KATA
PENGHANTAR
Puji syukur saya
panjatkan kehadirat ALLAH SWT yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya
kepada saya sehinggan saya berhasil menyelesaikan makalah ini yang
alhamdulillah tepat pada waktunya yang berjudul “MAKRUH DALAM KONSEP USHUL
FIQH”.
Saya menyadari bahwa
makalah ini masih jauh dari sempurna.oleh karena itu kritik dan saran dari
semua pihak yang bermanfaat selalu saya harapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata,saya
sampaikan terimakasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam
menyusun makalah ini dari awal hingga akhir.Semoga ALLAH SWT senantiasa
meridhoi segala usaha saya.amin.
DAFTAR
ISI
HALAMAN JUDUL
KATA PENGHANTAR
DAFTAR ISI
PENDAHULUAN
A.Latar belakang
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Makruh
B.
Makruh (lafadz yang Menunjukkan)
C.
Pembagian Makruh
D.
Masuknya Makruh dalam Perintah
E.
Dalil-Dalil
PENUTUP
Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA
PENDAHULUAN
Makruh
adalah salah satu hukum yang terdaoat dalam islam. Tepatny didalam pembagian
hukum syar’i. Selain Makruh, didalam hukum syar’i juga terdapat Fardhu, Wajib,
Haram, Sunnatu-Had-yin, Mandub atau Nafl.
Ada berbagai pendapat tentang pengertian Makruh dan menurut
Hanafiyah makruh terbagi menjadi 2,yaitu : Makruh Tahrim dan Makruh Tanzih.
PEMBAHASAN
A. Pengertian Makruh
1. Makruh menurut bahasa
Menurut
bahasa kata makruh berarti “sesuatu yang dibenci”. Setiap sesuatu yang menjengkelkan
dalam hari disebut makruh menurut pengertian bahasa, tersebut dalam
firman Allah Swt:
Dan
perkataan ‘Amru bin al ‘atnabah wa aqdami ala almakruh nafsi-wa dlarbi
hammatual bathli al masyiibi.
2. Makruh menurut istilah
Para
ushuliyyun memberikan banyak pengertian, diantaranya:
a. Menurut pengertian Imam Haramain: makruh
adalah sesuatu yang diganjar apabila meninggalkan menurut ketentuan syara’ dan
tidak mendapat hukuman apabila mengerjakannya.
b. Menurut Imam al Amadi: makruh
mempunyai beberapa pengertian: “menurut istilah ahli syara’ ,makruh dimaksudkan
pengharaman dan juga berarti meninggalkan kemaslahatan untuk dirinya sendiri
walaupun hal itu tidak dilarang.Pengharaman itu dimaksudkan sesuatu yang
dilarang tapi tidak dihukum bagi yang mengerjakannya karena didalamnya terdapat
keraguan.
c. Menurut Iman Baidlawi: makruh adalah
sesuatu yang dituntut syari’ untuk meninggalkannya tetapi tidak denagan cara
yang pasti.
d. Menurut Ibnu al najjar: makruh
didalam kitabnya Syarh al kaukab al munnir, “menurut istilah syara’ adalah
sesuatu apabila seseorang meninggalkannya mendapat pujian dan apabila
dikerjakan tidak berdosa.
e. Menurut Asy Syatibi mengatakan
bahwa: “perbuatan yang dimakruhkan bila dikerjakan sekali, menjadi haram bila
dikerjaan terus menerus.
f.
Dikemukakan
Wahbah az-Zuhaili dalam mazhab Hambali ditegaskan bahwa makruh hukumnya
apabila berkumur dan measukan air kehidung secara berlebihan ketika akan
berwudhu disiang hari pada bulan Ramadhan karena dikhawatirkan air akan masuk
kerongga kerongkongan dan tertelan.
3. Makruh pada syara’
Makruh berarti Pekerjaan yang dituntut
kita tinggalkan dengan tidak kita rasakan, bahwa akan disiksa jika kita
mengerjakannya.
4. Menurut Ushul fiqh
Makruh berarti sesuatu yang dianjurkan syari’at untuk
meninggalkannya, apabila ditinggalkan akan mendapat pahala dan apabila
dilaksanakan tidak berdosa.
Kesimpulan pengertian
makruh:
Makruh adalah suatu yang diperintahkan
Allah untuk meninggalkannya dengan perintah yang tidak pasti dipenuhi, dimana
orang yang meninggalkannya mendapat pujian dan orang yang mengerjakannya tidak
mendapat dosa.
