head

Breaking News
Loading...
Saturday, April 15, 2017

Modifikasi Syariah Pada Kerangka Resiko dan Return

8:29 AM
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Resiko adalah suatu ketidakpastian dimasa yang akan datang tentang kerugian. Risiko ialah kewajiban
memikul kerugian yang disebabkan karena suatu kejadian di luar kesalahan salah satu pihak.
Ada dua aspek yang perlu dipertimbangkan pleh manajemen keuangan dalam pengambilan keputusan keuangan, yaitu tingkat pengembalian (return) dan resiko (risk) keputusan keuangan tersebut. Tingkat pengembalian adalah imbalan yang diharapkan diperoleh di masa mendatang, sedangkan risiko diartikan sebagai ketidakpastian dari imbalan yang diharapkan. Risiko adalah kemungkinan terjadinya penyimpangan dari rata-rata dari tingkat pengembalian yang diharapkan yang dapat diukur dari standar deviasi dengan menggunakan statistika. Suatu keputusan keuangan yang lebih beresiko tentu diharapkan memberi imbalan yang lebih besar, yang dalam keuangan dikenal dengan istilah “high risk high return”. Untuk mengukur risiko relatif digunakan koefisien variasi, yang menggambarkan risiko perunit imbalan yang diharapkan yang ditunjukkan oleh besarnya standar deviasi dibagi tingkat pengenbalian yang diharapkan. Resiko bisnis berkaitan dengan ketidakpastian tingkat pengembalian atas aktiva suatu perusahaan di masa mendatang, yang mengacu pada variabilitas keuntungan yang diharapkan sebelum bunga dan pajak (EBIT). Risiko bisnis merupakan akibat langsung dari keputusan investasi perusahaan, yang tercermin dalam struktur aktivanya. yang dimaksud dengan risiko bisnis dalam hal ini adalah tingkat risiko aktiva perusahaan jika perusahaan tidak menggunakan hutang. Jika manajemen perusahaan dapat memanfaatkan dana yang berasal dari hutang untuk memperoleh laba operasi yang lebih besar dari beban bunga, maka penggunaan hutang dapat memberikan keuntungan bagi perusahaan dan akan meningkatkan return bagi pemegang saham.  Sebaliknya, jika manajemen tidak dapat memanfaatkan dana secara baik, perusahaan mengalami kerugian.

B. Latar belakang Masalah
1. Apakah yang dinamakan resiko itu?
2. Apa saja jenis resiko?
3. Apakah pengertian dari pengembalian?

C. Tujuan
Adapun tujuan pembuatan makalah ini adalah untuk mengetahui tentang investasi serta hubungan antara risiko dan pengembalian yang bvertujuan untuk meningkatkan pendapatan suatu perusahaan.



RESIKO
A.    Definisi Risiko
Kata risiko berasal dari bahasa inggris “risk”, yang artinya berarti ketidakpastian dari pada kerugian (uncertainly of loss).
Risiko dalam berbagai bentuk dan sumbernya merupakan komponen yang tak terpisahkan dari setiap aktivitas. Hal ini dikarenakan masa depan merupakan sesuatu yang sangat sulit diprediksi. Tidak ada seorang pun didunia ini yang tahu dengan pasti apa yang akan terjadi dimasa depan, bahkan mungkin satu detik kedepan. Selalu ada elemen ketidak pastian yang menimbulkan risiko.
Ada dua istilah yang sering dicampur adukkan yaitu ketidakpastian dan risiko. Sebagian orang menganggapnya sama. Sebagian lagi menganggapnya berbeda. Disini yang membedakan kedua istilah tersebut karena pengelolaannya berbeda. Ketidakpastian mengacu pada pengertian risiko yang tidak diperkirakan (unexpected risk), sedangkan istilah risiko itu sendiri mengacu kepada risiko yang diperkirakan (expected risk).

  • Menurut kamus ekonomi, risiko adalah kemungkinan mengalami kerugian atau kegagalan karena tindakan atau peristiwa tertentu.
  • Menurut Herman Darmawan (2006:1) risiko senantiasa ada karena mengenanya dengan kemugkinan akan terjadi akibat buruk atau akibat yang merugi, seperti kemungkinan kehilangan, cidera, kebakaran, dan lain sebagainya.
  • Resiko menurut wikipedia indonesia adalah bahaya yang dapat terjadi akibat dari sebuah proses yang sedang berlangsung atau kejadian yang akan datang.
  • Dalam bidang asuransi, risiko dapat diartikan sebagai suatu keadaan ketidak pastian, dimana jika terjadi suatu keadaan yang tidak di kehendaki dapat menimbulkan kerugian.
  • Definisi risiko yang tepat dilihat dari sudut pandang Bank adalah, exposure terhadap ketidakpastian pendapatan. Sedangkan Philip Best menyatakan bahwa risiko adalah kerugian secara finansial, baik secara langsung maupun tidak langsung. \ Risiko Bank adalah keterbukaan terhadap kemungkinan rugi (exposure to the change of loss).
  
