BAB II
PEMBAHASAN
A. Waktu Wajib Zakat
Para Fuqaha sepakat bahwa zakat wajib dikeluarkan segera setelah terpenuhi syarat-syaratnya, baik nishab, haul, maupun yang lainnya. Pendapat ini difatwakan oleh
PEMBAHASAN
A. Waktu Wajib Zakat
Para Fuqaha sepakat bahwa zakat wajib dikeluarkan segera setelah terpenuhi syarat-syaratnya, baik nishab, haul, maupun yang lainnya. Pendapat ini difatwakan oleh
Mahzab hanafi. Dengan demikian, barang siapa yang berkewajiban mengeluarkan zakat dan mampu mengeluarkannya, dia tidak boleh menangguhkannya. Dia akan berdosa jika mengakhirkan pengeluaran zakatnya tanpa ada uzur. Lebih dari itu, menurut Mahzab Hanafi, kesaksiannya tidak akan diterima karena zakat merupakan hak yang wajib yang diserahkan kepada manusia. Ia mesti dibayarkan dan diperintahkan untuk diberikan kepada kaum kafir dan yang lainnya dengan segera sebab zakat dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan mereka. Oleh karena itu, jika zakat tidak wajib dikeluarkan dengan segera, maksud pewajiban itu tidak akan sempurna.
Apabila ada seseorang mengakhirkan pengeluaran zakatnya padahal dia mampu, dia akan menanggungnya. Alasannya, karena dia mengakhirkan sesuatu yang wajib dikeluarkan ketika dia mampu menyegerakannya.permasalan ini sama dengan barang titipan yang dituntut oleh pemiliknya.
1. Zakat hadiah : dalam kitab Al-Amwal (hlm 417) terdapat riwayat bahwa Hubaitah bin Yarham pernah mendapatkan sesuatu dari Mas’ud, lalu dikeluarkannya zakatnya. Adapun cara mengeluarkan zakatnya bisa langsung pada saat menerima hadiah atau ditangguhkan beberapa waktu untuk digabungkan dengan zakat harta lain jika ada(Al-Mughni, II: 626)
Langsung mengeluarkannya pada saat menerima suatu penghasilan atau pendapatan, misalnya kita menjual sebidang tanah yangharganya sama dengan atau melebihi nisab(senilai 85 gr emas). Ada juga zakat yang kita keluarkan setahun sekali, yaitu zakat tijarah (harta perdagangan). Ada juga zakat yang dikeluarkan satu tahun sekali tapi, untuk mempermudah teknis pelaksanaannya dilaksanakan setiap bulan, misalnya gaji tetap yang kita terima setiap bulan. (Hlm 30-31)
Setiap harta perdagangan (perniagaan) yang telah mencapai nisab dan telah berlalu masa satu tahun maka harus dikeluarkan zakatnya. Hal ini antara lain berdasarkan hadis shahih riwayat Abu Daud dari Samrah bin Jundah “ Rasulullah saw. Telah menyuruh kita untuk mengeluarkan zakat(sedekah) dari segala benda yang dimaksudkan untuk diperdagangkan”
2. Zakat kontrakan, dalam kitab bidayatul mujtahid (1:237), ibnu rusyd mengemukakan bahwa kekayaan yang memberikan lapangan pekerjaan dan pendapatan kepada pemiliknya maka kekayaan tersebut termasuk kedalam satu objek zakat, artinya jika penghasilannya (missal: rumah yang dikontrakan) mencapai atau melebihi satu nisab (senilai 85 gram emas) maka wajib dikeluarkan zakatnya sebesar 2,5% pada saat pendapatan diterima.
Hal yang sama dikemukakan oleh Ibnu Qayim dalam kitab bada’I Al-fawaid (III: 143)yangmengutip pendapat Abu Wafa’ Ibnu Aqil-ulama fikih sunni yang menyatakan bahwa setiap benda yang bergerak maupun yang tidak bergerak yang disewakan jika hasil sewanya mencapai nisab, wajib dikeluarkan zakatnya.(hlm 64-65)
3. Zakat ternak : zakat perternakan ayam petelur atau pedaging masuk kedalam zakat perdagangan , karena sejak awal keduanya diniatkan untuk menjadi komoditas perdagangan, oleh karena itu, nisabnya sama dengan zakat perdagangan dan dikeluarkan satu tahun sekali setelah dihitung seluruh asetnya, dikurangi berbagai biaya.(hlm 66-67)
4. Zakat pertanian: setiap tanaman yang hasilnya mencapai nisab lima autsaq atau kurang lebih (653kg) setiap panen harus dikeluarkan zakatnya. Sebelum mengeluarkan zakatnya anda boleh mengeluarkan dulu biaya-biaya untuk pertanian seperti membeli pupuk, benih, dsb. Adapun landasannya antara lain firman Allah swt dalam surat Al-An’am:141(hlm :68-69)
141. dan Dialah yang menjadikan kebun-kebun yang berjunjung dan yang tidak berjunjung, pohon korma, tanam-tanaman yang bermacam-macam buahnya, zaitun dan delima yang serupa (bentuk dan warnanya) dan tidak sama (rasanya). makanlah dari buahnya (yang bermacam-macam itu) bila Dia berbuah, dan tunaikanlah haknya di hari memetik hasilnya (dengan disedekahkan kepada fakir miskin); dan janganlah kamu berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan.
Cukup satu tahun berdasarkan hitungan tahun Qomariah untuk selain biji-bijian, buah-buahan dan barang tambang.
Cukup satu tahun berdasarkan hitungan tahun Qomariah untuk selain biji-bijian, buah-buahan dan barang tambang.
5. Zakat hutang:
• Imamiyah dan syafi’I : hutang tidak menjadi syarat untuk bebas zakat. Maka, barang siapa yang mempunyai hutang, ia wajib mengeluarkan zakat, walaupun hutang tersebut sekedar cukup sampai jatuhnya nishab. Bahkan imamiyah berpendapat: kalau ada seseorang yang meminjam harta benda yang wajib dizakati dan mencapai nishab serta berada ditangannya selama satu tahun, maka harta hitungan itu wajib dizakati.
• Hambali: hutang yang mencegah zakat, maka barang siapa yang mempunyai hutang dan dia mempunyai haarta dia harus membayar hutangnya terlebih dahulu. Kalau sisa hartanyaa mencapai nishab, maka dia harus menzakatinya. Tapi kalau tidak, tidak wajib menzakatinya.
