana tersebut
|
Dana yang terkumpul dari premi
peserta seluruhnya menjadi pemilik perusahaan. Dan perusahaan bebas
menggunakan dan menginvestasikan kemana saja.
|
11
|
UNSUR
PREMI
|
Iuran atau kontribusi terdiri dari
unsur tabarru dan tabungan (yg tidak mengandung riba). Tabarriu dihitung
dengan tabel mortalita, tetapi tanpa perhitungan bunga
|
Unsur premi terdiri dari tabel
mortalita, bunga (interest), biaya-biaya asuransi (cost of insurance)
|
12
|
LOADING
|
Pada sebagian asuransi syariah,
loading (komisi agen) tidak dibebankan pada peserta tapi dari dana pemegang
saham, sebagian yang lainnya mengambilkan dari sekitar 20-30 PERSEN dari
premi pertama. Dengan demikian nilai tunai tahun pertama sudah terbentuk
|
Loading pada asuransi konvensional
cukup besar terutama diperuntukkan untuk komisi agen, sehingga biasanya nilai
tunai pada tahun pertama dan kedua biasanya belum ada (hangus)
|
13
|
SUMBER
PEMBAYARAN KLAIM
|
Diperoleh dari rekening tabaruu
dimana peserta saling menanggung satu sama lainnya. Jika slah satu
peserta medapat musibah, maka peserta lainnya ikut menanggung bersama resiko tersebut
|
Bersumber dari rekening
perusahaan, sebagai konsekwensi penanggung terhadap tertanggung. Murni
bisnisdan tidak ada nuansa spiritual.
|
14
|
SISTEM
AKUNTANSI
|
Menganut konsep akuntansi Cash
basis, mengakui apa yang benar-benar telah ada sedangkan accrual basis
dianggap bertentangan dengan syariah karena mengakui adanya pendapatan yang
akan terjadi dimasa yang akan datang. Sementara apakah itu benar-benar dapat
terjadi hanya Allah yang tahu
|
Menganut Konsep Accrual basis
yaitu proses akuntansi yang mengakui terjadinya peristiwa atau keadaan non
kas. Dan mengakui pendapatan, peningkatan asset, expenses, liabilities dalam
jumlah tertentu yang baru akan diterima dalam waktu yang akan
datang
|
15
|
KEUNTUNGAN
(PROFIT)
|
Profit yang diperoleh dari surplus
undewriting, komisi reasuransi, dan hasil investasi, bukan seluruhnya menjadi
milik perusahaan , tetapi dilakukan bagi hasil (mudharabah) dengan peserta.
|
Keuntungan yang diperoleh dari
surplus undewriting, komisi reasuransi, dan hasil investasi, bukan seluruhnya
menjadi milik perusahaan
|
16
|
MISI DAN
VISI
|
Misi Aqidah, Misi Ibadah (taawun),
Misi Iqtishodi (ekonomi) dan Misi Pemberdayaan Ummat (social)
|
Misi ekonomi dan Misi Sosial
|
17
|
MEKANISME
|
Tidak tunduk pada mekanisme pengawasan
syariat
|
Tunduk pada mekanime syariat
|
C. Pengelolaan Dana Asuransi
Pengelolaan dan asuransi dapat dilakukan dengan akad al-mudharabah, mudharabah musyarakah, atau wakalah bil ujrah. Pada akad mudharabah, keuntungan perusahaan asuransi syariah diperoleh dari bagian keuntungan dana dari investasi (sistem bagi hasil). Para peserta asuransi syariah berkedudukan sebagai pemilik modal dan peusahaan asuransi syariah berfungsi sebagai pihak yang menjalankan modal. Keuntungan yang diperoleh dari pengembangan dana itu dibagi antara para peserta dan perusahaan sesuai kesepakatan. Pada akad mudharabah musyarakah, perusahaan asuransi bertindak sebagai mudharib yang menyertakan modal atau dananya dalam investasi bersama dana para peserta. Perusahaan dan peserta berhak memperoleh bagi hasil dari keuntungan yang diperoleh dari investasi. Sedangkan akad wakalah bil ujrah, perusahaan berhak mendapatkan fee sesuai dengan kesepakatan. Para peserta memberikan kuasa pada perusahaan untuk mengelola dananya dalam hal: kegiatan adm, pengelolaan dana, pembayaran klaim, underwriting, pengolaan portofolio risiko, pemasaran dan investasi.