B.     Faktor Sejarah Krisis Perbankan Nasional
Ada beberapa alasan mengapa Bank-bank banyak di luiqidasi pada tahun 1998

  • Pembiayaan berlebihan pada sektor ekonomi yang jenuh dan tidak produktif (Properti dan industri lain yang unstable, yang tergantung pada bahan baku/jadi import)
  • Banking risk exposure : Credit Risk : Akibat unproductive sector Market Risk, khususnya : Forex Risk akibat:Depresiasi Rp. Thdp Dollar. Forex rate, rate of return risk akibat :repricing gap Liquidity risk, akibat: long term investment.
  • Pembiayaan pada group sendiri Pelanggaran BMPK : Bank SUMA,BDNI,BUN,dsb Credit Risk Exposure akibat tidak ada diversifikasi terhadap portofolio Credit Fraud dan Incompetence dari faktor manusia Total Kerugian I donesia : Rp. 600 Trilyun.

C.    Alasan Adanya Resiko Pada Perbankan Syari’ah
Ada beberapa alasan mengapa manajemen resiko harus diterapkan di perbankan syariah, dan mengapa begitu penting, jika kita teliti lagi lebih lanjut apalagi dengan penerapan Bassel Accord II yang merupakan penyempurnaan dari Bassel Accord I, tidak terlepas dari resiko global yang terjadi pada peristiwa Enron dimana telah terjadi kecerobahan atau manipulasi data, oleh sebab itu muncullah dua tokoh fokal di parlemen Amerika yang bernama Sarbone Oxley, sehingga setiap laopran keuangan harus cmply dengan peraturan SOX atau Sarbone Oxle. Terilham dari hal itu maka berimbas kepada sektor perbankan untuk menerapkan manajemen resiko, ditambah lagi dengan kondisi yang tidak menentu, menyebabkan perbankan mau tidak mau menerapkan manajemen Resiko.
Alasan Mengapa manajemen resiko begitu penting:

  • Bank adalah perusahaan jasa yang pendapatannya diperoleh dari interaksi dengan nasabah sehingga resiko tidak mungkin tidak ada
  • Dengan mengetahui resiko maka kita dapat mengantisipasi dan mengambil tindakan yang diperlukan dalam menghadapi nasabah/permasalahan
  • Dapat lebih menumbuhkan pemahaman pengawasan melekat, yang merupakan fungsi sangat penting dalam aktivitas operasional.

D.    Bagaimana Memperlakukan Resiko
  • Dihindari, apabila resiko tersebut masih dalam pertimbangan untuk diambil, misalnya karena tidak masuk kategori Resiko yang diinginkan Bank atau karena kemungkinan jauh lebih besar dibandingkan keuntungan yang diharapkan
  • Diterima dan dipertahankan, apabila resiko berada pada tingkat yang paling ekonomis
  • Dinaikkan, diturunkan atau dihilangkan, apabila resiko yang ada dapat dikendalikan dengan tata kelola yang baik, atau melalui pengoperasian exit strategy
  • Dikurangi, misalnya dengan mendiversifikasi portofolio yang ada, atau membagi (share) resiko dengan pihak lain.
  • Dipagari (hedge), apabila resiko dapat dilindungi secara atificial, misalnya resiko dinetralisir sampai batas tertentu dengan instrumen derivatif.

E.     Jenis-Jenis Risiko Bank Syariah
Bisnis perbankan baik itu bank konvensional ataupun bank syariah akan berhadapan dengan berbagai jenis risiko. Risiko perbankan syariah diantaranya adalah sebagai berikut :
1.      Risiko Modal (capital risk)
Unsur lain dari risiko yang berhubungan dengan perbankan adalah risiko modal (capital risk) yang merefleksikan tingkat leverage yang dipakai oleh bank. Salah satu fungsi modal adalah melindungi para penyimpan dana terhadap kerugian yang terjadi pada bank.
Risiko modal berkaitan dengan kualitas aset. Bank yang menggunakan sebagian besar dananya untuk mendanai aset yang berisiko perlu memiliki modal penyangga yang besar untuk sandaran bila kinerja aset-aset itu tidak baik.

2.      Risiko Likuiditas
Bank memiliki dua sumber utama bagi likuiditasnya, yaitu aset dan liabilitas.
Risiko likuiditas adalah risiko yang antara lain disebabkan oleh ketidakmampuan bank untuk memenuhi kebutuhan dana dengan segera. Likuiditas penting bagi bank untuk menjalankan transaksi bisnis, mengatasi kebutuhan dana yang mendesak dan memuaskan permintaan nasabah terhadap pinjaman.
Sebagaimana bank-bank pada umumnya, bank syariah juga menghadapi risiko likuiditas seperti sebagai berikut:

  • Turunnya kepercayaan nasabah terhadap sistem perbankan, khususnya bank syariah.
  • Dalam mudharabah kontrak, kemungkinan nasabah untuk menarik dananya kapan saja, tanpa pemberitahuan terlebihan dahulu.
  • Keterbatasan instruemen lembaga keuangan untuk solusi likuiditas syariah
  • Bank Islam berbeda dengan bank konvensional (tidak memiliki akses untuk meminjam atau mengumpulkan dana karena bunga atas pinjaman dilarang dalam syariah)