• Maliki : hutang itu hanya mencegah zakat dari emas dan perak tetapi tidak untyk biji-bijian, binatang ternak, dan barang tambang, maka barangsiapa yang mempunyai hutang dan dia mempunyai harta berupa emas dan perak sudah mencapai nishab dia harus membayar hutangnya terlebih dahulu, baru kemudian mengeluarkan zakatnyaa. Tapi, kalu dia mempunyai hutang dan harta miliknya selain dari emas dan perak serta sudah mencapai nishab maka dia tetap wajib menzakatinya.
• Hanafi: kalau hutang tersebut menjadi hak Allah yang harus dilakukan oleh seseorang, dan tidak ada manusia yang menuntutnya seperti haji dan khifarah” maka ia tidak dapat mencegah zakat, tapi kalau hutang tersebut untuk manusia atau untuk Allah dan dia mempunyai tuntutan (tanggung jawab) seperti zakat sebelumnya yang dituntut oleh seorang imam maka ia tidak wajib mengeluarkan zakat dari semua jenis hartanya. Kecuali zakat tanam-tanaman dan buah-buahan.
B. Waktu Pelaksanaan Zakat (120)
Zakat yang ditunaikan sesuai dengan jenis harta yang wajib dikeluarkan zakatnya:
1. Pertama, zakat harta berupa emas, perak, barang dagangan, dan binatang ternak yang digembalakan dibayarkan setelah sempurnya haul satu kali dalam satu tahun.
2. Kedua, zakat tanaman dan buah-buahan dibayarkan ketika berulangnya masa panen, kendatipun masa panen tersebut terjadi berulang kali dalam setahun. Dengan demikian, untuk harta jenis yang kedua ini tidak disyaratkan harus mencapai masa haul . juga, menurut Mahzab Hanafi, harta jenis yang kedua ini tidak disyaratkan harus mencapai nisab, sedangkan menurut jumhur, harta tersebut harus mencapai nisab.Mengenai waktu wajib dikeluarkannya sepersepuluh dari tanaman dan buah-buahan terdapat perbedaan pendapat.
a. Abu Hanifah dan Zafar berpendapat bahwa harta tersebut wajib dikeluarkan ketika munculnya buah-buahan dan selamat dari pembusukan walaupun buah-buahan tersebut belum layak dipanen. Dengan catatan, jumlahnya mencapai batas yang bisa dimanfaatkan.
b. Menurut Al-Dardir Al-Maliki, zakat buah-buahan wajib dikeluarkan ketika ia telah baik, sudah layak dimakan, dan tidak memerlukan pengairan lagi, tidak dikeringkan, tidak dipanen, dan tidak dibersihkan. Yang dimaksud buah-buahan yang telah baik adalah tumbuhnya bunga pada kurma muda dan munculnya rasa manis pada buah anggur.
c. Mahzab Syafi’I berpendapat bahwa zakat dikeluarkan ketika ia telah layak dan bijinya telah padat karena pada saat itu, buah-buahan tersebut telah tumbuh dengan sempurna, sedangkan sebelumnya ia masih berupa bunga dan bijinya sudah bisa dimakan, sebelumnya ia masih berupa sayur-mayur lunak . Maksud kewajiban diatas tidak berarti bahwa ia wajib dikeluarkan dengan segera seketika. Akan tetapi, maksudnya ialah bahwa hal-hal yang telah disebutkan diatas merupakan sebab wajib dikeluarkannya kurma, anggur, dan biji-bijian. Pendapat ini dikemukakan mengingat bahwa makanan yang dikeringkan, dibersihkan, dipecahkan , diijnak-injak, dibawa, dan keperluan yang lainnya tidak termasuk harta yang wajib dizakati.
d. Mahzab Hambali berpendapat seperti halnya Mahzab Syafi’i bahwa zakat wajib dikeluarkan ketika biji-bijian telah gemuk, jika tanaman itu berupa biji-bijian dan jika tanaman tersebut berupa buah-buahan yang wajib dikeluarkan zakatnya, ketika buah-buahan tersebut telah layak dimakan.
3. Ketiga, dalam pandangan Mahzab Hanafi dan Hambali Madu wajib dikeluarkan zakatnya ketika ia telah wajib untuk dizakati. Zakat barang tambang dikeluarkan ketika harta tersebut dikeluarkan dari bumi. Dan Zakat Fitrah, menurut selain Mahzab Hanafi dikeluarkan ketika matahari terbenam pada malam hari raya.
C. Menyelenggarakan Zakat Sebelum Datangnya Haul (121)
Para ulam sepakat bahwa penyegerakan zakat sebelum sampainya nisab hukumnya tidak boleh karena pada waktu itu, sebab wajib zakat belum ada. Dengan demikian, meyegerakan zakat hukumnya tidak boleh. Sama halnya dengan tidak bolehnya membayarkan harga suatu barang sebelum jual beli terjadi.
Adapun menyegerakan zakat ketika sebabnya telah ada, yakni nisab yang sempurna, maka ada dua pendapat dikalangan Fuqaha.
1. Pertama, jumhur berpendapat bahwa menyegerakan zakat sebelum tibanya haul hukumnya boleh secara tathawwu’. Denga catatan harta yang dizakati telah mencapai nisab. Dibolehkannya hal ini karena sebab wajibnya zakat telah ada. Lagipula, hal ini berdasarkan hadis yang diriwayatkan Ali R.A dia menyatakan kepada Abbas meminta kepada Rasulullah saw untuk menyegerakan zakat sebelum saatnya. Lalu, Rasulullah Saw memberikan keringanan darinya, lebih dari itu zakat merupakan kewajiban yang bersifat material, yang dimaksudkan untuk membelaskasihi. Oleh karena itu, zakat boleh disegerakan sebelum waktunya. Hal seperti sama seperti hutang yang ditangguhkan. Hal-hal diatas menyerupai hak-hak yang ditangguhkan.
Mahzab Syafi’I menyebutkan bahwa syarat sahnya penyegeraan pengeluaran zakat ialah pemilik harta tadi, harus merupakan orang yang tetap berkewajiban mengeluarkan zakat sampai akhir hawl, atau memasuki bulan syawal untuk zakat fitrah. Dan, syarat yang lain ialah orang yang menerima zakat itu merupakan mustahiqq sampai akhir hawl. Jika kedua syarat itu tidak terpenuhi, harta tersebut harus dikembalikan lagi. Dengan catatan bahwa orang yang menerima zakat tersebut mengetahia bahwa harta yang diterimanya merupakan zakat harta yang disegerakan.