Makruh dapat diketahui melalui lafal atau dibawakan dengan
lafal Nahi namun ada petunjuk yang menunjukkan perbuatan itu di-makruh-kan,
Firman Allah Swt:
Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu menanyakan
(kepada Nabimu) hal-hal yang jika diterangkan kepadamu, (justru) menyusahkan
kamu. (QS. Al-Ma’idah (5):101)
Dalam bentuk amr namun menunjukkan makruh menurut sebagian ulama,
Firman Allah:
Dan tinggalkan jual beli.......(QS. Al-Jumu’ah
(62):9)
B. Makruh
(Lafadz yang menunjukkan)
Beberapa ungkapan Nash untuk menunjukan hukum
makruh, antara lain:
1. Lafadz
Karahah,seperti:
Sesungguhnya Allah membenci orang yang berkata,
dikatakan orang atau orang berkata, serta banyak tanya, serta menyia-nyiakan
harta.(HR. Bukhari dan Muslim dari Mughirah ibn Syu’bah)
2. Lafadz syari’
yang dibarengi indikasi bahwa larangan itu berubah menjadi makruh.seperti:
Janganlah kamu menanyakan (kepada Nabimu) hal-hal
yang jika diterangkan kepadamu, (justru) menyusahkanmu ......(QS.
Al-Ma’idah (5):101)
3. Lafadz
Nahyu (pelarangan) yang menuntut suatu perbuatan untuk dijauhi dan ditinggalkan.
Firman Allah yang berbentuk amr (perintah) yng berarti melarang.
Wahai orang-orang yang beriman! Apabila telah
diserukan untuk melaksanakan Sholat pada hari Jum’at, makasegeralah kamu
mengingat Allah dan tinggalkan jual beli.......(QS.
Al-Jumu’ah (62):9)
Perintah untuk meninggalkan jual beli dalam ayat
diatas, menurut ulama Ushul fiqh hukumnya makruh karena jual beli hukm asalnya
adalah mubah, hanya saja menjadi makruh karena jual beli membuat orang lalai
dalam menyegerakan diri untuk Sholat jum’at.
C. Pembagian Makruh
Menurut kalangan
Hanafiyah,makruh terbagi kepada dua macam:
1. Makruh Tahrim
Adalah
sesuatu yang dilarang oleh syariat, tetapai dalil yang melarang itu bersifat Zhanni
al-Wurud (kebenaran datangnya dari Rasulullah hanya sampai kedugaan keras),
tidak bersifat pasti. Misalnya, larangan meminang wanita yang sedang dalam
pinangan orang lain dan larangan membeli sesuatu yang sedang dalam tawaran
orang lain sebagaimana dalam sabda Nabi:
Dari
Ibnu Umar ra. “Dia berkata bahwa Nabi SAW melarang untuk membeli suatu barang
yang masih dalam tawanan orang lain dan melarang seseorang untuk meminang
seorang wanita yang ada dalam pinangan orang lain sampai mendapatkan izin atau
telah ditinggalkannya.(HR.al-Bukhari)
Hadis
tersebut adalah hadis ahad (hadis yang diriwayatkan perorangan atau beberapa
orang yang tidak sampai kebatas mutawatir), dimana dalam kajian Ushul
Fiqh dianggap hanya sampai pada tingkat dugaan keras (zhanni) kebenaran
datangnya dari Rasulullah, tidak sampai meyakinkan. Makruh Tahrim ini menurut
kalangan Hanafiyah sama dengan hukum haram dalam istilah mayoritas ulama sari
segi sama-sama diancam dengan siksaan atas pelanggarnya, meskipun tidak kafir
orang yang mengimgkarinya karena dalilnya bersifat zhanni.
2. Makruh Tanzih
Adalah
sesuatu yang dianjurkan oleh syariat untuk meninggalkannya. Misalnya, memakan
daging kuda dan meminum susunya pada waktu sangat dibutuhkan perang. Menurut
sebagian kalangan Hanafiyah, pada dasarnya memakan daging kuda hukumnya haram
karena adanya larangan memakannya berdasarkan hadis riwayat Daraquthi. Namun
ketika sangat dibutuhkan waktu perang dibenarkan memakannya meskipun dianggap
makruh.
D. Masuknya Makruh dalam perintah
Masuknya
makruh kedalam perintah ada dua mazhab:
Mazhab
Pertama: mengatakan bahwa makruh
tidak bisa masuk dalam perintah, ini adalah pendapat Syafi’iyyah mayoritas
Hanabilah, al-jurjani dari Hanafiyah.
Mazhab
kedua: ini adalah pendapat Hanafiyah
dan sebagian Hanabilah yang mengatakan bahwa makruh dapat masuk keperintah.