3.      Risiko Kredit/ Pembiayaan
Risiko kredit atau pembiayaan adalah risiko dari kemungkinan terjadinya kerugian bank sebagai akibat dari tidak dilunasinya kembali kredit/pembiayaan yang diberikan bank kepada peminjam.
Risiko kredit muncul jika bank tidak bisa memperoleh kembali cicilan pokok yang sedang dilakukan. Penyebab utama terjadinya risiko kredit adalah terlalu mudahnya bank memberikan pinjaman atau melakukan investasi karena terlalu dituntut untuk memanfaatkan kelebihan likuiditas (penyediaan dana), sehingga penilaian kredit kurang cermat dalam mengantisipasi berbagai kemungkinan risiko usaha yang dibiayainya.
Resiko ini dapat ditekan dengan cara memberikan batas wewenang keputusan kredit bagi setiap aparat perkreditan, berdasarkan kapabilitasnya (authorize limit) dan batas jumlah pembiayaan yang dapat diberikan pada usaha atau perusahaan tertentu (credit line limit).
Karakteristik instrumen finansial yang dipraktikan oleh bank Islam memiliki resiko kredit khusus, yaitu:

  • Dalam kasus transaksi murabahah, bank Islam terbuka terhadap resiko kredit ketika bank tersebut menyerahkan aset kepada klien tapi tidak menerima pembayaran dari klien tepat pada waktunya. Dalam kasus murabahah tidak mengikat, dimana klien memiliki hak untuk menolak penyerahan produk yang dibeli bank, bank semakin terbuka terhadap resiko harga dan pasar.
  • Dalam kontrak akad/Bay’ al-salam atau istisna, bank dihadapkan kepada resiko kegagalan untuk mensuplai tepat waktu atau sama sekali gagal mensuplainya. Kegagalan tersebut dapat berakibat penundaan atau kegagalan bayar, atau penyerahan produk tersebut, dan dapat menghadapkan bank Islam kepada kerugian finansial pemasukan secara kapital.

4.      Risiko Pasar
Resiko pasar bagi institusi finansial timbul dalam bentuk pergerakan harga yang tidak diharapkan seperti resiko tingkat pengembalian, resiko nilai bunga, resiko nilai tukar mata uang,

  • Risiko tingkat suku bunga (interest rate risk), Risiko tingkat suku bunga adalah risiko yang timbul sebagai akibat dari fluktuasi (naik turunya) tingkat bunga. Meskipun bank syariah tidak menetapkan tingkat bunga, tetapi bank syariah tidak akan terlepas dari risiko tingkat suku bunga. Hal ini disebabkan pasar yang dijangkau bank syariah tidak hanya nasabah yang loyal penuh terhadap syariah.
  • Risiko pertukaran mata uang (foreign exchange risk), Risiko pertukaran mata uang adalah suatu konsekuensi sehubungan dengan pergerakan atau fluktuasi nilai tukar terhadap rugi laba bank. Meskipun bank syariah tidak terpengaruh risiko kurs secara langsung hal ini karena adanya syarat tidak boleh melakukan transaksi yang bersifat spekulasi, tetapi bank syariah tidak dapat terlepas dari adanya posisi dalam valuta asing.

5.      Risiko Operasional
Resiko operasional adalah resiko akibat kurangnya (deficiencies) sistem informasi atau sistem pengawasan internal yang akan menghasilkan kerugian yang tidak diharapkan. Resiko ini mencakup kesalahan manusia (human error), kegagalan sistem, dan ketidakcukupan prosedur dan kontrol yang akan berpengaruh pada opersional bank.

  • Kesalahan manusia : Hubungan antar pegawai (Discriminasi, pelecehan seksual), kesalahan pegawai, penyimpangan pegawai, tidak terpenuhinya jumlah pegawai
  • Kegagalan Sistem : kegagalan hardware, kegagalan software, konfigurasi lemah (tanpa perlindungan virus), komuniaski (saluran telpon tidak berfungsi, kapasitas jaringan tidak mendukung).
  • Problem Eksternal : Kejahatan eksternal (pencurian, penipuan, pemalsuan), Bencana faktor alam (gempa Bumi, banjir, topan,sunami) Faktor manusia (perang, terorisme, perampokan), penerobasan sistem teknologi (hacker, penembusan user id)
    Yang dapat mempengaruhi operasional bank dan merugikan.

6.      Risiko Hukum
Berhubungan dengan resiko tidak terlaksananya kontrak. Resiko hukum bisa datang dari faktor eksternal (seperti: regulasi yang mempengaruhi aktivitas bisnis tertentu) ataupun faktor internal, yaitu terkait dengan manajemen atau pegawai bank (seperti: penyelewengan, pelanggaran hukum).

7.      Resiko Strategik
Resiko yang disebabkan Adanya penetapan strategi dan/atau pelaksanaan strategi bank yang tidak tepat Pengambilan keputusan bisnis yang tidak tepat Kurangnya responsif bank terhadap perubahan eksternal.

8.      Resiko kepatuhan
Resiko yang disebabkan bank tidak memenuhi atau tidak melaksanakan peraturan perundang-undangan dan ketentuan yang berlaku Pada prakteknya resiko yang terkait dengan pertauran seperti  Pajak.