Apabila pemilik harta atau penerimanya mati sebelum itu, penerimaan murtad, hilang, tidak membutuhkan zakat yang disegerakan atau zakat lainnya, nishab hartanya berkurang, hartanya hilang dari kepemilikannya, dan bukan harta perdagangan, zakat tidak boleh disegerakan. Alasannya, karena pada saat itu zakat tidak wajib.
2. Kedua, Mahzab Zhahiri dan Maliki berpendapat bahwa zakat tidak boleh dikeluarkan sebelun hawl nya tiba karena zakat merupakan ibadah yang menyerupai salat, sehingga ia tidak boleh dikeluarkan sebelum waktunya. Lagi pula, hawl merupakan salah satu syarat zakat. Oleh karena itu, menyeferakan zakat hukumnya tidak boleh.
D. Rusaknya Harta Setelah Wajibnya Zakat (123)
Mengenai gugurnya kewajiban zakat setelah kewajiban itu berlaku dan hartanya rusak, para fuqaha:
1. Pertama, Mahzab Hanafi berpendapat bahwa apabila harta rusak setelah zakat diwajibkan, kewajiban zakat menjadi gugur, sebagaimana halnya kewajiban sepersepuluh dari tanaman atau buah-buahan dan pajak juga gugur, karena yang diwajibkan adalah sebagian dari nisab. Lebih-lebih, hal ini dimaksudkan sebagai realisasi dari konsep kemudahan (taysir). Dengan demikian, zakat diwajibkan sesuai dengan kemudahan ketika zakat dikeluarkan. Oleh karena itu, kewajiban zakat gugur dengan rusaknya harta, baik zakat tersebut bisa dilaksanakan maupun tidak sebab syariat menagtkan atara kewajiban dan kemudahan yang dimudahkan. Sedangkan sesuatu yang berkaitan dengan kemampuan dan kemudahan tidak aka nada kecuali dengannya. Yang dimaksud dengan kemampuan yang memudahkan disini ialah sifat pertumbuhan, bukan nisab.
Orang yang sengaja merusak hartanya, kewajiban zakatnya tidak gugur. Kendatipun dia tidak mempunyai kemampuan yang memudahkan baginya untuk mengeluarkan zakat sebab rusaknya harta tersebut dilakukan dengan sengaja.
Apabila sebagian harta rusak , kewajiban zakat menjadi gugur. Gugurnya kewajiban zakat ini disesuaikan dengan kadarharta yang rusak. Hal ini dipandang menggugurkan kewajiban zakat karena sebagian harta mempengaruhi keseluruhannya.
Adapun kewajiban zakat fitrah, seperti halnya kewajiban-kewajiban yang bersifat material dalam ibadah haji, tidak gugur setelah kewajiban tersebut dikenakan pada seseorang walaupun harta tersebut mengalami kerusakan. Hal seperti ini sama dengan tidak batalnya pernikahan karena matinya para saksi. Dilakukan pemisahan harta-harta zakat ialah karena zakat berkaitan dengan pertumbuhan harta itu sendiri. Dengan demikian, seseorang disyaratkan untuk memilki kemampuan yang memudajkan dirinya untuk mengeluarkan zakatnya (yang dimaksudkan disini ialah sesuatu yang mewajibkan mudahnya penunain zakat bagi manusia). Hal seperti ini dimaksudkan untuk memudahkan manusia karena akan diujari dengan sesuatu yang mereka sanggupi. Dalam zakat ini seseorang boleh tidak memilki harta selain miliknya.
Adapun zakat fitrah dankewajiban-keajiban material dalam ibadah haji tidak berkaitan dengan pertumbuhan harta. Zakat fitrah hanya wajib dalam tanggungan. Oleh karena itu, untuk zakat jenis ini seseorang dipersyaratkan untuk memiliki kemampuan yang memungkinkan dirinya mengeluarkan zakat tersebut (kudrah mummakinah), yang dimaksud kudrah mummakinah ialah syarat yang memungkinkan zakat fitrah.
Perlu dicatat bahwa kerusakan harta setelah terjadinya qiradh (bagi hasil), ariyah (peminjaman), atau setelah terjadinya barang dagangan yang lain, dipandang sebagai kerusakan. Dengan demikian, zakat tidak wajib. Adapun penukaran barang dagangan atau penukaran hewan ternak yang digembalakan dengan dengan binatang ternak yang juga digembalakan, dipandang sebagai kerusakan yang dilakukan dengan sengaja. Olehkarena itu, zakat dalam harta ini harus djamin bisa ditunaikan.
2. Kedua, menurut jumhur, apabila harta rusak setelah kewajiban zakat jatuh temponya pada seseorang, kewajiban zakat tidak gugur. Harta tersebut harus dijamin bisa dikeluarkan. Dengan demikian, adanya kesanggupan untuk mengeluarkan zakat bukan merupakan syarat wajib, sebab orangyang telah pasti harus menunaikan sebuah kewajiban, kelemahan dalam pelaksanaantidak membebaskan fitrah, kewajiban-kewajiban harta dalam ibadah haji, dan utang-piutang dikalangan manusia.
Zakat adalah kewajiban tertentu yang dikenakan kepada pemilik harta. Oleh karena itu, jika harta benda rusak sebelum sampai ketangan mustahiqqnya, kewajiban zakat blum gugur, seperti halnya utang-piutang dikalangan manusia, seandainya seseorang melepaskan nilai tertentu dari kepemilikannya, lalu dia meniatkannya sebagai zakat tetapi kemudian harta tersebut rusak, kewajiban zakat berada dibawah tanggungan pemilik harta. Kewajiban zakat belum gugur karenanya, baik dia mampu membayarkan zakatnya maupun tidak mampu.
3. Ketiga, Mahzab Maliki mengecualikan zakat binatang ternak karena menurut mereka, kewajiban zakat dalam harta ini menjadi sempurna dengan adanya dua syarat: yaitu binatang tersebut teah berada ditangan pemiliknya dan telah mencpai masa hawl. Dengan demikian, apabila harta tersebut rusak, zakat tidak wajib dikeluarkan. Begitulah, Ibnu Rusyid mengemukakan lima pendapat mengenai zakat yang telah dikeluarkan kemudian hilang, seperti karna dicuri atau terbakar. Kelima pendapat itu ialah :
a. Zakat tersebut sama sekali tidak wajib dikeluarkan lagi.
b. Zakat tersebut wajib dikeluarkan secara mutlak
c. Jika kehilangan terjadi karena penyianyiaan, zakat masih wajib dikeluarkan. Sebaliknya, jika kehilangan tersebut terjadi bukan karena penyianyiaan, zakat tidak wajib dikeluarkan lagi. Pendapat ini merupakan pendapat yang paling masyhur dalam Mahzab Imam Malik.
d. Jika kehilangan terjadi karena penyianyiaan, zakat wajib dikeluarkan lagi. Tetapi, jika terjadinya kehilangan bukan karena penyianyiaan, yang mesti dikeluarkan zakatnya adalah sisa harta yang masih ada. Pendapat ini dikemukakan oleh Abu Tsawr dan Al-Syafi’i.
e. Orang miskin (yang menerima zakat) dan pemilik harta bekerjasama dalam menggenapkan sisa harta yang masih ada.