Beberapa
ulama berpendapat:
a) Imam Ghazali berkata: “makruh tidak dapat masuk
dalam perintah walaupun sesuatu yang dilarang tersebut menjadi makruh kecuali
kemakruhannya lepas dari dzat yang diperintahkan menuju yang lain seperti
makruhnya sholat diperut lembah serta yang lainnya.
c) Abu Ishaq al-Syarazy berkata: “Perintah untuk
mengerjakan ibadah tidak mengandung unsur makruh dan makruh tidak termasuk
dalam perintah tersebut,seperti tawaf tanpa bersuci dan tidak makruh. Firman
Allah:
e) Ibn al-Luhham al-Habali berkata: “Perintah yang
mutlak tidak mengandung makruh menurut mayoritas berbeda dengan al-razi yang
bermazhab Hanafi”.
f) Ibn Najjar al-Hanballi berkata: "Mutlaknya
perintah tidak mencakup makruh”.
g) Ibn al-Baddar al-Dimasyqi berkata: “Perintah
mutlak tidak mengndung unsur makruh, maka perintah untuk mengerjakan Sholat
tidak termasuk dalam perintah ini sholat dengan posisi badan miring dengan
meletakkan kedua tangan dipinggang dengan memandang kelangit atau sholat yang
tergesa-gesa dan menoleh tidak khusuk serta yang lainnya”.
E. Dalil-Dalil
I. Dalil mazhab pertama
Pendapat
yang mengatakan bahwa makruh tidak masuk dalam amr dengan dalil debagai
berikut:
Pertama:
Bahwa
yang dimaksud dengan amr adalah ijab dan istihbab dan makruh tidak termasuk
wajib dan mustahab. Karenanya makruh tidak mungkin termasuk amr,juga makruh
adalah sesuatu yang dilarang mengerjakannya karena makruh tidak termasuk
kedalam lafadz amr seperti muhram.
Kedua:
Bahwa
makruh adalah sesuatu yang harus ditinggalkan, sementara ma’mur adalah sesuatu
yang harus dikerjakan. Kuduanya saling bertolak belakang karena yang satu
meminta untuk dikerjakan dan yang lainnya untuk ditinggalkan.
Ketiga:
Tidak
boleh berpendapat tentang bolehnya bertawaf bagi orang yang berhadas. Karena
Firman Allah: “walyatuufuu bil baitil atiiq” karena thawaf adalah
sesuatu yang dilarang dan yang dilarang tidak bisa menjadi wajib.
II. Dalil mazhab kedua
Mazhab
yang mengatakan bahwa makruh termasuk amr memberikan dalil sebagai berikut:
Pertama:
Firman Allah: “walyatuufuu bil baitil
atiiq” mencakup orang yang berhadas sehingga thawaf nya termasuk melakukan
rukun haji karenanya termasuk ma’mur bil secara syar’i dan menjadi makruh.
Kedua:
Bahwa melaksanakan sholat asar setelah
berubahnya matahari maka itu boleh, tetapi juga makruh.
III. Pendapat yang benar
Bahwa
pendapat yang mengatakan makruh tidak termasuk amr adalah benar.
KESIMPULAN
Makruh adalah suatu yang diperintahkan
Allah untuk meninggalkannya dengan perintah yang tidak pasti dipenuhi, dimana
orang yang meninggalkannya mendapat pujian dan orang yang mengerjakannya tidak
mendapat dosa.
Menurut kalangan
Hanafiyah,makruh terbagi kepada dua macam: Makruh Tahrim dan Makruh Tanzih
DAFTAR
PUSTAKA
- Prof. Dr. H. Said Agil Husin Al Munawar, MA, Membangun Metodologi Ushul Fiqh, Jakarta: Ciputat press, desember 2004
- Prof. Dr.T.M.Hasbi Ash-Shiddieqy, Pengantar Hukum Islam, Jakarta: Bulan Bintang
- Drs. Totok Jumantoro, M.A dan Drs. Samsul Munir Amin, M.Ag, Kamus Ilmu Ushul Fiqh, Jakarta: Amzah
- Prof. Satria Effendi, M.Zein, M.A, Ushul Fiqh, Jakarta: kencana 2009
- Drs. H. Kamal Muchtar dan kawan-kawan, Ushul Fiqh jilid 1,Yogyakarta: PT Dana Bakti Waqaf 1995
- Prof. Dr. Abdul Wahab Khalaf, Ilmu Ushul Fiqh, Bandung: Gema Risalah Press.