Mekanisme pengolaan dana peserta dapat dibagi kepada 2 bagian:
1. Ditinjau dari Unsur Tabungan
a. Sistem yang Mengandung Unsur Tabungan
Setiap peserta wajib membayar sejumlah uang (premi) secara teratur kepada perusahaan. Besar premi yang akan dibayarkan tergantung kepada kemampuan peserta. Akan tetapi, perusahaan menetapkan sejumlah minimum premi yang dapat dibayarkan. Setiap perserta dapat membayar premi tersebut melalui rekening koran, giro atau membayar langsung. Peserta dapat memilih pembayaran secara tiap bulan, kuartal, semester maupun tahunan.
Setiap premi yang dibayarkan oleh peserta akan dipisahkan oleh perusahaan asuransi dalam dua rekening yang berbeda, yaitu:
1) Rekening Tabungan, yakni kumpulan dana yang merupakan milik peserta yang dibayarkan bila:
• Perjanjian berakhir
• Peserta mengundurkan diri
• Peserta meninggal dunia
2) Rekening Tabarru’: yaitu kumpulan dana yang diniatkan oleh peserta sebagai iuran kebajikan untuk tujuan saling tolong menolong dan salng membantu yang ibayarkan bila:
• Peserta meninggal dunia
• Perjanjian berakhir (jika surplus dana)
Kumpulan dana peserta ini akan diinvestasikan sesuai dengan syariah islam. Tiap keuntungan dari hasil investasi, setelah dikurangi dengan beban asuransi (klaim dan premi asuransi) dan setelah dikeluarkan zakatnya, akan dibagi menurut kesepakatan. Presentase pembagian bagi hasil dibuat dalam suatu perbandingan tetap berdasarkan kerjasama antara perusahaan dengan peserta.
1. Ditinjau dari Unsur Tabungan
a. Sistem yang Mengandung Unsur Tabungan
Setiap peserta wajib membayar sejumlah uang (premi) secara teratur kepada perusahaan. Besar premi yang akan dibayarkan tergantung kepada kemampuan peserta. Akan tetapi, perusahaan menetapkan sejumlah minimum premi yang dapat dibayarkan. Setiap perserta dapat membayar premi tersebut melalui rekening koran, giro atau membayar langsung. Peserta dapat memilih pembayaran secara tiap bulan, kuartal, semester maupun tahunan.
Setiap premi yang dibayarkan oleh peserta akan dipisahkan oleh perusahaan asuransi dalam dua rekening yang berbeda, yaitu:
1) Rekening Tabungan, yakni kumpulan dana yang merupakan milik peserta yang dibayarkan bila:
• Perjanjian berakhir
• Peserta mengundurkan diri
• Peserta meninggal dunia
2) Rekening Tabarru’: yaitu kumpulan dana yang diniatkan oleh peserta sebagai iuran kebajikan untuk tujuan saling tolong menolong dan salng membantu yang ibayarkan bila:
• Peserta meninggal dunia
• Perjanjian berakhir (jika surplus dana)
Kumpulan dana peserta ini akan diinvestasikan sesuai dengan syariah islam. Tiap keuntungan dari hasil investasi, setelah dikurangi dengan beban asuransi (klaim dan premi asuransi) dan setelah dikeluarkan zakatnya, akan dibagi menurut kesepakatan. Presentase pembagian bagi hasil dibuat dalam suatu perbandingan tetap berdasarkan kerjasama antara perusahaan dengan peserta.
b. Sistem Yang Tidak Mengandung Unsur Tabungan
Setiap premi yang dibayar oleh peserta akan dimasukkan kedalam
rekening tabarru’ yaitu kumpulan dana yang diniatkan oleh peserta sebagai iuran kebajikan untuk tujuan saling tolong menolong dan saling membantu dan akan dibayarkan apabila:
1) Peserta meninggal dunia
2) Perjanjian telah berakhir (jika ada surplus dana)
Kumpulan dana peserta ini akan diinvestasikan sesuai dengan syariah islam. Keuntungan dari hasil investasi setelah dikurangi dengan beban asuransi (klaim dan premi reasuransi) setelah dikeluarkan zakatnya, akan dibagi antara peserta dan perusahaanmenurut kesepakatan dalam suatu perbandingan (porsi bagi hasil) tetap berdasarkan perjanjian kerjasama antara perusahaan dengan peserta.