Harta telah dimiliki selama satu tahun. Hal ini sebagaimana diterangkan hadis yng diriwayatkan oleh Aisyah r.a bahwa rasulullah saw bersabda “zakat tidak diwajibkan atas harta hingga mencapi satu tahun”. Batas satu tahun ini adalah untuk selain harta yang keluar dari bumi, seperti biji-bijian dan buah-buahan. Adapun harta yang keluar dari bumi, maka zakatnya wajib dikeluarkan ketika harta tersebut ada tanpa menunggu satu tahun. Syarat satu tahun ini adalah untuk emas, perak, binatang ternak, dan barang-barang dagangan. Penetapan satu tahun ini didasarkan pada rasa peduli terhadap pemiliknya. Karena pada jarak satu tahun inilah pertumbuhan dan perkembangan harta telah menjadi sempurna.
Ukuran haul (satu tahun) bagi anak-anak hewan ternak dan laba dari perdagangan adalah dihitung dengan haul induknya atau modalnya. Jadi, tidak ada haul tersendiri bagi anak hewan ternak dan laba jika induk dan modalnya telah mencapai batas nisab. Apabila induk dan modalnya belum mencapai nisab, maka haul dihitung sejak sempurnanya nisab.
Seseorang yang mempunyai piutang atas orang yang kurang mampu dan kesulitan untuk mmebayarnya, maka menurut pendapat yang benar, pemilik uang tersebut wajib mengeluarkan zakat piutang tersebut satu tahun sejak uang tersebut kembali padanya. Apabila piutangnya atas orang yang mampu dan mempunyai kelonggaran untuk membayarnya, maka ia wajib membayar zakat darinya setiap satu tahun.
Harta, apapun bentuknya yang dimiliki untuk digunakan dan dimanfaatkan sendiri, tidak wajib dizakati. Seperti rumah, pakaian, perabotan rumah, mobil dan binatang yang disediakan untuk ditunggangi dan digunakan sendiri.
Sesuatu yang disiapkan untuk disewakan, seperti mobil, took, dan rumah, tidak wajib dikeluarkan zakat dari materi sesuatu itu sendiri. Akan tetapi, zakat wajib dikeluarkan dari uang hasil sewaannya jika mencapai nisab (baik dari satu jenis yang disewakan atau digabungkan dengan barang lain) dan sudah mencapai satu tahun.
Orang yang sudah wajib membayar zakat, kemudian meninggal dunia sebelum menunaikannya, maka wajib dikeluarkan zakat dari harta warisnya. Jadi, kewajiban zakat tidak gugur karena meninggalnya seseorang, hal ini sebagi mana diisyaratkan dalam sabda rasulullah “utang kepada Allah lebih berhak untuk dibayar” HR Bukhari Muslim.
Adapun yang melaksanakan pengeluaran dari zakat seseorang yang meninggal adalah para pewaris atau bisa juga orang lain. Zakat adalah hak Allah yangwajib ditunaikan dan tidak gugur oleh kematian. Karena zakat merupakan utang yang menjadi tanggungan orang yang meninggal dan tetap harus dibayar.
Mengenai jatuh hukum wajibnya zakat fitrah, semua ulama berpendapat sama, yaitu pada waktu sebelum melakukan shalat Ied pada hari raya tersebut. Apabila pembayarannya dilakukan setelah melakukan shalat Ied, tidak lagi dinamakan zakat fitrah. Akan tetapi, pemberan sedekah saja. Sedekah yang demikian itu tidaklah mencapai tujuan yang sebenarnya, yaitu member makan orang miskin.
Dalam hadis yang diriwayatkan Abu Dawud, hakim, ibnu majah, daruquhni, dan baihaqi dari ibnu abbas, disebutkan sebagai berikut “ Rasulullah telah memfardukan (mewajibkan) membayar zakat fitrah, untuk mensucikan orang-orang yang berpuasa dari dosa, dan untuk member makan orang miskin. Maka barang siapa membayarkan zakat fitrah sebelum shalat Ied, zakatnya diterima oleh Allah SWT, tetapi barang siapa yang membayarkannya sesudah Shalat Ied, zakatnya adalah sedekah, dari sedekah-sedekah yang lainnya.” (Q.S Abu Dawud, Hakim, Ibnu Majah, Daruquthni, dan Baihaqi, dari Ibnu Abbas)
Dalam hadis lainnya, yang diriyatkan oleh imam baihaqi dan imam daruquthni dari ibnu umar, nabi bersabda “ cukupkan kebutuhan (kayakanlah) orang-orang miskin pada hari (raya)itu. (HR.Baihaqi dan Daruquthni dari Ibnu Umar)
Pembayaran yang dilakukan terlambat, yaitu sesudah shalat Ied dipandang oleh jumhur ulama bahwa hukumnya adalah makruh(tidak senangi oleh Allah) bahkan imam ibnu Hazmi menyatakan bahwa hukumannya adalah haram(dilarang oleh Allah), dengan pengertian orang berdosa dan orang tersebut mempunyai hutang kepada Allah, yang harus dibayarkan.
E. Waktu pembayaran zakat fitrah
Zakat fitrah boleh dikeluarkan diawal malam bulan Ramadhan, namun penundaannya hingga akhir bulan Ramadhan lebih utama. Dalam hal ini, ada 5 waktu untuk mengeluarkan zakat fitrah, yaitu sebagai berikut.
1. Waktu boleh, yaitu pada permulaan Ramadhan, mengingat sudah terpenuhinya sebab pertama diantara dua sebab diwajibkannya zakat, yaitu Ramadhan dan idul fitri. Oleh karna itu, boleh kiranya mendahulukan salah satunya atas yang lain, bukan mendahului kedua-duanya, sebagaimana zakat mal.
2. Waktu wajib, yaitu akhir Ramadhan dan awal Syawal.
3. Waktu utama, yaitu setelah shalat subuh dan sebelum shalat idul fitri. Mengomentari ayat: “sesungguhnya beruntunglah orang yang membersihkan diri (dengan beriman); dan ia ingat nama Tuhannya, lalu dia sembahyang” (QS. Al-A’la(87): 14-15), Atha mengatakan bahwa yang dimaksud adalah memberikan zakat fitrah dan pergi awal waktu untuk menuneikan shalat idul fitri.