9.      Risiko Reputasi
Resiko reputasi adalah resiko yang timbul akibat adanya publikasi negatif yang terkait dengan kegiatan usaha bank atau karena adanya persepsi negatif terhadap bank. Hal-hal yang sangat berpengaruh pada reputasi bank antara lain adalah; manajemen, pelayanan, ketaatan pada aturan dan sebagainya.
Alasan kehilangan reputasi

  • Kesalahan manajemen Tidak mematuhi hukum yang berlaku
  • Skandal keuangan
  • Ketiadaan kemampuan dalam mengelola, integritas kesehatan Bank
  • Resiko ini sulit diukur apalagi terkait dengan persepsi nasabah

F.     Manajemen Risiko Bank Syariah
1.      Defenisi Manajemen Resiko
Manajemen Resiko diartikan sebagai rangkaian prosedur dan metodologi yang digunakan untuk mengidentifikasi, mengukur, memantau, dan mengendalikan resiko yang timbul dati kegiatan usaha Bank.

2.      Manajemen Risiko Pembiayaan Bank Syariah
Risiko pembiayaan muncul jika bank tidak bisa memperoleh kembali cicilan pokok dan yang diberikannya atau investasi yang sedang dilakukannya. Penyebab utama terjadinya risiko pembiayaan adalah terlalu mudahnya bank memberikan pinjaman atau melakukan investasi karena terlalu dituntut untuk memanfaatkan kelebihan likuiditas, sehingga penilaian kredit kurang cermat dalam mengantisipasi berbagai kemungkinan risiko usaha yang dibiayainya.
Resiko menjadi semakin terlihat manakala perekonomian mengalami krisis atau resesi. Kelesuan ekonomi akan berdampak langsung pada menurunnya omzet penjualan perusahaan, sehingga perusahaan akan mengalami kesulitan untuk dapat memenuhi kewajiban membayar utang-utangnya. Demikian pula jika terjadi kenaikan tingkat bunga.
Kerugian bagi bank semakin bertambah apabila ternyata jaminan bagi pemberian kredit tidaklah memadai atau meng-cover pinjaman yang diberikan. Bank akan mengalami kesulitan yang berat jika ia terbelit dengan masalah kredit macet yang terlampau besar.
a.       Pembiayaan Ijarah : Resiko yang timbul dan penyebabnya
§  Jika barang milik bank, timbul resiko tidak produktifnya asset iajarah karena tidak adanya nasabah.
§  Jika barang bukan milik bank, timbul resiko rusaknya barang oleh nasabah karena pemakaian tidak normal.
§  Dalam hal jasa tenaga kerja yang disewakan bank kemudian disewakan kepada nasabah, timbul resiko tidak performnya pemberi jasa.

Penyelesaian :

§  Resiko yang timbul karena ketiadaan nasabah merupakan bussines risk yang tidak dapat dihindari.
§  Jika resiko timbul karena pemakaian di luar normal, Bank dapat menetapkan kovenan ganti rugi kerusakan barang yang tidak disebabkan oleh pemakaian normal.
§  Jika resiko yang timbul karena tidak perform-nya pemberi jasa, Bank dapat menetapkan kovenan bahwa resiko tersebut merupakan tanggung jawab nasabah karena pemberi jasa dipilih sendiri oleh nasabah.

b.      Pembiayaan Ijarah Muntahiya Bit Tamlik (IMBT).
Resiko yang bisa timbul adalah ketidakmampuan nasabah membayar angsuran dalam jumlah besar di akhir periode. Sedangkan penyebabnya yaitu jika pembayaran dilakukan dengan sistem Ballon Payment (pembayaran angsuran dalam jumlah besar di akhir periode). Risiko tersebut dapat diselesaikan dengan cara memperpanjang jangka waktu sewa.

c.       Pembiayaan Salam dan Istishna
Karena kedua skim ini barang diserahkan di akhir akad, maka resiko yang akan dihadapi adalah gagal serah barang dan resiko jatuhnya harga barang. Cara untuk meyelesaikannya adalah sebagai berikut :
·         Resiko jatuhnya harga barang diantisipasi dengan menetapkan bahwa jenis pembiayaan ini hanya dilakukan atas dasar kontrak/pesanan yang telah ditentukan harganya.
·         Resiko gagal serah dapat diantisipasi bank dengan menetapkan kovenan resiko kolateral 220 %, yaitu 100 % lebih tinggi daripada rasio standar 120 %.