Setiap premi yang dibayar oleh peserta akan dimasukkan kedalam
rekening tabarru’ yaitu kumpulan dana yang diniatkan oleh peserta sebagai iuran kebajikan untuk tujuan saling tolong menolong dan saling membantu dan akan dibayarkan apabila:
1) Peserta meninggal dunia
2) Perjanjian telah berakhir (jika ada surplus dana)
Kumpulan dana peserta ini akan diinvestasikan sesuai dengan syariah islam. Keuntungan dari hasil investasi setelah dikurangi dengan beban asuransi (klaim dan premi reasuransi) setelah dikeluarkan zakatnya, akan dibagi antara peserta dan perusahaanmenurut kesepakatan dalam suatu perbandingan (porsi bagi hasil) tetap berdasarkan perjanjian kerjasama antara perusahaan dengan peserta.
BAB III
KESIMPULAN
Pengertian Asuransi:
1. Asuransi adalah suatu kemauan untuk menetapkan kerugian-kerugian kecil (sedikit) yang sudah pasti sebagai pengganti (substitusi) kerugian-kerugian besar yang belum pasti.
2. Asuransi atau pertanggungan menurut Undang-Undang No 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih, dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yangbtimbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti atau untuk memberikan sesuatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungjawabkan.
3. Asuransi dalam sudut pandang ekonomi merupakan metode untuk mengurangi resiko dengan jalan memindahkan dan mengombinasikan ketidakpastian akan adanya kerugian keuntungan. Menurut sudut pandang bisnis, asuransi adalah sebuah perusahaan yang usaha utamanya menerima/menjual jasa, pemindahan risiko dari pihak lain, dan memperoleh keuntungan dengan berbagi risiko diantara sejumlah nasabahnya. Dari sudut pandang sosial asuransi sebagai sebuah organisasi sosial yang menerima pemindahan risiko dan mengumpulkan dana dari anggota-anggotanya guna membayar kerugian yang mungkin terjadi pada masing-masing anggota asuransi tersebut.
4. Sedangkan mengenai asuransi syariah, secara terminologi asuransi syariah adalah tentang tolong menolong dan secara umum asuransi adalah sebagai salah satu cara untuk mengatasi terjadinya musibah dalam kehidupan,dimana manusia senantiasa dihadapkan pada kemungkinan bencana yang dapat menyebabkan hilangnya atau berkurangnya nilai ekonomi seseorang baik terhadap diri sendiri, keluarga, atau perusahaan yang diakibatkan oleh meninggal dunia, kecelakaan, sakit, dan usia tua.
5. Asuransi syaria’ah (ta’min, takaful atau tadhamun) dalam Fatwa DSN MUI adalah usaha saling melindungi dan tolong menoloing diantara sejumlah orang/pihak melalui investasi dalam bentuk aset dan/atau Tabarru’ yang memberikan pola pengembalian untuk menghadapi risiko tertentu melalui akad (perikatan) yang sesuai dengan syari’ah. Akad yang sesuai dengan syari’ah yang dimaksud adalah yang tidak mengandung gharar (penipuan), maysir(perjudian), riba, zhulm (penganiayaan), risywah (suap), barang haram dan maksiat.
Perbedaan Asuransi Syariah Dengan Konvensional:
1. Asuransi syari’ah memiliki Dewan Pengawas Syariah (DPS) yang bertugas mengawasi produk yang dipasarkan dan pengelolaan investasi dananya. Dewan Pengawas Syari’ah ini tidak ditemukan dalam asuransi konvensional.
2. Akad pada asuransi syariah adalah akad Tabarru’ (hibah) untuk hubungan sesama peserta dimana pada dasarnya akad dilakukan atas dasar tolong-menolong (taawun). Untuk hubungan antara peserta dengan perusahaan asuransi digunakan akad tijarah (ujrah/fee), mudharabah (bagi hasil), mudharabah musyarakah, wakalah bil ujrah (perwakilan), wadi’ah (titipan), syirkah (berserikat). Sedangkan asuransi konvensional akad berdasarkan lebih mirip jual-beli (ta’badduli).
3. Investasi dana pada asuransi syariah berdasarkan bagi hasil (Mudharabah), bersih dari gharar, maysir dan riba. Sedangkan pada asuransi konvensional memakai bunga (riba) sebagai landasan perhitungan investasinya.