4. Waktu makruh,setelah shalat idul fitri, meskipun memang disunahkan mengakhirinya untuk menunggu orang yang dekat seperti tetangga selama sebelum terbenam matahari.
5. Waktu haram, yaitu waktu yang dilarang untuk menunda-nunda pembayaran zakat fitrah, yaitu akhir hari raya Idul fitri ketika matahari telah tebenam. Hal itu diharamkan karna tujuan dari zakat fitrah adalah untuk mencukupi kebutuhan golongan mustahiq zakat pada hari idul fitri, karna hari itu adalah hari gembiara ria.
F. Waktu wajibnya mengeluarkan zakat fitrah menurut 5 mazhab
1. Hanafi: waktu yang diwajibkan untuk mengeluarkannya adalah dari terbitnya fajar malam hari raya sampai akhir umur seseorang. Karena kewajiban zakat fitrah termasuk kewajiban yang sangat luas waktunya, dan pelaksanaannya juga sah dilakukan dengan mendahulukan ataupun diakhirkan.
2. Hambali: melaksanakan pemberian zakat fitrah yang terlambatsampai akhir hari raya adalah haram hukumnya.dan apabila dikeluarkan sebelum hari raya atau dua hari sebelumnya dapat pahala, tapi bila diberikan sebelum hari-hari tersebut tidak mendapatkan pahala.
3. Syafi’i: waktu yang diwajibkan untuk mengeluarkannya adalah akhir bulan ramadhan dan awal bulan syawal, artinya pada tenggelamnya matahari mendekat jelang akhir bulan ramadhan. Disunnahkan membayarnya pada awal hari raya dan diharamkan mengeluarkannya setelah tenggelamnya matahari pada hari pertama syawal, kecuali kalau ada udzur.
4. Imamiyah: zakat fitrah wajib dikeluarkanpada waktu masuknya malam hari raya dan kewajiban melaksanakannya mulai dari awal tenggelamnya mataharisampai tergelincirnnya matahari. Yang lebih utama pelaksanaannya adalah sebelum pelaksanaan sholat hari raya. Kalau pada waktu itu tidak ada yang berhak menerimanya, maka si mukallaf harus memisahkan harta zakat fitrah itu dengan harta dirinya disertai suatu niat untuk membayar dan melaksanakannya pada awal waktu. Apabila ia mengakhiri dan tidak melaksanakannya pada waktu itu padahal orang yang berhak menerimanya ada maka dia wajib mengeluarkan setelahnya dan kewajiban untuk mengeluarkan bagi dirinya itu tidak gugur pada waktu itu.
BAB III
KESIMPULAN
1. Hanafi: waktu yang diwajibkan untuk mengeluarkannya adalah dari terbitnya fajar malam hari raya sampai akhir umur seseorang. Karena kewajiban zakat fitrah termasuk kewajiban yang sangat luas waktunya, dan pelaksanaannya juga sah dilakukan dengan mendahulukan ataupun diakhirkan.
2. Hambali: melaksanakan pemberian zakat fitrah yang terlambatsampai akhir hari raya adalah haram hukumnya.dan apabila dikeluarkan sebelum hari raya atau dua hari sebelumnya dapat pahala, tapi bila diberikan sebelum hari-hari tersebut tidak mendapatkan pahala.
3. Syafi’i: waktu yang diwajibkan untuk mengeluarkannya adalah akhir bulan ramadhan dan awal bulan syawal, artinya pada tenggelamnya matahari mendekat jelang akhir bulan ramadhan. Disunnahkan membayarnya pada awal hari raya dan diharamkan mengeluarkannya setelah tenggelamnya matahari pada hari pertama syawal, kecuali kalau ada udzur.
4. Imamiyah: zakat fitrah wajib dikeluarkanpada waktu masuknya malam hari raya dan kewajiban melaksanakannya mulai dari awal tenggelamnya mataharisampai tergelincirnnya matahari. Yang lebih utama pelaksanaannya adalah sebelum pelaksanaan sholat hari raya. Kalau pada waktu itu tidak ada yang berhak menerimanya, maka si mukallaf harus memisahkan harta zakat fitrah itu dengan harta dirinya disertai suatu niat untuk membayar dan melaksanakannya pada awal waktu. Apabila ia mengakhiri dan tidak melaksanakannya pada waktu itu padahal orang yang berhak menerimanya ada maka dia wajib mengeluarkan setelahnya dan kewajiban untuk mengeluarkan bagi dirinya itu tidak gugur pada waktu itu.
a. Zakat hadiah : dalam kitab Al-Amwal (hlm 417) terdapat riwayat bahwa Hubaitah bin Yarham pernah mendapatkan sesuatu dari Mas’ud, lalu dikeluarkannya zakatnya. Adapun cara mengeluarkan zakatnya bisa langsung pada saat menerima hadiah atau ditangguhkan beberapa waktu untuk digabungkan dengan zakat harta lain jika ada(Al-Mughni, II: 626)
Langsung mengeluarkannya pada saat menerima suatu penghasilan atau pendapatan, misalnya kita menjual sebidang tanah yangharganya sama dengan atau melebihi nisab(senilai 85 gr emas). Ada juga zakat yang kita keluarkan setahun sekali, yaitu zakat tijarah (harta perdagangan). Ada juga zakat yang dikeluarkan satu tahun sekali tapi, untuk mempermudah teknis pelaksanaannya dilaksanakan setiap bulan, misalnya gaji tetap yang kita terima setiap bulan. (Hlm 30-31)
Setiap harta perdagangan (perniagaan) yang telah mencapai nisab dan telah berlalu masa satu tahun maka harus dikeluarkan zakatnya. Hal ini antara lain berdasarkan hadis shahih riwayat Abu Daud dari Samrah bin Jundah “ Rasulullah saw. Telah menyuruh kita untuk mengeluarkan zakat(sedekah) dari segala benda yang dimaksudkan untuk diperdagangkan”
b. Zakat kontrakan, dalam kitab bidayatul mujtahid (1:237), ibnu rusyd mengemukakan bahwa kekayaan yang memberikan lapangan pekerjaan dan pendapatan kepada pemiliknya maka kekayaan tersebut termasuk kedalam satu objek zakat, artinya jika penghasilannya (missal: rumah yang dikontrakan) mencapai atau melebihi satu nisab (senilai 85 gram emas) maka wajib dikeluarkan zakatnya sebesar 2,5% pada saat pendapatan diterima.