d.      Pembiayaan Mudharabah/Musyarakah
Kontrak mudharabah dijalankan oleh bank syariah, maerupakan suatu kontrak peluang investasi yang mengandung banyak risiko tinggi. Sebab model kontrak tersebut sarat dengan asymmetric information. Arsimetrik informasi adalah kondisi yang menunjukkan sebagai investor mempunyai informasi dan yang lainnya tidak memilikiinya. Arsimetrik informasi yang dilakukan agen dalam kontrak keuangan biasanya berbentuk moral hazard dan adverse selection. Sadr dan Iqbal mengatakan : adverse selection terjadi pada kontrak utang ketika peminjam memiliki kualitas yang tidak baik atas kredit diluar batas ketentuan tingkat keuntungan tertentu, dan moral hazard terjadi ketika melakukan penyimpangan atau menimbulkan risiko yang lebih besar dalam kontrak.
Dalam kontrak mudharabah, ketika proses produksi dimulai, maka agen menunjukkan etika baiknya atas tindakan yang telah disepakati bersama. Namun setelah berjalan, muncul tindakan yang tidak terkendalikan yaitu moral hazard ( tindakan yang tidak dapat diamati) dan adserve selection ( etika pengusaha yang secara melekat yang tidak dapat diketahui oleh pemilik modal). Dari uraian di atas, terlihat bahwa masalah asimetrik informasi adalah sangat berhubungan erat dengan masalah keuangan atau investasi. Terlebih jika dikaitkan dengan kontrak keuangan mudharabah.
Penyimpangan-penyimpangan berupa asymmetric information dalam kontrak mudharabah dapat diminimalisasikan, sehingga dapat mengoptimalkan hasil investasinya. Dalam kaitan ini Presley dan Session menunjukkan cara-cara untuk mengendalikan asimetrik informasi dalam kontrak mudharabah yang dikenal dengan istilah “ incentive compatible constraints “.
Model yang disarankan oleh Presley dan Session tersebut kemudian diadopsi oleh Karim (2000) untuk mengendalikan penerapan pembiayaan mudharabah di Bank Muamalat Indonesia. Dijelaskan, bahwa : untuk mengurangi kemungkinan terjadinya risiko asimetrik informasi (moral hazard), maka bank syariah (BMI) menerapkan sejumlah batasan-batasan tertentu ketika menyalurkan pembiayaan kepada mudharib yaitu :

  • Menerapkan batasan agar porsi modal dari pihak mudharib-nya lebih besar dan atau mengenakan jaminan.
  • Menetapkan syarat agar mudharib melakukan bisnis yang risiko operasionalnya lebih rendah
  • Menetapkan syarat agar mudharib melakukan bisnis dengan arus kas yang transparan
  • Menetapkan syarat agar mudharib melakukan bisnis yang biaya tidak terkontrolnya rendah.
Batasan atau syarat tersebut merupakan bagian dari proses monitoring dan supervisi bank syariah atas pembiayaan mudharabah yang disalurkan. Hasil penelitian Sadr dan Iqbal (2000) menyimpulkan bahwa : dengan meningkatkan pengawasan dan pemantauan, meminimalisasi asimetrik informasi dapat memperkecil terjadinya masalah agensi.
e.       Pembiayaan Murabahah
Resiko yang akan timbul yaitu tidak bersaingnya bagi hasil kepada dana pihak ketiga. Sedangkan penyebab adalah kenaikan DCMR (Direct Competitors Market Rate), kenaikan ICMR (InDirect Competitors Market Rate), kenaikan ECRI (Expected Competitive Return For Investors). Solusinya yaitu dengan menetapkan jangka waktu maksimal pembiayaan dengan mempertimbangkan :

  • Tingkat (marjin) keuntungan saat ini dan prediksi perubahan di masa mendatang yang berlaku di pasar perbankan syariah (DCMR) semakin cepat perubahan DCMR, semakin pendek jangka waktu maksimal pembiayaan.
  • Suku bunga kredit saat ini dan prediksi perubahannya di masa mendatang yang berlaku di pasar perbankan konvensional (ICMR). Semakin cepat perubahan ICRM, semakin pendek jangka waktu maksimal pembiayaan.
  • Ekspektasi bagi hasil kepada Dana Pihak Ketiga yang kompetitif di pasar perbankan syariah. Semakin besar perubahan ekspektasi tersebut diperkirakan akan terjadi semakin pendek jangka waktu maksimal pembiayaan.

3.      Manajemen Risiko Likuiditas
Likuiditas penting bagi bank untuk menjalankan transaksi bisnisnya sehari-hari, mengatasi kebutuhan dana yang mendesak, memuaskan permintaan nasabah akan pinjaman dan memberikan fleksibilitas dalam meraih kesempatan investasi menarik dan menguntungkan.
Likuiditas yang tersedia harus cukup, tidak boleh terlalu kecil sehingga menganggu kebutuhan operasional sehari-hari, tetapi juga tidak boleh terlalu besar karena akan menurunkan efisiensi dan berdampak pada rendahnya profitabilitas. Besar kecilnya risiko ini banyak ditentukan oleh :

  • Kecermatan perencanaan arus kas (cash flow) atau arus dana berdasarkan prediksi pembiayaan dan prediksi pertumbuhan dana-dana.
  • Ketepatan dalam mengatur struktur dana-dana termasuk kecukupan dana-dana non bagi hasil.
  • Ketersediaan aset yang siap dikonversikan menjadi kas.
  • Kemampuan menciptakan akses ke pasar antarbank atau sumber dana lainnya.