4. Kepemilikan dana pada asuransi syari’ah merupakan hak peserta. Perusahaan hanya sebagai pemegang amanah untuk pengelolaanya secara syari’ah. Pada asuransi konvensioanal, dana yang terkumpuldari nasabah (premi) menjadi milik perusahaan. Sehingga, perusahaan bebas menentukaan alokasi investasinya.
5. Dalam mekanismenya, asuransi syariah tidak mengenal dana hangus seperti yang terdapat pada asuransi konvensional. Jika pada masa kontrak peserta tidak dapat melanjutkan pembayaran premi dan ingin mengundurkan diri sebelum masa reversing period, maka dana yang dimasukan dapat diambil kembali, kecuali sebagian dana kecilyang telah diniatkan untuk Tabarru’ (dihibahkan).
6. Pembayaran klaim pada asuransi syariah diambil dari dana Tabarru’ (dana kebijakan) seluruh peserta yang sejak awal telah diikhlaskan bahwa ada penyisihan dana yang akan dipakai sebagai dana tolong-menolong diantara peserta bila terjadi musibah. Sedangkan pada asuransi konvensional pembayaran klaim diambilkan dari rekening dan perusahaan.
7. Pembagian keuntungan pada asuransi syariah dibagi antara perusahaan dengan peserta sesuai prinsip bagi hasil dengan proporsi yang telah ditentukan. Sedangkan pada asuransi konvensional seluruh keuntungan menjadi hak milik perusahaan.
8. Asuransi syariah menggunakan sistem sharing of risk dimana terjadi proses saling menanggung antara satu peserta dengan peserta lainnya (Ta’awun) sedangkan pada asuransi konvensional yang dilakukan adalah transfer of risk, dimana terjadi pengalihan risiko dari tertanggung (klien) kepada penanggung (perusahaan).
9. Asuransi syariah menggunakan konsep akuntansi cash basis yang mengakui apa yang telah ada sedangkan asuransi konvensional menggunakan sistem akuntansi accrual basis yang mengakui aset, biaya, kewajiban yang sebenarnya belum ada (padahal belum tentu terealisasikan).
10. Asuransi syariah dibebeani kewajiban memebayar zakat dari keuntungan yang diperoleh sedangkan asuransi konvensional tidak.
DAFTAR PUSTAKA
• Andri Soemitra, Bank dan lembaga keuangan syariah, Jakarta: Kencana, 2009
• Husain Husain Syahatah, Asuransi dalam perspektif syariah, Jakarta: Amzah, 2006
• Muhamad Syakir Sula, Asuransi Syariah, Jakarta: Gema Insani, 2004
versi doc. PERBEDAAN ASURANSI SYARIAH DENGAN KONVENSIONAL
KESIMPULAN
Pengertian Asuransi:
1. Asuransi adalah suatu kemauan untuk menetapkan kerugian-kerugian kecil (sedikit) yang sudah pasti sebagai pengganti (substitusi) kerugian-kerugian besar yang belum pasti.
2. Asuransi atau pertanggungan menurut Undang-Undang No 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih, dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yangbtimbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti atau untuk memberikan sesuatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungjawabkan.
3. Asuransi dalam sudut pandang ekonomi merupakan metode untuk mengurangi resiko dengan jalan memindahkan dan mengombinasikan ketidakpastian akan adanya kerugian keuntungan. Menurut sudut pandang bisnis, asuransi adalah sebuah perusahaan yang usaha utamanya menerima/menjual jasa, pemindahan risiko dari pihak lain, dan memperoleh keuntungan dengan berbagi risiko diantara sejumlah nasabahnya. Dari sudut pandang sosial asuransi sebagai sebuah organisasi sosial yang menerima pemindahan risiko dan mengumpulkan dana dari anggota-anggotanya guna membayar kerugian yang mungkin terjadi pada masing-masing anggota asuransi tersebut.
4. Sedangkan mengenai asuransi syariah, secara terminologi asuransi syariah adalah tentang tolong menolong dan secara umum asuransi adalah sebagai salah satu cara untuk mengatasi terjadinya musibah dalam kehidupan,dimana manusia senantiasa dihadapkan pada kemungkinan bencana yang dapat menyebabkan hilangnya atau berkurangnya nilai ekonomi seseorang baik terhadap diri sendiri, keluarga, atau perusahaan yang diakibatkan oleh meninggal dunia, kecelakaan, sakit, dan usia tua.