c. Zakat ternak : zakat perternakan ayam petelur atau pedaging masuk kedalam zakat perdagangan , karena sejak awal keduanya diniatkan untuk menjadi komoditas perdagangan, oleh karena itu, nisabnya sama dengan zakat perdagangan dan dikeluarkan satu tahun sekali setelah dihitung seluruh asetnya, dikurangi berbagai biaya.(hlm 66-67)
d. Zakat pertanian: setiap tanaman yang hasilnya mencapai nisab lima autsaq atau kurang lebih (653kg) setiap panen harus dikeluarkan zakatnya. Sebelum mengeluarkan zakatnya anda boleh mengeluarkan dulu biaya-biaya untuk pertanian seperti membeli pupuk, benih, dsb. Adapun landasannya antara lain firman Allah swt dalam surat Al-An’am:141(hlm :68-69) .Cukup satu tahun berdasarkan hitungan tahun Qomariah untuk selain biji-bijian, buah-buahan dan barang tambang.
e. Zakat hutang:
• Imamiyah dan syafi’I : hutang tidak menjadi syarat untuk bebas zakat. Maka, barang siapa yang mempunyai hutang, ia wajib mengeluarkan zakat, walaupun hutang tersebut sekedar cukup sampai jatuhnya nishab. Bahkan imamiyah berpendapat: kalau ada seseorang yang meminjam harta benda yang wajib dizakati dan mencapai nishab serta berada ditangannya selama satu tahun, maka harta hitungan itu wajib dizakati.
• Hambali: hutang yang mencegah zakat, maka barang siapa yang mempunyai hutang dan dia mempunyai haarta dia harus membayar hutangnya terlebih dahulu. Kalau sisa hartanyaa mencapai nishab, maka dia harus menzakatinya. Tapi kalau tidak, tidak wajib menzakatinya.
• Maliki : hutang itu hanya mencegah zakat dari emas dan perak tetapi tidak untyk biji-bijian, binatang ternak, dan barang tambang, maka barangsiapa yang mempunyai hutang dan dia mempunyai harta berupa emas dan perak sudah mencapai nishab dia harus membayar hutangnya terlebih dahulu, baru kemudian mengeluarkan zakatnyaa. Tapi, kalu dia mempunyai hutang dan harta miliknya selain dari emas dan perak serta sudah mencapai nishab maka dia tetap wajib menzakatinya.
• Hanafi: kalau hutang tersebut menjadi hak Allah yang harus dilakukan oleh seseorang, dan tidak ada manusia yang menuntutnya seperti haji dan khifarah” maka ia tidak dapat mencegah zakat, tapi kalau hutang tersebut untuk manusia atau untuk Allah dan dia mempunyai tuntutan (tanggung jawab) seperti zakat sebelumnya yang dituntut oleh seorang imam maka ia tidak wajib mengeluarkan zakat dari semua jenis hartanya. Kecuali zakat tanam-tanaman dan buah-buahan.
DAFTAR PUSTAKA
Saleh Al-Fauzan “fiqih sehari-hari” Jakarta: Gema Insani Press, 2005
Didin Hanifuddin “zakat, infaq, sedekah”:2004 gema insane Jakarta
Muhammad Jawad Mughniyah “fiqih lima Mahzab” 2011, Penerbit Lentera Jakarta
Abdullah Zaky Al-Kaaf, Ekonomi dalam Prespektif Islam.2002 CV Pustaka Setia Bandung
Fiqh Ibadah (thaharah, shalat, zakat, puasa dan haji) oleh Prof. Dr. Abdul Aziz Muhammad Azzam & Prof. Dr. Abdul Wahhab Sayyed Hawwas ,Jakarta: Amzah
Prof. Dr. Amir Syariffudin, Garis-Garis Besar Fiqh, Jakarta:Kencana 2010
Dr. Abdullah bin Muhammad bin Ahmad Ath-Thayyar, Fiqh Ibadah, Surakarta:Media Zikir
Daud Ali Mohammad, Sistem Ekonomi Islam Zakat dan Wakaf, Jakarta:UI Press
Syamsul Anwar, study hukum islam Kontemporer, Jakarta: RM Books
Prof. Dr.Su’ad Ibrahim Shalih, Fiqh Ibadah Wanita, Jakarta:Amzah
versi doc. WAKTU WAJIB ZAKAT dan WAKTU WAJIB PELAKSANAANNYA
Harta, apapun bentuknya yang dimiliki untuk digunakan dan dimanfaatkan sendiri, tidak wajib dizakati. Seperti rumah, pakaian, perabotan rumah, mobil dan binatang yang disediakan untuk ditunggangi dan digunakan sendiri.
Sesuatu yang disiapkan untuk disewakan, seperti mobil, took, dan rumah, tidak wajib dikeluarkan zakat dari materi sesuatu itu sendiri. Akan tetapi, zakat wajib dikeluarkan dari uang hasil sewaannya jika mencapai nisab (baik dari satu jenis yang disewakan atau digabungkan dengan barang lain) dan sudah mencapai satu tahun.
Orang yang sudah wajib membayar zakat, kemudian meninggal dunia sebelum menunaikannya, maka wajib dikeluarkan zakat dari harta warisnya. Jadi, kewajiban zakat tidak gugur karena meninggalnya seseorang, hal ini sebagi mana diisyaratkan dalam sabda rasulullah “utang kepada Allah lebih berhak untuk dibayar” HR Bukhari Muslim.
Adapun yang melaksanakan pengeluaran dari zakat seseorang yang meninggal adalah para pewaris atau bisa juga orang lain. Zakat adalah hak Allah yangwajib ditunaikan dan tidak gugur oleh kematian. Karena zakat merupakan utang yang menjadi tanggungan orang yang meninggal dan tetap harus dibayar.
Mengenai jatuh hukum wajibnya zakat fitrah, semua ulama berpendapat sama, yaitu pada waktu sebelum melakukan shalat Ied pada hari raya tersebut. Apabila pembayarannya dilakukan setelah melakukan shalat Ied, tidak lagi dinamakan zakat fitrah. Akan tetapi, pemberan sedekah saja. Sedekah yang demikian itu tidaklah mencapai tujuan yang sebenarnya, yaitu member makan orang miskin.