4.      Manajemen Risiko Operasional Bank Syariah
Dalam manajemen risiko ada beberapa komponen yang relevan dengan risiko operasional yaitu sistem informasi, pengawasan internal, kesalahan manusiawi (human error), kegagalan sistem, dan ketidakcakupan prosedur dan kontrol.
Penerapan manajemen risiko dari nol memang tidaklah mudah. Untungnya ada model yang cocok untuk dicontoh. Kelompok industri lain mempunyai metode pengelolaan risiko operasioanal yang sangat mapan, layak dan teruji diantaranya yaitu :
a.       Mengidentifikasi hazard
Mempertimbangkan semua aspek dari situasi saat ini dan masa yang akan datang, lingkungan dan masalah yang secara historis diketahui. Pengidentifikasian hazard harus disekati bersama-sama karena tidak seorangpun yang dapat melakukannya sendiri dengan sukses.
b.      Menaksir risiko
Tahap berikutnya adalah menganalisis risiko yang terkait, bagaimana dan berapa besar kemungkinannya. Konsep penting yang lain adalah interaksi. Interaksi terjadi bila dua buah hazard terjadi bersama-sama sekaligus.
c.       Menganalisis kadar pengawasan risiko
d.      Membuat keputusan pengawasan risiko
e.       Supervisi dan evaluasi.
f.       Menerapkan pengawasan
Ini adalah tahap dimana manfaat dari persiapan dan pemikiran yang hati-hati menjadi jelas. Dalam rangka mencapai kesuksesan dalam penerapan pengawasan, haruslah ditemukan kebutuhan mutlak untuk mendapatkan satu pendekatan menyeluruh terhadap risiko operasional.

5.      Manajemen Risiko Pasar
a)      Resiko yang timbul akibat adanya perubahan variabel pasar, seperti : suku bunga, nilai tukar, harga equity dan harga komoditas sehingga nilai portofolio/asset yang dimiliki bank menurun.
b)      Berdasarkan bank Indonesia, sebagai bank umum dengan prinsip syariah, maka Bank Syariah hanya perlu mengelola resiko pasar yang terkait dengan perubahan nilai tukar yang dapat menyebabkan kerugian Bank.
Pricing pada perbankan syariah yang berhubungan dengan resiko suku bunga :

  • Profit Murabahah tidak dapat ditingkatkan seiring dengan meningkatnya suku bunga.
  • Harga komoditi (salam) ditetapkan dan dibayar dimuka pada saat kontrak/akad ditandatangani.
  • Ijarah ditetapkan diawal tetapi dapat dinegoisasikan kembali di kemudian hari jika kondisi ini telah ditetapkan sebelumnya didalam kontrak/akad.
  • Rasio bagi hasil (Mudharabah & Musyarakah) ditetapkan diawal namun dapat dinegoisasikan kembali dikemudian hari jika nasabah (Counterparty) setuju.
  • Pricing Bank Konvensional akan mempengaruhi pricing di perbankan syariah

6.      Fungsi Manajemen Resiko

  • Menetapkan arah dan risk appetite dengan mengkaji ulang secara berkala dan menyetujui risk exposure limits yang mengikuti perubahan strategi perusahaan.
  • Menetapkan limit umumnya mencakup pemberian kredit, penempatan non kredit, asset liability management, trading dan kegiatan lain seperti derivatif dan lain-lain.
  • Menetapkan kecukupan prosedur atau prosedur pemeriksaan (audit) untuk memastikan adanya integrasi pengukuran resiko, kontrol sistem pelaporan, dan kepatuhan terhadap kebijakan dan prosedur yang berlaku.
  • Menetapkan metodologi untuk mengelola resiko dengan menggunakan sistem pencatatan dan pelaporan yang terintegrasi dengan sistem komputerisasi sehingga dapat diukur dan dipantau sumber resiko utama terhadap organisasi Bank.

G.    Dampak Dari Risiko Yang Dihadapi Bank Syariah
Sebagai dampak terjadinya risiko kerugian keuangan langsung, kerugian akibat risiko (risk loss) pada suatu bank dapat berdampak pada pemangku kepentingan (stakeholders) bank, yaitu pemegang saham, karyawan, dan nasabah, serta berdampak juga kepada perekonomian secara umum.
Pengaruh risk loss pada pemegang sahaman karyawan adalah langsung, sementara pengaruh terhadap nasabah dan perekonomian tidak langsung. Berikut akan diuraikan dampak potensial terhadap stakeholders dan ekonomi.
1.      Dampak terhadap Pemegang Saham
Pengaruh risk loss terhadap pemegang saham antara lain:

  • Penurunan nilai investasi, yang akn memberikan pengaruh terhadap penurunan harga dan/atau penurunan keuntungan,turunnya harga saham menurunkan nilai perusahaan yang berarti turunnya kesejahteraan pemegang saham;
  • Hilangnya peluang memperoleh dividen yang seharusnya diterima sebagai akibat dari turunnya keuntungan perusahaan;
  • Kegagalan investasi yang telah dilakukan, hingga yang paling parah adlah kebangkrutan perusahaan yang melenyapkan nilai semua moal disetor.