5. Asuransi syaria’ah (ta’min, takaful atau tadhamun) dalam Fatwa DSN MUI adalah usaha saling melindungi dan tolong menoloing diantara sejumlah orang/pihak melalui investasi dalam bentuk aset dan/atau Tabarru’ yang memberikan pola pengembalian untuk menghadapi risiko tertentu melalui akad (perikatan) yang sesuai dengan syari’ah. Akad yang sesuai dengan syari’ah yang dimaksud adalah yang tidak mengandung gharar (penipuan), maysir(perjudian), riba, zhulm (penganiayaan), risywah (suap), barang haram dan maksiat.
Perbedaan Asuransi Syariah Dengan Konvensional:
1. Asuransi syari’ah memiliki Dewan Pengawas Syariah (DPS) yang bertugas mengawasi produk yang dipasarkan dan pengelolaan investasi dananya. Dewan Pengawas Syari’ah ini tidak ditemukan dalam asuransi konvensional.
2. Akad pada asuransi syariah adalah akad Tabarru’ (hibah) untuk hubungan sesama peserta dimana pada dasarnya akad dilakukan atas dasar tolong-menolong (taawun). Untuk hubungan antara peserta dengan perusahaan asuransi digunakan akad tijarah (ujrah/fee), mudharabah (bagi hasil), mudharabah musyarakah, wakalah bil ujrah (perwakilan), wadi’ah (titipan), syirkah (berserikat). Sedangkan asuransi konvensional akad berdasarkan lebih mirip jual-beli (ta’badduli).
3. Investasi dana pada asuransi syariah berdasarkan bagi hasil (Mudharabah), bersih dari gharar, maysir dan riba. Sedangkan pada asuransi konvensional memakai bunga (riba) sebagai landasan perhitungan investasinya.
4. Kepemilikan dana pada asuransi syari’ah merupakan hak peserta. Perusahaan hanya sebagai pemegang amanah untuk pengelolaanya secara syari’ah. Pada asuransi konvensioanal, dana yang terkumpuldari nasabah (premi) menjadi milik perusahaan. Sehingga, perusahaan bebas menentukaan alokasi investasinya.
5. Dalam mekanismenya, asuransi syariah tidak mengenal dana hangus seperti yang terdapat pada asuransi konvensional. Jika pada masa kontrak peserta tidak dapat melanjutkan pembayaran premi dan ingin mengundurkan diri sebelum masa reversing period, maka dana yang dimasukan dapat diambil kembali, kecuali sebagian dana kecilyang telah diniatkan untuk Tabarru’ (dihibahkan).
6. Pembayaran klaim pada asuransi syariah diambil dari dana Tabarru’ (dana kebijakan) seluruh peserta yang sejak awal telah diikhlaskan bahwa ada penyisihan dana yang akan dipakai sebagai dana tolong-menolong diantara peserta bila terjadi musibah. Sedangkan pada asuransi konvensional pembayaran klaim diambilkan dari rekening dan perusahaan.
7. Pembagian keuntungan pada asuransi syariah dibagi antara perusahaan dengan peserta sesuai prinsip bagi hasil dengan proporsi yang telah ditentukan. Sedangkan pada asuransi konvensional seluruh keuntungan menjadi hak milik perusahaan.
8. Asuransi syariah menggunakan sistem sharing of risk dimana terjadi proses saling menanggung antara satu peserta dengan peserta lainnya (Ta’awun) sedangkan pada asuransi konvensional yang dilakukan adalah transfer of risk, dimana terjadi pengalihan risiko dari tertanggung (klien) kepada penanggung (perusahaan).
9. Asuransi syariah menggunakan konsep akuntansi cash basis yang mengakui apa yang telah ada sedangkan asuransi konvensional menggunakan sistem akuntansi accrual basis yang mengakui aset, biaya, kewajiban yang sebenarnya belum ada (padahal belum tentu terealisasikan).
10. Asuransi syariah dibebeani kewajiban memebayar zakat dari keuntungan yang diperoleh sedangkan asuransi konvensional tidak.
DAFTAR PUSTAKA
• Andri Soemitra, Bank dan lembaga keuangan syariah, Jakarta: Kencana, 2009
• Husain Husain Syahatah, Asuransi dalam perspektif syariah, Jakarta: Amzah, 2006
• Muhamad Syakir Sula, Asuransi Syariah, Jakarta: Gema Insani, 2004
versi doc. PERBEDAAN ASURANSI SYARIAH DENGAN KONVENSIONAL