Dalam hadis yang diriwayatkan Abu Dawud, hakim, ibnu majah, daruquhni, dan baihaqi dari ibnu abbas, disebutkan sebagai berikut “ Rasulullah telah memfardukan (mewajibkan) membayar zakat fitrah, untuk mensucikan orang-orang yang berpuasa dari dosa, dan untuk member makan orang miskin. Maka barang siapa membayarkan zakat fitrah sebelum shalat Ied, zakatnya diterima oleh Allah SWT, tetapi barang siapa yang membayarkannya sesudah Shalat Ied, zakatnya adalah sedekah, dari sedekah-sedekah yang lainnya.” (Q.S Abu Dawud, Hakim, Ibnu Majah, Daruquthni, dan Baihaqi, dari Ibnu Abbas)
Dalam hadis lainnya, yang diriyatkan oleh imam baihaqi dan imam daruquthni dari ibnu umar, nabi bersabda “ cukupkan kebutuhan (kayakanlah) orang-orang miskin pada hari (raya)itu. (HR.Baihaqi dan Daruquthni dari Ibnu Umar)
Pembayaran yang dilakukan terlambat, yaitu sesudah shalat Ied dipandang oleh jumhur ulama bahwa hukumnya adalah makruh(tidak senangi oleh Allah) bahkan imam ibnu Hazmi menyatakan bahwa hukumannya adalah haram(dilarang oleh Allah), dengan pengertian orang berdosa dan orang tersebut mempunyai hutang kepada Allah, yang harus dibayarkan.
E. Waktu pembayaran zakat fitrah
Zakat fitrah boleh dikeluarkan diawal malam bulan Ramadhan, namun penundaannya hingga akhir bulan Ramadhan lebih utama. Dalam hal ini, ada 5 waktu untuk mengeluarkan zakat fitrah, yaitu sebagai berikut.
1. Waktu boleh, yaitu pada permulaan Ramadhan, mengingat sudah terpenuhinya sebab pertama diantara dua sebab diwajibkannya zakat, yaitu Ramadhan dan idul fitri. Oleh karna itu, boleh kiranya mendahulukan salah satunya atas yang lain, bukan mendahului kedua-duanya, sebagaimana zakat mal.
2. Waktu wajib, yaitu akhir Ramadhan dan awal Syawal.
3. Waktu utama, yaitu setelah shalat subuh dan sebelum shalat idul fitri. Mengomentari ayat: “sesungguhnya beruntunglah orang yang membersihkan diri (dengan beriman); dan ia ingat nama Tuhannya, lalu dia sembahyang” (QS. Al-A’la(87): 14-15), Atha mengatakan bahwa yang dimaksud adalah memberikan zakat fitrah dan pergi awal waktu untuk menuneikan shalat idul fitri.
4. Waktu makruh,setelah shalat idul fitri, meskipun memang disunahkan mengakhirinya untuk menunggu orang yang dekat seperti tetangga selama sebelum terbenam matahari.
5. Waktu haram, yaitu waktu yang dilarang untuk menunda-nunda pembayaran zakat fitrah, yaitu akhir hari raya Idul fitri ketika matahari telah tebenam. Hal itu diharamkan karna tujuan dari zakat fitrah adalah untuk mencukupi kebutuhan golongan mustahiq zakat pada hari idul fitri, karna hari itu adalah hari gembiara ria.
F. Waktu wajibnya mengeluarkan zakat fitrah menurut 5 mazhab
1. Hanafi: waktu yang diwajibkan untuk mengeluarkannya adalah dari terbitnya fajar malam hari raya sampai akhir umur seseorang. Karena kewajiban zakat fitrah termasuk kewajiban yang sangat luas waktunya, dan pelaksanaannya juga sah dilakukan dengan mendahulukan ataupun diakhirkan.
2. Hambali: melaksanakan pemberian zakat fitrah yang terlambatsampai akhir hari raya adalah haram hukumnya.dan apabila dikeluarkan sebelum hari raya atau dua hari sebelumnya dapat pahala, tapi bila diberikan sebelum hari-hari tersebut tidak mendapatkan pahala.
3. Syafi’i: waktu yang diwajibkan untuk mengeluarkannya adalah akhir bulan ramadhan dan awal bulan syawal, artinya pada tenggelamnya matahari mendekat jelang akhir bulan ramadhan. Disunnahkan membayarnya pada awal hari raya dan diharamkan mengeluarkannya setelah tenggelamnya matahari pada hari pertama syawal, kecuali kalau ada udzur.
4. Imamiyah: zakat fitrah wajib dikeluarkanpada waktu masuknya malam hari raya dan kewajiban melaksanakannya mulai dari awal tenggelamnya mataharisampai tergelincirnnya matahari. Yang lebih utama pelaksanaannya adalah sebelum pelaksanaan sholat hari raya. Kalau pada waktu itu tidak ada yang berhak menerimanya, maka si mukallaf harus memisahkan harta zakat fitrah itu dengan harta dirinya disertai suatu niat untuk membayar dan melaksanakannya pada awal waktu. Apabila ia mengakhiri dan tidak melaksanakannya pada waktu itu padahal orang yang berhak menerimanya ada maka dia wajib mengeluarkan setelahnya dan kewajiban untuk mengeluarkan bagi dirinya itu tidak gugur pada waktu itu.
BAB III
KESIMPULAN
1. Hanafi: waktu yang diwajibkan untuk mengeluarkannya adalah dari terbitnya fajar malam hari raya sampai akhir umur seseorang. Karena kewajiban zakat fitrah termasuk kewajiban yang sangat luas waktunya, dan pelaksanaannya juga sah dilakukan dengan mendahulukan ataupun diakhirkan.
2. Hambali: melaksanakan pemberian zakat fitrah yang terlambatsampai akhir hari raya adalah haram hukumnya.dan apabila dikeluarkan sebelum hari raya atau dua hari sebelumnya dapat pahala, tapi bila diberikan sebelum hari-hari tersebut tidak mendapatkan pahala.
3. Syafi’i: waktu yang diwajibkan untuk mengeluarkannya adalah akhir bulan ramadhan dan awal bulan syawal, artinya pada tenggelamnya matahari mendekat jelang akhir bulan ramadhan. Disunnahkan membayarnya pada awal hari raya dan diharamkan mengeluarkannya setelah tenggelamnya matahari pada hari pertama syawal, kecuali kalau ada udzur.