2.      Dampak terhadap Karyawan
Karyawan suatu bank dapat terpengaruh oleh peristiwa risiko (risk event) yang menimbulkan risk loss terkait dengan keterlibatan mereka. Pengaruh tersebut dapat berupa:

  • Dikenakan sanksi indisipliner karena kelalaian yang menimbulkan kerugian;
  • Pengurangan pendapatan seperti pengurangan bonus atau pemotongan gaji;
  • Pemutusan hubungan kerja.
3.      Dampak terhadap Nasabah
Kegagalan dalam pengelolaan risiko dapat berpengaruh terhadap nasabah. Dampak yang terjadi dapat secara langsung maupun tiak langsung dan tidak seketika dapat diidentifikasikan. Pengaruh risk event yang berlangsung secara berkelanjutan, pada gilirannya akan menimbulkan risk loss terhadap kelangsungan usaha bank itu sendiri. Konsekuensi risk loss yang berdampak terhadap nasabah bank, adalah:

  • Merosotnya tingkat pelayanan;
  • Berkurangnya jenis dan kualitas produk yang ditawarkan;
  • Krisis likuiditas sehingga menyulitkan dalam pencairan dana;
  • Perubahan peraturan.

4.      Dampak terhadap Perekonomian
Sebagai institusi yang mengelola uang sebagai aktivitas utamanya, bank memiliki risiko yang melekat (inherent) secara sistematis. Risk loss yang terjadi pada suatu bank akan menimbulkan dampak tidak hanya terhadap bank yang bersangkutan, tetapi juga akan berdampak terhadap nasabah dan perekonomian secara keseluruhan. Dampak yang ditimbulkan tersebut dinamakan risiko sistemik (systemic risk).

PENGEMBALIAN
A.    Definisi Pengembalian/return
Pengembalian adalah keuntungan yang diperoleh perusahaan, individu dan institusi dari hasil kebijakan investasi yang dilakukan. Menurut R.J. Shook, pengembalian adalah laba investasi, baik melalui bunga atau deviden.
Beberapa pengertian pengembalian yang lain:

  • Return on equity atau imbalan atas hasil equitas merupakan pendapatan bersih dibagi equitas pemegang saham.
  • Return of capital atau imbalan hasil atas modal merupakan pembayaran kas yang tidak kena pajak pada pemegang saham yang mewakili imbalan hasil modal yang diinvestasikan dan bukan didistribusi deviden. Investor mengurangi biaya investasi dengan jumlah pembayaran.
  • Return on investment atau imbalan hasil atas investasi merupakan membagi pendapatan sebelum pajak terhadap investasi untuk memperoleh angka yang mencerminkan hubungan antara investasi dan laba.
  • Retun on invested capital atau imbalan hasil atas modal investasi merupakan pendapatan bersih dan pengeluaran bunga perusahaan dibagi total kapitalisasi perusahaan.
  • Return realisasi merupakan return yang telah terjadi.
  • Return on network atau imbalah hasil atas kekayaan bersih merupakan pemegang saham yang dapat menentukan hasil imbalannya dengan membandingkan laba bersih setelah pajak dengan kekayaan bersih.
  • Return on sales atau imbalan hasil atas penjualan merupakan untuk menentukan efisiensi operasi perusahaan, seseoarang dapat membandingkan presentase penjualan bersihnya yang mencerminkan laba sebelum pajak terhadap variabel yang sama dari periode sebelumnya.
  • Return ekspektasi merupakan return keseluruhan yang diharapkan akan diperoleh investor dimasa mendatang.
  • Total return merupakan return keseluruhan dari suatu investasi dalam suatu periode tertentu.

Semakin tinggi tingkat pengembalian maka semakin tinggi pula risikonya dan sebaliknya

B.     Hubungan antara Risiko dan Tingkat Pengembalian
Di dalam pasar uang di mana saham dan obligasi di jual, para pemakai uang, seperti perusahaan yang melakukan investasi harus bersaing satu sama lain dalam mencari modal. Untuk memperoleh pembiayaan atas proyek yang akan bermanfaat bagi pemegang saham perusahaan, perusahaan harus menawarkan kepada investor, tingkat pengembalian yang mampu bersaing dengan alternatif investasi lain yang tersedia bagi investor tersebut. Tingkat pengembalian dari alternatif investasi terbaik berikutnya ini dikenal sebagai biaya kesempatan dana (opportunity cost of fund). Dalam menjalankan sebuah bisnis, perusahaan kecil lebih berisiko dalam tingkat pengembalian dari pada perusahaan besar. dikarenakan pengalaman bisnis perusahaan kecil mengandung risiko operasi yang lebih besar , mereka lebih sensitif terhadap kecenderungan bisnis yang menurun dan beberapa beroperasi dalam pasar yang kecil dengan cepat muncul dan kemudian dengan cepat berlalu. Selain itu perusahaan kecil mengandalkan pembiayaan melalui utang dibandingkan perusahaan yang besar. Perbedaan ini menciptakan variabilitas yang lebih pada jumlah laba dan arus kas, yang diartikan sebagai risiko yang lebih besar. Dengan memikirkan forgoing (kehilangan peluang yang lebih baik), kita harus mengharapkan adanya tingkat pengembalian yang berbeda untuk pemilik dari berbagai surat-surat berharga tersebut. Jika pasar menghargai investor atas risiko yang ditanggungnya, maka tingkat pengembalian harus meningkat mengikuti peningkatan risiko.