4. Imamiyah: zakat fitrah wajib dikeluarkanpada waktu masuknya malam hari raya dan kewajiban melaksanakannya mulai dari awal tenggelamnya mataharisampai tergelincirnnya matahari. Yang lebih utama pelaksanaannya adalah sebelum pelaksanaan sholat hari raya. Kalau pada waktu itu tidak ada yang berhak menerimanya, maka si mukallaf harus memisahkan harta zakat fitrah itu dengan harta dirinya disertai suatu niat untuk membayar dan melaksanakannya pada awal waktu. Apabila ia mengakhiri dan tidak melaksanakannya pada waktu itu padahal orang yang berhak menerimanya ada maka dia wajib mengeluarkan setelahnya dan kewajiban untuk mengeluarkan bagi dirinya itu tidak gugur pada waktu itu.
a. Zakat hadiah : dalam kitab Al-Amwal (hlm 417) terdapat riwayat bahwa Hubaitah bin Yarham pernah mendapatkan sesuatu dari Mas’ud, lalu dikeluarkannya zakatnya. Adapun cara mengeluarkan zakatnya bisa langsung pada saat menerima hadiah atau ditangguhkan beberapa waktu untuk digabungkan dengan zakat harta lain jika ada(Al-Mughni, II: 626)
Langsung mengeluarkannya pada saat menerima suatu penghasilan atau pendapatan, misalnya kita menjual sebidang tanah yangharganya sama dengan atau melebihi nisab(senilai 85 gr emas). Ada juga zakat yang kita keluarkan setahun sekali, yaitu zakat tijarah (harta perdagangan). Ada juga zakat yang dikeluarkan satu tahun sekali tapi, untuk mempermudah teknis pelaksanaannya dilaksanakan setiap bulan, misalnya gaji tetap yang kita terima setiap bulan. (Hlm 30-31)
Setiap harta perdagangan (perniagaan) yang telah mencapai nisab dan telah berlalu masa satu tahun maka harus dikeluarkan zakatnya. Hal ini antara lain berdasarkan hadis shahih riwayat Abu Daud dari Samrah bin Jundah “ Rasulullah saw. Telah menyuruh kita untuk mengeluarkan zakat(sedekah) dari segala benda yang dimaksudkan untuk diperdagangkan”
b. Zakat kontrakan, dalam kitab bidayatul mujtahid (1:237), ibnu rusyd mengemukakan bahwa kekayaan yang memberikan lapangan pekerjaan dan pendapatan kepada pemiliknya maka kekayaan tersebut termasuk kedalam satu objek zakat, artinya jika penghasilannya (missal: rumah yang dikontrakan) mencapai atau melebihi satu nisab (senilai 85 gram emas) maka wajib dikeluarkan zakatnya sebesar 2,5% pada saat pendapatan diterima.
c. Zakat ternak : zakat perternakan ayam petelur atau pedaging masuk kedalam zakat perdagangan , karena sejak awal keduanya diniatkan untuk menjadi komoditas perdagangan, oleh karena itu, nisabnya sama dengan zakat perdagangan dan dikeluarkan satu tahun sekali setelah dihitung seluruh asetnya, dikurangi berbagai biaya.(hlm 66-67)
d. Zakat pertanian: setiap tanaman yang hasilnya mencapai nisab lima autsaq atau kurang lebih (653kg) setiap panen harus dikeluarkan zakatnya. Sebelum mengeluarkan zakatnya anda boleh mengeluarkan dulu biaya-biaya untuk pertanian seperti membeli pupuk, benih, dsb. Adapun landasannya antara lain firman Allah swt dalam surat Al-An’am:141(hlm :68-69) .Cukup satu tahun berdasarkan hitungan tahun Qomariah untuk selain biji-bijian, buah-buahan dan barang tambang.
e. Zakat hutang:
• Imamiyah dan syafi’I : hutang tidak menjadi syarat untuk bebas zakat. Maka, barang siapa yang mempunyai hutang, ia wajib mengeluarkan zakat, walaupun hutang tersebut sekedar cukup sampai jatuhnya nishab. Bahkan imamiyah berpendapat: kalau ada seseorang yang meminjam harta benda yang wajib dizakati dan mencapai nishab serta berada ditangannya selama satu tahun, maka harta hitungan itu wajib dizakati.
• Hambali: hutang yang mencegah zakat, maka barang siapa yang mempunyai hutang dan dia mempunyai haarta dia harus membayar hutangnya terlebih dahulu. Kalau sisa hartanyaa mencapai nishab, maka dia harus menzakatinya. Tapi kalau tidak, tidak wajib menzakatinya.
• Maliki : hutang itu hanya mencegah zakat dari emas dan perak tetapi tidak untyk biji-bijian, binatang ternak, dan barang tambang, maka barangsiapa yang mempunyai hutang dan dia mempunyai harta berupa emas dan perak sudah mencapai nishab dia harus membayar hutangnya terlebih dahulu, baru kemudian mengeluarkan zakatnyaa. Tapi, kalu dia mempunyai hutang dan harta miliknya selain dari emas dan perak serta sudah mencapai nishab maka dia tetap wajib menzakatinya.
• Hanafi: kalau hutang tersebut menjadi hak Allah yang harus dilakukan oleh seseorang, dan tidak ada manusia yang menuntutnya seperti haji dan khifarah” maka ia tidak dapat mencegah zakat, tapi kalau hutang tersebut untuk manusia atau untuk Allah dan dia mempunyai tuntutan (tanggung jawab) seperti zakat sebelumnya yang dituntut oleh seorang imam maka ia tidak wajib mengeluarkan zakat dari semua jenis hartanya. Kecuali zakat tanam-tanaman dan buah-buahan.
DAFTAR PUSTAKA
Saleh Al-Fauzan “fiqih sehari-hari” Jakarta: Gema Insani Press, 2005
Didin Hanifuddin “zakat, infaq, sedekah”:2004 gema insane Jakarta
Muhammad Jawad Mughniyah “fiqih lima Mahzab” 2011, Penerbit Lentera Jakarta
Abdullah Zaky Al-Kaaf, Ekonomi dalam Prespektif Islam.2002 CV Pustaka Setia Bandung
Fiqh Ibadah (thaharah, shalat, zakat, puasa dan haji) oleh Prof. Dr. Abdul Aziz Muhammad Azzam & Prof. Dr. Abdul Wahhab Sayyed Hawwas ,Jakarta: Amzah
Prof. Dr. Amir Syariffudin, Garis-Garis Besar Fiqh, Jakarta:Kencana 2010
Dr. Abdullah bin Muhammad bin Ahmad Ath-Thayyar, Fiqh Ibadah, Surakarta:Media Zikir
Daud Ali Mohammad, Sistem Ekonomi Islam Zakat dan Wakaf, Jakarta:UI Press
Syamsul Anwar, study hukum islam Kontemporer, Jakarta: RM Books
Prof. Dr.Su’ad Ibrahim Shalih, Fiqh Ibadah Wanita, Jakarta:Amzah
versi doc. WAKTU WAJIB ZAKAT dan WAKTU WAJIB PELAKSANAANNYA