C.     Konsep Tingkat Pengembalian yang Diinginkan
Tingkat pengembalian yang diinginkan investor dapat diartikan sebagai tingkat pengembalian minimum yang diperlukan untuk menarik investor agar membeli atau memegang surat-surat berharga tertentu. Definisi ini mempertimbangkan biaya kesempatan investor dalam melakukan investasi yang artinya jika suatu investasi dilakukan maka investor harus melepaskan pengembalian yang diperoleh dari investasi alternative terbaik berikutnya. Pengembalian yang dilepas tersebut dinamakan biaya kesempatan dana dan sebagai konsekuensinya merupakan tingkat pengembalian yang diinginkan investor. Dengan kata lain, kita berinvestasi dengan harapan untuk mendapatkan tingkat pengembalian yang memadai bagi investor. Investasi akan dilakukan hanya jika harga pembelian cukup rendah bila dibandingkan dengan arus kas masa depan yang diinginkan sehingga dapat menyediakan tingkat pengembalian yang lebih besar atau sama dengan tingkat pengembalian yang kita inginkan. Untuk membantu memahami sifat alami tingkat pengembalian yang diinginkan investor, kita dapat memisahkan tingkat pengembalian ke dalam komponen dasarnya: tingkat pengembalian bebas risiko ditambah premi risiko yang dinyatakan dalam persamaan: 


K = Krf +Krp


Di mana K = tingkat pengembalian yang diinginkan investor
Krf = tingkat pengembalian bebas risiko
Krp = premi risiko
Tingkat pengembalian bebas risiko (Krf ) merupakan imbalan atas keputusan menunda konsumsi dan bukan karena risiko yang kita tanggung artinya pengembalian bebas risiko mencerminkan kenyataan dasar bahwa kita berinvestasi hari ini agar kita dapat mengkonsumsi lebih banyak di kemudian hari. Dengan sendirinya tingkat bebas risiko atau tingkat diskonto harus hanya digunakan sebagai tingkat pengembalian yang diinginkan, untuk investasi yang tidak berisiko. Biasanya, ukuran kita untuk tingkat bebas risiko adalah sebesar tingkat pengembalian atas surat-surat berharga pemerintah AS.
Premi risiko (Krp) merupakan tingkat pengembalian yang kita harapkan untuk dapat diterima karena risiko yang ditanggung. Semakin tinggi tingkatan risiko, maka kita akan menuntut tambahan pengembalian yang diinginkan. Walaupun kita akan atau tidak akan bisa menerima pengembalian tambahan ini, kita harus mempunyai alasan untuk mengharapkan penambahan tersebut.
            Contoh:
            Untuk menunjukkan konsep tingkat pengembalian yang diinginkan itu, mari kita mengambil contoh perusahaan Polaroid yang obligasinya jatuh tempo pada tahun 2006. Berdasarkan harga pasar dari obligasi ini pada 19 September 2000 kita dapat menentukan investor itu mengharapkan pengembalian sebesar 11%. Surat utang jangka pendek pemerintah 90 hari saat itu, bernilai 6% yang berarti bahwa pemegang obligasi Polaroid menuntut premi risiko sebesar 5%. Dinyatakan dalam suatu persamaan:
Tingkat pengembalian yang diharapkan (K)
                                                = tingkat bebas risiko (Krf) + premi risiko (Krp)
                                                = 6%                                     + 5%
                                                = 11%

BAB III
KESIMPULAN
Risiko diartikan sebagai ketidakpastian dari imbalan yang diharapkan dan kemungkinan terjadinya penyimpangan dari rata-rata dari tingkat pengembalian yang diharapkan sedangkan Tingkat pengembalian adalah imbalan yang diharapkan diperoleh di masa mendatang.
Jenis-jeni resiko ada beberapa macam diantaranya resiko harga, resiko tingkat suku bunga, resiko pasar, resiko likuiditas ,resiko pertukaran mata uang dan resiko kredit.

DAFTAR PUSTAKA

    Iqbal, Zamir & Mirakhor Abbas, Pengantar Keuangan Islam (teori & praktik), Jakarta:Kencana 2008
    Syafi’i Antonio, Muhammad, Bank Syariah (dari teori kepraktik), Jakarta: Gema insani
    Khan, Tariqullah & Ahmed Habib, Manajemen Risiko (Lembaga Keuangan Syariah),cet 1.  Jakarta: Bumi Aksara 2008
    Zainul Arifin, Dasar-Dasar Manajemen Bank Syariah, Jakarta : Pustaka Alvabet, 2005,
    Muhammad, Manajemen Bank Syariah, Yogyakarta : Unit Penerbit dan Percetakan (UPP), 2005
    Chaerul D.Djakman, Dasar-dasar manajemen keuangan edisi ketujuh, Salemba empat
    N, Ferry Idroes.2008.Manajemen Risiko Perbankan.Jakarta: Putra Utama Offset
    Karim, Adiwarman. Bank Islam Analisis Fiqh dan Keuangan. Jakarta: RajaGrafindo Persada. 2004.
 
Toggle Footer